Saturday, April 27, 2024
30.7 C
Jayapura

Indonesia Berpotensi Menuju Darurat Beras

Mendagri: Perlu Diversifikasi Pangan

JAKARTA – Harga beras yang melambung tinggi diperkirakan masih akan berlangsung beberapa bulan ke depan. Hal itu disebabkan adanya jeda waktu puncak el nino yang berimbas kepada kondisi komoditas pangan.

Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro menuturkan, dampak el nino harus terus diwaspadai hingga beberapa waktu ke depan. ’’Jadi kalau dilihat el nino yang sekarang ini dampaknya lagging. Saat ini masih mild. Ujungnya akan ada dua dampak, yakni penurunan produktivitas komoditas pangan, dan untuk negara-negara yang konsumsi pangannya tinggi kan pasti butuh impor,’’ ujarnya pada media briefing di Bogor, kemarin (26/9).

Andry melanjutkan, kebijakan yang diambil oleh negara-negara asal pengekspor beras juga patut diwaspadai. Sebab, jika negara-negara seperti India, Vietnam, maupun Thailand yang notabene pengeskpor beras untuk Indonesia melakukan pembatasan, tentu kondisi itu bukanlah hal yang baik bagi Indonesia.

’’Kalau mereka inward looking policy dengan melakukan pembatasan ekspor untuk mengamankan suplai bagi negaranya, otomatis harga beras atau pangan dalam negeri melonjak,’’ jelas dia.

Padahal, lanjut Andry, menjaga agar harga pangan tetap terkendali merupakan hal yang penting. Dengan begitu, ekspektasi inflasi juga bisa terjaga dalam batas yang sesuai sasaran.

Apalagi, ekspektasi inflasi merupakan salah satu indikator penting bagi pasar keuangan. Sehingga, dia mengimbau agar terus mewaspadai isu-isu ketahanan pangan maupun perubahan iklim yang akan membawa dampak ke berbagai sektor.

’’Perlunya menjaga ekspektasi inflasi tetap rendah. Ini bisa berlangsung terus menerus karena menjadi faktor black swan setelah pandemi Covid-19 ataupun perang (Rusia-Ukraina),’’ jelasnya.

Untuk mengatasi harga beras yang melambung tinggi, meningkatkan suplai beras ke pasar adalah salah satu cara yang tengah didorong. ”Kami berharap pemerintah dan pemangku kepentingan terkait bisa mendorong terciptanya solusi. Kami berharap Bulog segera menggelontorkan berasnya di pasar,” ungkap Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri.

Mansuri mengatakan, distribusi beras Bulog tersebut diharapkan dapat menekan harga beras agar tidak terus meroket. Dia membeberkan, kenaikan harga beras mulai merayap sejak Juli lalu. Saat itu, harga beras jenis medium masih dibanderol di kisaran Rp 11.500 ribu per kilogram. Kini, harganya naik di kisaran Rp 14 bahkan 15 ribu per kilogram.

Ikappi menilai, penyebab utama persoalan beras ini adalah persediaan beras yang semakin menurun. Rendahnya stok beras ini bahkan berpotensi menuju kondisi darurat beras nasional. Akibatnya, harga beras di pasaran bergerak liar tak terkendali. ”Kami sudah mengingatkan persoalan beras ini sejak beberapa bulan lalu. Tapi tidak ada respon konkrit dari pemangku kebijakan terkait,” beber Mansuri.

Menurut dia, dengan pasokan beras yang dimilki saat ini, Indonesia tak akan mampu bertahan. Sebab, beberapa hektare pertanian mengalami gagal panen karena dampak dari El Nino. Jika tak ada tambahan pasokan, lanjut dia, ada potensi menuju fase darurat beras secara nasional. ”Kita belum masuk pada fase itu. Namun, potensi itu tetap ada,” ungkapnya.

Mansuri menjelaskan, persoalan beras ini adalah persoalan beruntun yang dimulai sejak tahun lalu. Saat itu, serapan Bulog tidak maksimal, produksi beras menurun, ditambah Pemerintah tidak punya desain pangan yang jelas mengantisipasi ini. ”Untuk solusi jangka pendek, adalah mengguyur beras di pasar agar harganya stabil. Solusi lain adalah pemerintah bersiap menggenjot produksi,” bebernya.

Mansuri menambahkan, pemerintah dalam hal ini Kementan, harus memberikan perhatian khusus kepada daerah sentra produksi beras seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sulawesi Selatan dam Sumatera Selatan. Berikan petani bantuan dengan menggenjot pupuk, modal, dan distribusi.

Menurut dia, hal Ini mestinya disiapkan jauh hari sebelum masuk masa La Nina. Kalau tidak, lanjut dia, persoalan beras ini akan sama seperti minyak goreng. Pemerintah mengantisipasi dengan mengeluarkan minyak goreng kemasan sederhana. “Tapi barangnya hilang di pasaran,” tutupnya.

Pada kesempatan sebelumnya, Pengamat Pertanian Khudori mengatakan bahwa harga beras melonjak karena tambahan stok tidak sebanyak biasanya. Sedangkan permintaan diprediksi bakal tetap stabil bahkan meningkat jelang akhir tahun nanti. ”Mengikuti siklus produksi padi, saat ini hingga akhir September nanti adalah musim panen gadu. Karena produksi lebih rendah dari panen rendeng atau panen raya, harga gabah atau beras akan lebih tinggi. Oktober nanti kita mulai musim paceklik. Biasanya Oktober adalah waktu awal tanam, yang akan dipanen akhir Januari atau awal Februari di musim panen raya,” ujarnya.

Baca Juga :  Beras Bantuan yang Tenggelam Bukan 82 Ton   

Penyebab utama potensi mundurnya waktu tanam dan panen karena situasi El Nino. Akibatnya kekeringan sudah mulai terjadi di beberapa daerah. Musim kemarau kering bakal terjadi dari wilayah Sumatra bagian tengah hingga Selatan, lalu seluruh pulau Jawa, disusul Bali hingga Nusa Tenggara Timur dan Barat, juga sebagian Papua.

”Karena ada El Nino, hujan datangnya terlambat alias mundur. Kalau mundur sebulan, musim tanam akan mundur sebulan. Jika mundur dua bulan, musim tanam mundur dua bulan. Artinya musim paceklik akan lebih lama. Sementara Februari ada Pilpres, lanjut Ramadan di Maret yang disusul Idulfitri. Juga Natal dan Tahun Baru 2024. Ini semua butuh konsumsi lebih,” tegas Khudori.

Plt Kepala Badan Pusat Statistik Amalia Adininggar Widyasanti menuturkan, impor beras Januari-Agustus 2023 sebesar 1,59 juta ton. Itu didominasi oleh semi milled atau wholly milled rice dengan share 88,52 persen.

’’Menurut negara asalnya, impor beras terbesar sepanjang Januari-Agustus 2023 berasal dari Thailand. Volumenya mencapai 802 ribu ton atau mencakup 50,36 persen dari total impor beras,’’ jelas dia.

Amalia melanjutkan, setelah Thailand, impor beras posisi kedua berasal dari Vietnam dengan volume 674 ribu ton. Disusul Pakistan dengan volume 45 ribu ton, serta India 66 ribu ton, dan lainnya.

Selain beras, Amalia menyebut perlu ada kewaspadaan pada kondisi harga gula pasir. BPS mencatat, harga gula pasir terpantau konsisten naik pada tiga pekan pertama September 2023.

Di saat yang sama, kapasitas produksi gula nasional tidak banyak berubah dalam beberapa tahun terakhir. ’’Sehingga, sulit mengimbangi kebutuhan konsumsi masyarakat yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun,’’ jelas dia.

Padahal, lanjut Amalia, penambahan areal tanam dan produktivitas tanaman tebu (khususnya perkebunan rakyat) adalah kunci dalam menekan ketergantungan pada gula impor.

Mendagri Tito Karnavian menuturkan, perlu ada diversifikasi pangan. Hal itu sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi kenaikan harga beras yang belum ada tanda-tanda turun.

’’Perlu melakukan gerakan seperti diversifikasi pangan, disamping kita juga lihat stok Bulog dan Bapanas. Di lapangan, di daerah, teman-teman bisa mendorong keberagaman pangan pokok sesuai dengan produksi lokal yang selama ini disukai masyarakat lokal,’’ jelasnya.

Tito mencontohkan dengan masyarakat di wilayah Indonesia Timur yang menyukai sagu sebagai bahan pangan utama. Selain sagu, dia menyebut ada banyak bahan pangan pokok yang digemari masyarakat seperti keladi, talas, ubi jalar, dan lainnya. ’’Kita dorong masyarakat untuk makan makanan sehat seperti itu. Kita juga akan pantau persoalan gula ini nanti kita akan cek betul ini penyebabnya apa, apakah produksi dalam negeri atau importasi,’’ imbuh dia.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Aida S Budiman menjelaskan, bahwa kenaikan harga beras akibat El Nino yang berkepanjangan. Dari proyeksi semula yang selesai di akhir tahun menjadi agak sedikit bergeser sebulan setelah 2024. Di sisi lain, saat ini baru mulai tanam padi.

“Memang untuk September ini kita lihat kenaikannya sudah 4,4 persen. Tapi dia naik karena memang musim tanamnya baru mulai. Yang panen sekarang pun panen gadu (padi yang ditetapkan dipanen pada musim kemarau). Dan memang kita lihat ada el Nino yang sedikit mengalami perpanjangan,” terangnya.

BI terus memantau dan mewaspadai fenomena kenaikan harga beras belakangan ini. Koordinasi dengan mengecek cadangan beras pemerintah juga dilakukan. Dalam rapat koordinasi nasional pengendalian inflasi Agustus lalu, tercatat, cadangan beras nasional mencapai 2 juta ton.

Baca Juga :  PBSI Targetkan Dua Medali Emas di PON

Dalam 3 bulan ini (September, Oktober, November) akan dilakukan pembagian bantuan sosial (bansos) ke masyarakat. Sekitar 220 ribu ton beras setiap bulannya. “Itu juga akan membantu pengurangan harga beras. Di GNPIP, kita juga bekerjasama dengan Bulog untuk memastikan operasi pasar SPHP (stabilisasi pasokan dan harga pangan) beras,” ucap Aida.

Meski demikian, Gubernur BI Perry Warjiyo meyakini inflasi akan tetap terkendali dengan kisaran 3 persen hingga akhir tahun ini. Bahkan di akhir 2024, proyeksi inflasi dapat turun ke level 2,8 persen. Pihaknya terus mencermati pemantauan harga komoditas utama di 46 kantor perwakilan BI di Indonesia, termasuk beras.

“Masalah beras sudah berkali-kali dikoordinasikan. Presiden mempercepat bantuan sosial dalam bentuk beras,” ujarnya.

Stok beras nasional saat ini, lanjut dia, dapat memenuhi untuk kebutuhan tiga bulan ke depan, bahkan juga sampai triwulan I 2024. Dengan demikian, harapannya inflasi pangan dapat terkendali. Koordinasi BI dalam tim pengendalian inflasi pusat dan daerah melalui GNPIP terus dilakukan. Termasuk terus memperbarui informasi dan menganalisa dampak pengaruh El Nino yang berkepanjangan.

“BI akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan mempererat sinergi dengan pemerintah (pusat dan daerah) dalam TPIP dan TPID dalam mengendalikan inflasi” tegasnya.

  Bukan hanya harga besar yang mencekik, harga gula pun sudah merangkak naik. Dalam dua pekan terakhir, harga gula tembus Rp 15 ribu per Kg di banyak wilayah.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran mengungkapkan, harga gula telah terpantau naik diatas harga acuan penjualan ditingkat konsumen yang ditetapkan oleh Badan Pangan Nasional yang sebesar Rp 14.500 -15.500 tergantung wilayahnya. Harga gula rata-rata sudah naik sebesar 500 rupiah per kilogram di tingkat konsumen.

Kenaikan harga gula di Indonesia ini, kata dia, disebabkan oleh beberapa faktor. Mulai dari kenaikan harga gula dunia, kenaikan biaya produksi terkait pupuk dan tenaga kerja, hingga kekhawatiran dampak El Nino pada panen tebu tahun 2023-2024.

Kenaikan harga gula dunia tentu berimbas ke harga dalam mengeri. Mengingat, Indonesia sendiri masih banyak bergantung pada impor untuk pasokan gulanya. Sementara, harga gula di pasaran internasional sudah meningkat dalam dua bulan terakhir akibat penurunan produksi di beberapa negara produsen utama. Seperti India, Thailand dan Brazil.

Pada tahun 2023 ini, kata dia, kebutuhan gula dalam negeri diperkirakan sebanyak 6 juta ton. Sedangkan produksi dalam negeri hanya mampu mensuplai sebanyak 2,2 juta ton saja. Produksi dalam negeri ini juga cenderung berkurang seiring dengan penurunan luas lahan tebu di Indonesia.

Walhasil, pemenuhan kebutuhan dilakukan melalui pengadaan dari luar negeri. “Dan ketergantungan pada impor ini terus meningkat sejak tahun 2014,” ungkapnya.

Kemudian, kekhawatiran atas El Nino yang dapat mempengaruhi panen tebu di tahun 2023-2024 turut membuat pasar merespon cepat. Salah satunya dengan peningkatan harga sejak dini.

Badan Pangan Nasional juga telah meningkatkan harga pembelian di tingkat petani sebesar 100 rupiah menjadi Rp 12.500 per kilogram merespon kenaikan harga gula internasional. Namun kenaikan harga di tingkat konsumen tetap tak terhindarkan.

Menurutnya, untuk mengatasi kondisi ini Pemerintah sebaiknya melakukan diversifikasi sumber impor gula. Saat ini sebagian besar impor gula Indonesia berasal dari Thailand, India, dan Brazil, yang mana juga tengah sedang mengalami penurunan  produksi.

“Diversifikasi sumber impor dapat menyasar negara-negara penghasil gula lainnya seperti Mexico, Pakistan, Amerika Serikat, Columbia, Guatemala, dan Filipina. Diversifikasi ini dapat menjadi solusi ketika negara sumber impor utama mengalami penurunan produksi,” paparnya.

Selain itu, lanjut dia, Pemerintah tetap harus mengamankan pasokan gula dalam negerinya dengan meningkatkan produksi.  Termasuk dengan produktivitas yang lebih baik melalui penggunaan teknologi modern, penggunaan benih tebu berjenjang, serta penataan varietas. (dee/agf/han/mia)

Mendagri: Perlu Diversifikasi Pangan

JAKARTA – Harga beras yang melambung tinggi diperkirakan masih akan berlangsung beberapa bulan ke depan. Hal itu disebabkan adanya jeda waktu puncak el nino yang berimbas kepada kondisi komoditas pangan.

Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro menuturkan, dampak el nino harus terus diwaspadai hingga beberapa waktu ke depan. ’’Jadi kalau dilihat el nino yang sekarang ini dampaknya lagging. Saat ini masih mild. Ujungnya akan ada dua dampak, yakni penurunan produktivitas komoditas pangan, dan untuk negara-negara yang konsumsi pangannya tinggi kan pasti butuh impor,’’ ujarnya pada media briefing di Bogor, kemarin (26/9).

Andry melanjutkan, kebijakan yang diambil oleh negara-negara asal pengekspor beras juga patut diwaspadai. Sebab, jika negara-negara seperti India, Vietnam, maupun Thailand yang notabene pengeskpor beras untuk Indonesia melakukan pembatasan, tentu kondisi itu bukanlah hal yang baik bagi Indonesia.

’’Kalau mereka inward looking policy dengan melakukan pembatasan ekspor untuk mengamankan suplai bagi negaranya, otomatis harga beras atau pangan dalam negeri melonjak,’’ jelas dia.

Padahal, lanjut Andry, menjaga agar harga pangan tetap terkendali merupakan hal yang penting. Dengan begitu, ekspektasi inflasi juga bisa terjaga dalam batas yang sesuai sasaran.

Apalagi, ekspektasi inflasi merupakan salah satu indikator penting bagi pasar keuangan. Sehingga, dia mengimbau agar terus mewaspadai isu-isu ketahanan pangan maupun perubahan iklim yang akan membawa dampak ke berbagai sektor.

’’Perlunya menjaga ekspektasi inflasi tetap rendah. Ini bisa berlangsung terus menerus karena menjadi faktor black swan setelah pandemi Covid-19 ataupun perang (Rusia-Ukraina),’’ jelasnya.

Untuk mengatasi harga beras yang melambung tinggi, meningkatkan suplai beras ke pasar adalah salah satu cara yang tengah didorong. ”Kami berharap pemerintah dan pemangku kepentingan terkait bisa mendorong terciptanya solusi. Kami berharap Bulog segera menggelontorkan berasnya di pasar,” ungkap Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri.

Mansuri mengatakan, distribusi beras Bulog tersebut diharapkan dapat menekan harga beras agar tidak terus meroket. Dia membeberkan, kenaikan harga beras mulai merayap sejak Juli lalu. Saat itu, harga beras jenis medium masih dibanderol di kisaran Rp 11.500 ribu per kilogram. Kini, harganya naik di kisaran Rp 14 bahkan 15 ribu per kilogram.

Ikappi menilai, penyebab utama persoalan beras ini adalah persediaan beras yang semakin menurun. Rendahnya stok beras ini bahkan berpotensi menuju kondisi darurat beras nasional. Akibatnya, harga beras di pasaran bergerak liar tak terkendali. ”Kami sudah mengingatkan persoalan beras ini sejak beberapa bulan lalu. Tapi tidak ada respon konkrit dari pemangku kebijakan terkait,” beber Mansuri.

Menurut dia, dengan pasokan beras yang dimilki saat ini, Indonesia tak akan mampu bertahan. Sebab, beberapa hektare pertanian mengalami gagal panen karena dampak dari El Nino. Jika tak ada tambahan pasokan, lanjut dia, ada potensi menuju fase darurat beras secara nasional. ”Kita belum masuk pada fase itu. Namun, potensi itu tetap ada,” ungkapnya.

Mansuri menjelaskan, persoalan beras ini adalah persoalan beruntun yang dimulai sejak tahun lalu. Saat itu, serapan Bulog tidak maksimal, produksi beras menurun, ditambah Pemerintah tidak punya desain pangan yang jelas mengantisipasi ini. ”Untuk solusi jangka pendek, adalah mengguyur beras di pasar agar harganya stabil. Solusi lain adalah pemerintah bersiap menggenjot produksi,” bebernya.

Mansuri menambahkan, pemerintah dalam hal ini Kementan, harus memberikan perhatian khusus kepada daerah sentra produksi beras seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sulawesi Selatan dam Sumatera Selatan. Berikan petani bantuan dengan menggenjot pupuk, modal, dan distribusi.

Menurut dia, hal Ini mestinya disiapkan jauh hari sebelum masuk masa La Nina. Kalau tidak, lanjut dia, persoalan beras ini akan sama seperti minyak goreng. Pemerintah mengantisipasi dengan mengeluarkan minyak goreng kemasan sederhana. “Tapi barangnya hilang di pasaran,” tutupnya.

Pada kesempatan sebelumnya, Pengamat Pertanian Khudori mengatakan bahwa harga beras melonjak karena tambahan stok tidak sebanyak biasanya. Sedangkan permintaan diprediksi bakal tetap stabil bahkan meningkat jelang akhir tahun nanti. ”Mengikuti siklus produksi padi, saat ini hingga akhir September nanti adalah musim panen gadu. Karena produksi lebih rendah dari panen rendeng atau panen raya, harga gabah atau beras akan lebih tinggi. Oktober nanti kita mulai musim paceklik. Biasanya Oktober adalah waktu awal tanam, yang akan dipanen akhir Januari atau awal Februari di musim panen raya,” ujarnya.

Baca Juga :  Pemerintah Warning Distributor Tidak Timbun  Bapok

Penyebab utama potensi mundurnya waktu tanam dan panen karena situasi El Nino. Akibatnya kekeringan sudah mulai terjadi di beberapa daerah. Musim kemarau kering bakal terjadi dari wilayah Sumatra bagian tengah hingga Selatan, lalu seluruh pulau Jawa, disusul Bali hingga Nusa Tenggara Timur dan Barat, juga sebagian Papua.

”Karena ada El Nino, hujan datangnya terlambat alias mundur. Kalau mundur sebulan, musim tanam akan mundur sebulan. Jika mundur dua bulan, musim tanam mundur dua bulan. Artinya musim paceklik akan lebih lama. Sementara Februari ada Pilpres, lanjut Ramadan di Maret yang disusul Idulfitri. Juga Natal dan Tahun Baru 2024. Ini semua butuh konsumsi lebih,” tegas Khudori.

Plt Kepala Badan Pusat Statistik Amalia Adininggar Widyasanti menuturkan, impor beras Januari-Agustus 2023 sebesar 1,59 juta ton. Itu didominasi oleh semi milled atau wholly milled rice dengan share 88,52 persen.

’’Menurut negara asalnya, impor beras terbesar sepanjang Januari-Agustus 2023 berasal dari Thailand. Volumenya mencapai 802 ribu ton atau mencakup 50,36 persen dari total impor beras,’’ jelas dia.

Amalia melanjutkan, setelah Thailand, impor beras posisi kedua berasal dari Vietnam dengan volume 674 ribu ton. Disusul Pakistan dengan volume 45 ribu ton, serta India 66 ribu ton, dan lainnya.

Selain beras, Amalia menyebut perlu ada kewaspadaan pada kondisi harga gula pasir. BPS mencatat, harga gula pasir terpantau konsisten naik pada tiga pekan pertama September 2023.

Di saat yang sama, kapasitas produksi gula nasional tidak banyak berubah dalam beberapa tahun terakhir. ’’Sehingga, sulit mengimbangi kebutuhan konsumsi masyarakat yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun,’’ jelas dia.

Padahal, lanjut Amalia, penambahan areal tanam dan produktivitas tanaman tebu (khususnya perkebunan rakyat) adalah kunci dalam menekan ketergantungan pada gula impor.

Mendagri Tito Karnavian menuturkan, perlu ada diversifikasi pangan. Hal itu sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi kenaikan harga beras yang belum ada tanda-tanda turun.

’’Perlu melakukan gerakan seperti diversifikasi pangan, disamping kita juga lihat stok Bulog dan Bapanas. Di lapangan, di daerah, teman-teman bisa mendorong keberagaman pangan pokok sesuai dengan produksi lokal yang selama ini disukai masyarakat lokal,’’ jelasnya.

Tito mencontohkan dengan masyarakat di wilayah Indonesia Timur yang menyukai sagu sebagai bahan pangan utama. Selain sagu, dia menyebut ada banyak bahan pangan pokok yang digemari masyarakat seperti keladi, talas, ubi jalar, dan lainnya. ’’Kita dorong masyarakat untuk makan makanan sehat seperti itu. Kita juga akan pantau persoalan gula ini nanti kita akan cek betul ini penyebabnya apa, apakah produksi dalam negeri atau importasi,’’ imbuh dia.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Aida S Budiman menjelaskan, bahwa kenaikan harga beras akibat El Nino yang berkepanjangan. Dari proyeksi semula yang selesai di akhir tahun menjadi agak sedikit bergeser sebulan setelah 2024. Di sisi lain, saat ini baru mulai tanam padi.

“Memang untuk September ini kita lihat kenaikannya sudah 4,4 persen. Tapi dia naik karena memang musim tanamnya baru mulai. Yang panen sekarang pun panen gadu (padi yang ditetapkan dipanen pada musim kemarau). Dan memang kita lihat ada el Nino yang sedikit mengalami perpanjangan,” terangnya.

BI terus memantau dan mewaspadai fenomena kenaikan harga beras belakangan ini. Koordinasi dengan mengecek cadangan beras pemerintah juga dilakukan. Dalam rapat koordinasi nasional pengendalian inflasi Agustus lalu, tercatat, cadangan beras nasional mencapai 2 juta ton.

Baca Juga :  Harga Beras Melambung, Pak Wali Serukan Hal ini

Dalam 3 bulan ini (September, Oktober, November) akan dilakukan pembagian bantuan sosial (bansos) ke masyarakat. Sekitar 220 ribu ton beras setiap bulannya. “Itu juga akan membantu pengurangan harga beras. Di GNPIP, kita juga bekerjasama dengan Bulog untuk memastikan operasi pasar SPHP (stabilisasi pasokan dan harga pangan) beras,” ucap Aida.

Meski demikian, Gubernur BI Perry Warjiyo meyakini inflasi akan tetap terkendali dengan kisaran 3 persen hingga akhir tahun ini. Bahkan di akhir 2024, proyeksi inflasi dapat turun ke level 2,8 persen. Pihaknya terus mencermati pemantauan harga komoditas utama di 46 kantor perwakilan BI di Indonesia, termasuk beras.

“Masalah beras sudah berkali-kali dikoordinasikan. Presiden mempercepat bantuan sosial dalam bentuk beras,” ujarnya.

Stok beras nasional saat ini, lanjut dia, dapat memenuhi untuk kebutuhan tiga bulan ke depan, bahkan juga sampai triwulan I 2024. Dengan demikian, harapannya inflasi pangan dapat terkendali. Koordinasi BI dalam tim pengendalian inflasi pusat dan daerah melalui GNPIP terus dilakukan. Termasuk terus memperbarui informasi dan menganalisa dampak pengaruh El Nino yang berkepanjangan.

“BI akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan mempererat sinergi dengan pemerintah (pusat dan daerah) dalam TPIP dan TPID dalam mengendalikan inflasi” tegasnya.

  Bukan hanya harga besar yang mencekik, harga gula pun sudah merangkak naik. Dalam dua pekan terakhir, harga gula tembus Rp 15 ribu per Kg di banyak wilayah.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran mengungkapkan, harga gula telah terpantau naik diatas harga acuan penjualan ditingkat konsumen yang ditetapkan oleh Badan Pangan Nasional yang sebesar Rp 14.500 -15.500 tergantung wilayahnya. Harga gula rata-rata sudah naik sebesar 500 rupiah per kilogram di tingkat konsumen.

Kenaikan harga gula di Indonesia ini, kata dia, disebabkan oleh beberapa faktor. Mulai dari kenaikan harga gula dunia, kenaikan biaya produksi terkait pupuk dan tenaga kerja, hingga kekhawatiran dampak El Nino pada panen tebu tahun 2023-2024.

Kenaikan harga gula dunia tentu berimbas ke harga dalam mengeri. Mengingat, Indonesia sendiri masih banyak bergantung pada impor untuk pasokan gulanya. Sementara, harga gula di pasaran internasional sudah meningkat dalam dua bulan terakhir akibat penurunan produksi di beberapa negara produsen utama. Seperti India, Thailand dan Brazil.

Pada tahun 2023 ini, kata dia, kebutuhan gula dalam negeri diperkirakan sebanyak 6 juta ton. Sedangkan produksi dalam negeri hanya mampu mensuplai sebanyak 2,2 juta ton saja. Produksi dalam negeri ini juga cenderung berkurang seiring dengan penurunan luas lahan tebu di Indonesia.

Walhasil, pemenuhan kebutuhan dilakukan melalui pengadaan dari luar negeri. “Dan ketergantungan pada impor ini terus meningkat sejak tahun 2014,” ungkapnya.

Kemudian, kekhawatiran atas El Nino yang dapat mempengaruhi panen tebu di tahun 2023-2024 turut membuat pasar merespon cepat. Salah satunya dengan peningkatan harga sejak dini.

Badan Pangan Nasional juga telah meningkatkan harga pembelian di tingkat petani sebesar 100 rupiah menjadi Rp 12.500 per kilogram merespon kenaikan harga gula internasional. Namun kenaikan harga di tingkat konsumen tetap tak terhindarkan.

Menurutnya, untuk mengatasi kondisi ini Pemerintah sebaiknya melakukan diversifikasi sumber impor gula. Saat ini sebagian besar impor gula Indonesia berasal dari Thailand, India, dan Brazil, yang mana juga tengah sedang mengalami penurunan  produksi.

“Diversifikasi sumber impor dapat menyasar negara-negara penghasil gula lainnya seperti Mexico, Pakistan, Amerika Serikat, Columbia, Guatemala, dan Filipina. Diversifikasi ini dapat menjadi solusi ketika negara sumber impor utama mengalami penurunan produksi,” paparnya.

Selain itu, lanjut dia, Pemerintah tetap harus mengamankan pasokan gula dalam negerinya dengan meningkatkan produksi.  Termasuk dengan produktivitas yang lebih baik melalui penggunaan teknologi modern, penggunaan benih tebu berjenjang, serta penataan varietas. (dee/agf/han/mia)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya