JAKARTA-Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Prof. Enny Nurbaningsih mengumumkan secara resmi pembentukan Majelis Kehormatan MK (MKMK) permanen.
“Saya ingin menyampaikan bahwa sesuai dengan amanat pasal 27A Undang-undang MK, pembentukan MKMK itu memang sejatinya adalah pembentukan MKMK yang permanen,” kata Prof. Enny Nurbaningsih dalam sesi Konferensi Pers Pembentukan Majelis Kehormatan MK, di Jakarta pada Rabu (20/12).
MK mengatakan bahwa penunjukkan anggota MKMK permanen merupakan hasil Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) yang disepakati secara aklamasi.
“Keanggotaan MKMK ini telah disepakati secara aklamasi oleh seluruh hakim. Bahwa anggotanya adalah; Prof. Dr. Yuliandri beliau adalah mantan Rektor Universitas Andalas Padang, kedua Dr I Dewa Gede Palguna beliau mewakili tokoh masyarakat,” ungkapnya.
“Dan satu diambil dari hakim aktif sesuai dengan ketentuan undang-undang adalah hakim yang baru dilantik, yaitu Dr H Ridwan Mansyur,” bebernya.
Ketiga anggota MKMK yang disepakati tersebut berasal dari beragam perwakilan unsur seperti hakim konstitusi, tokoh masyarakat dan juga akademisi berlatar belakang bidang hukum.
MK juga menyebutkan bahwa ketiganya akan segera dilantik pada 8 Januari 2024 oleh Ketua MK Suhartoyo yang beberapa waktu lalu baru saja dilantik.
Mereka rencananya akan bertugas sebagai Majelis Kehormatan MK untuk satu tahun masa jabatan.
“Kemarin itu kami sedang menunggu juga sebetulnya apa perubahan yang akan terjadi pada Undang-undang MK, khususnya terkait dengan komposisi MKMK,” ungkapnya.
Dalam tugasnya, MKMK permanen berwenang untuk menegakkan kode etik dan pedoman perilaku hakim sebagaimana tertuang dalam amanat pasal 27A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2023 tentang Mahkamah Konstitusi dan Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.
“Kewenangannya pasti tetap yang ada di dalam Undang-undang (UU) yang kemudian ditindaklanjuti dalam PMK,” terangnya.
Berdasarkan PMK 1/2023, MKMK berwenang menjaga keluhuran martabat dan kehormatan MK.
Selain itu MKMK permanen juga berwenang memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi paling lama 30 hari kerja sejak laporan dicatat. (*)
Sumber: Jawapos