Thursday, April 25, 2024
28.7 C
Jayapura

Warga Khawatir Lahan Diambil IKN

Hamdam: Masyarakat Sepaku Bisa Diajak Negosiasi

PENAJAM-Kekhawatiran tersebut disampaikan Hasanuddin, salah satu warga Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku, PPU, yang masuk kawasan IKN, kepada reporter sebuah stasiun televisi nasional yang datang ke tempat itu, kemarin. Hasanuddin menyampaikan kekhawatirannya itu di depan Pelaksana Tugas (Plt) Bupati PPU Hamdam yang menyertai reporter TV.

“Sejauh ini diketahui belum ada negosiasi langsung dari pemerintah kepada kami sebagai masyarakat di wilayah IKN ini, sehingga kami merasa khawatir tentang keberadaan kami saat ini,” kata Hasanuddin.

Dia mengatakan bahwa dirinya bersama warga lainnya sebagian besar telah puluhan tahun menetap di daerah itu. Hal itu dibuktikan dengan adanya pemakaman orang-orang terdahulu mereka di wilayah ini. Selain itu, masyarakat di wilayah ini sebagian besar telah memiliki bukti kepemilikan lahan berupa sertifikat tanah, segel ataupun bentuk lainnya.

Hasanuddin berharap jika tempat tinggal mereka nantinya terdampak pembangunan IKN, ia minta ada solusi terbaik bagi masyarakat. Paling tidak, kata dia, ada ganti untung bagi warga sekitar yang sebagian besar berprofesi sebagai petani tersebut.

“Ketika lahan dan bangunan kami diambil, ke mana lagi kami akan tinggal dan mencari penghidupan sehari-hari. Untuk itu, kami bersama warga lainnya telah sepakat mengumpulkan surat-surat kepemilikan lahan kami masing-masing dan segera menyurati presiden terkait ini,” katanya.

Baca Juga :  Mahfud Tegaskan Komitmen Berantas Mafia Tanah

ia menambahkan, jika harus memilih mendapat ganti untung yang besar atau tetap berdomisili di wilayah itu Hasanuddin mengaku ingin tetap berdomisili di wilayah itu. Sebab, menurut dia, hadirnya IKN yang saat ini berada di wilayahnya merupakan satu anugerah terbesar dalam hidupnya. “Kami juga kepingin hidup dan tinggal berdampingan dengan IKN. Dekat dengan istana negara yang merupakan tempat keberadaan presiden,” ucapnya semangat.

Sementara itu, Plt Bupati PPU Hamdam mengatakan bahwa apresiasi masyarakat PPU terkait otorita saat ini memang beragam. Namun, dapat dipahami bahwa sesungguhnya keinginan masyarakat Sepaku, PPU sebagian besar ingin tetap berdomisili di Sepaku sebagai wilayah IKN yang baru. Berbagai alasan untuk tetap berada di IKN itu, lanjut Hamdam, dengan alasan yang memang patut diperhitungkan oleh pemerintah otorita. Mata pencaharian mereka selama ini memang berada di tempat itu. “Saya yakinkan bahwa sesungguhnya warga Sepaku ini bisa diajak negosiasi untuk menentukan mana yang terbaik untuk mereka,” kata Hamdam.

Saat warga khawatir, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Balai Penegakan Hukum Wilayah Kalimantan, Balai Pemanfaatan Kawasan Hutan Wilayah IV Samarinda, Pemerintah Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara (PPU) turun lapangan.

Baca Juga :  CPNS Rame-Rame Mundur, Diduga Diterima Bekerja di Swasta

“Sejak kemarin, kami turun menemui masyarakat. Ini bukti keseriusan pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam menyikapi persoalan pemasangan patok papan informasi di atas lahan masyarakat bersertifikat namun juga masuk dalam kawasan hutan,” kata Sekretaris Camat (Sekcam) Sepaku, PPU Adi Kustaman, Jumat (18/3).

Mereka datang ke lokasi untuk mendata identifikasi bukti kepemilikan, seperti sertifikat atau segel, termasuk penguasaan fisik di lapangan, sehingga dilakukan peninjauan ke lapangan langsung. “Turut serta dalam peninjauan lapangan ini ketua RT, tokoh adat, serta para pemilik lahan. Kegiatan ini direncanakan dilakukan selama dua hari,” tambahnya.

Turun ke lapangan itu, kata Adi Kustaman, menindaklanjuti pertemuan di kantor Kecamatan Sepaku yang membahas persoalan pemasangan plang tersebut, pekan lalu.  “Kami intens komunikasi dengan pihak-pihak terkait di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, karena kami sadari bahwa terjadi keresahan di masyarakat atas patok-patok tersebut. Kami berpesan dan mengimbau kepada masyarakat untuk dapat membantu petugas memberikan fotokopi bukti kepemilikan atau alas hak serta menunjukkan batas-batas kepemilikan atau pemanfaatan lahan yang digarap,” jelasnya. (far/k16/JPG)

Hamdam: Masyarakat Sepaku Bisa Diajak Negosiasi

PENAJAM-Kekhawatiran tersebut disampaikan Hasanuddin, salah satu warga Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku, PPU, yang masuk kawasan IKN, kepada reporter sebuah stasiun televisi nasional yang datang ke tempat itu, kemarin. Hasanuddin menyampaikan kekhawatirannya itu di depan Pelaksana Tugas (Plt) Bupati PPU Hamdam yang menyertai reporter TV.

“Sejauh ini diketahui belum ada negosiasi langsung dari pemerintah kepada kami sebagai masyarakat di wilayah IKN ini, sehingga kami merasa khawatir tentang keberadaan kami saat ini,” kata Hasanuddin.

Dia mengatakan bahwa dirinya bersama warga lainnya sebagian besar telah puluhan tahun menetap di daerah itu. Hal itu dibuktikan dengan adanya pemakaman orang-orang terdahulu mereka di wilayah ini. Selain itu, masyarakat di wilayah ini sebagian besar telah memiliki bukti kepemilikan lahan berupa sertifikat tanah, segel ataupun bentuk lainnya.

Hasanuddin berharap jika tempat tinggal mereka nantinya terdampak pembangunan IKN, ia minta ada solusi terbaik bagi masyarakat. Paling tidak, kata dia, ada ganti untung bagi warga sekitar yang sebagian besar berprofesi sebagai petani tersebut.

“Ketika lahan dan bangunan kami diambil, ke mana lagi kami akan tinggal dan mencari penghidupan sehari-hari. Untuk itu, kami bersama warga lainnya telah sepakat mengumpulkan surat-surat kepemilikan lahan kami masing-masing dan segera menyurati presiden terkait ini,” katanya.

Baca Juga :  Singgung Tambahan Kuota Haji, Antrian Diperkirakan Bisa Berangkat Lebih Cepat

ia menambahkan, jika harus memilih mendapat ganti untung yang besar atau tetap berdomisili di wilayah itu Hasanuddin mengaku ingin tetap berdomisili di wilayah itu. Sebab, menurut dia, hadirnya IKN yang saat ini berada di wilayahnya merupakan satu anugerah terbesar dalam hidupnya. “Kami juga kepingin hidup dan tinggal berdampingan dengan IKN. Dekat dengan istana negara yang merupakan tempat keberadaan presiden,” ucapnya semangat.

Sementara itu, Plt Bupati PPU Hamdam mengatakan bahwa apresiasi masyarakat PPU terkait otorita saat ini memang beragam. Namun, dapat dipahami bahwa sesungguhnya keinginan masyarakat Sepaku, PPU sebagian besar ingin tetap berdomisili di Sepaku sebagai wilayah IKN yang baru. Berbagai alasan untuk tetap berada di IKN itu, lanjut Hamdam, dengan alasan yang memang patut diperhitungkan oleh pemerintah otorita. Mata pencaharian mereka selama ini memang berada di tempat itu. “Saya yakinkan bahwa sesungguhnya warga Sepaku ini bisa diajak negosiasi untuk menentukan mana yang terbaik untuk mereka,” kata Hamdam.

Saat warga khawatir, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Balai Penegakan Hukum Wilayah Kalimantan, Balai Pemanfaatan Kawasan Hutan Wilayah IV Samarinda, Pemerintah Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara (PPU) turun lapangan.

Baca Juga :  Calon Dubes dan Konjen RI Siap Tarik Investor Hilirisasi Freeport

“Sejak kemarin, kami turun menemui masyarakat. Ini bukti keseriusan pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam menyikapi persoalan pemasangan patok papan informasi di atas lahan masyarakat bersertifikat namun juga masuk dalam kawasan hutan,” kata Sekretaris Camat (Sekcam) Sepaku, PPU Adi Kustaman, Jumat (18/3).

Mereka datang ke lokasi untuk mendata identifikasi bukti kepemilikan, seperti sertifikat atau segel, termasuk penguasaan fisik di lapangan, sehingga dilakukan peninjauan ke lapangan langsung. “Turut serta dalam peninjauan lapangan ini ketua RT, tokoh adat, serta para pemilik lahan. Kegiatan ini direncanakan dilakukan selama dua hari,” tambahnya.

Turun ke lapangan itu, kata Adi Kustaman, menindaklanjuti pertemuan di kantor Kecamatan Sepaku yang membahas persoalan pemasangan plang tersebut, pekan lalu.  “Kami intens komunikasi dengan pihak-pihak terkait di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, karena kami sadari bahwa terjadi keresahan di masyarakat atas patok-patok tersebut. Kami berpesan dan mengimbau kepada masyarakat untuk dapat membantu petugas memberikan fotokopi bukti kepemilikan atau alas hak serta menunjukkan batas-batas kepemilikan atau pemanfaatan lahan yang digarap,” jelasnya. (far/k16/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya