Friday, March 29, 2024
26.7 C
Jayapura

Pengusaha Ingin Kebijakan Migor Konsisten

JAKARTA – Harga sejumlah merek minyak goreng (migor) sawit kemasan meningkat usai pemerintah mencabut kebijakan harga eceran tertinggi (HET). Meskpun demikian, dari pantauan Jawa Pos kemarin (18/3), stok migor kemasan di sejumlah toko dan minimarket tidak banyak.

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga menyatakan, keputusan pemerintah mencabut HET migor kemasan menjadi jalan tercepat atasi masalah kelangkaan di pasar. Apalagi, mendekati Ramadan dan permintaan bakal naik. Sehingga, pasokan segera tersedia di pasar modern maupun tradisional.“Pengusaha inginnya kebijakan minyak goreng konsisten dan predictable. Kalau kebanyakan berubah bisa kacau,” katanya, kemarin (18/3).

Tiga bulan di tahun ini, pemerintah telah mengeluarkan tiga kebijakan tentang harga minyak goreng sawit. Pertama, pada pertengahan Januari, dikeluarkan aturan satu harga. Yakni, Rp 14 ribu per liter . Februari, diganti dengan HET. Dimana, harga eceran tertinggi migor curah Rp 11.500 per liter, HET migor kemasan sederhan Rp 13.500 per liter,dan kemasan premium, Rp 14 ribu. Terbaru, adalah melepas harga sesuai mekanisme pasar. Pemerintah hanya mengatur HET minyak curah, Rp 14 ribu per liter.

Baca Juga :  Benarkan Wamenkumham Eddy Hiariej Jadi Tersangka Kasus Dugaan Penerimaan Suap

Menurut Sahat, kini masyarakat menengah atas tak perlu lagi membeli minyak goreng yang diatur dengan HET. Sebab, mereka mampu. Sedangkan, warga menengah bawah dapat membeli migor curah sesuai HET.

Di sisi lain, Sahat berharap pihak Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) bisa mengganti kelebihan biaya produksi pengusaha yang memproduksi minyak goreng bersubsidi dengan cepat. “Kalau tidak cepat diganti, produsen jadi kekurangan modal kerja,”  ucapnya.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menambahkan, dicabutnya kebijakan HET migor kemasan membuat harga dipasaran langsung terkerek. “Kenaikannya akan lebih liar lagi saat menjelang Ramadan,” katanya.

Karena selama periode tersebut permintaannya bisa naik sampai 20 persen dari bulan-bulan lainnya. Bahkan, ketika momen lebaran bisa mencapai 40 persen kenaikannya. Bhima memperkirakan, harga migor kemasan berada di kisaran Rp 30 ribu sampai Rp 35 ribu per liter jelang lebaran di Jabodetabek.

Baca Juga :  Mahfud MD Jabat Plt Menteri PANRB Hingga Diangkatnya Menteri Definitif

Untuk migor curah, dia khawatir akan adanya penimbunan. Juga rentan untuk dioplos minyak jelantah lantaran permintaan naik. “Nanti minyak goreng kemasan ada, tapi harganya mahal. Minyak minyak goreng curah tidak ada tapi disubsidi,” ujarnya. (han/dio/JPG)

JAKARTA – Harga sejumlah merek minyak goreng (migor) sawit kemasan meningkat usai pemerintah mencabut kebijakan harga eceran tertinggi (HET). Meskpun demikian, dari pantauan Jawa Pos kemarin (18/3), stok migor kemasan di sejumlah toko dan minimarket tidak banyak.

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga menyatakan, keputusan pemerintah mencabut HET migor kemasan menjadi jalan tercepat atasi masalah kelangkaan di pasar. Apalagi, mendekati Ramadan dan permintaan bakal naik. Sehingga, pasokan segera tersedia di pasar modern maupun tradisional.“Pengusaha inginnya kebijakan minyak goreng konsisten dan predictable. Kalau kebanyakan berubah bisa kacau,” katanya, kemarin (18/3).

Tiga bulan di tahun ini, pemerintah telah mengeluarkan tiga kebijakan tentang harga minyak goreng sawit. Pertama, pada pertengahan Januari, dikeluarkan aturan satu harga. Yakni, Rp 14 ribu per liter . Februari, diganti dengan HET. Dimana, harga eceran tertinggi migor curah Rp 11.500 per liter, HET migor kemasan sederhan Rp 13.500 per liter,dan kemasan premium, Rp 14 ribu. Terbaru, adalah melepas harga sesuai mekanisme pasar. Pemerintah hanya mengatur HET minyak curah, Rp 14 ribu per liter.

Baca Juga :  Harga Minyak Turun, Subsidi Tetap Tinggi

Menurut Sahat, kini masyarakat menengah atas tak perlu lagi membeli minyak goreng yang diatur dengan HET. Sebab, mereka mampu. Sedangkan, warga menengah bawah dapat membeli migor curah sesuai HET.

Di sisi lain, Sahat berharap pihak Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) bisa mengganti kelebihan biaya produksi pengusaha yang memproduksi minyak goreng bersubsidi dengan cepat. “Kalau tidak cepat diganti, produsen jadi kekurangan modal kerja,”  ucapnya.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menambahkan, dicabutnya kebijakan HET migor kemasan membuat harga dipasaran langsung terkerek. “Kenaikannya akan lebih liar lagi saat menjelang Ramadan,” katanya.

Karena selama periode tersebut permintaannya bisa naik sampai 20 persen dari bulan-bulan lainnya. Bahkan, ketika momen lebaran bisa mencapai 40 persen kenaikannya. Bhima memperkirakan, harga migor kemasan berada di kisaran Rp 30 ribu sampai Rp 35 ribu per liter jelang lebaran di Jabodetabek.

Baca Juga :  Kontrak Pemenuhan Domestik, Opsi Solusi Persoalan Minyak Goreng

Untuk migor curah, dia khawatir akan adanya penimbunan. Juga rentan untuk dioplos minyak jelantah lantaran permintaan naik. “Nanti minyak goreng kemasan ada, tapi harganya mahal. Minyak minyak goreng curah tidak ada tapi disubsidi,” ujarnya. (han/dio/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya