Pasal tersebut menegaskan bahwa pengisian jabatan ASN yang berasal dari prajurit TNI dan personel Polri dilaksanakan sebagaimana aturan UU TNI dan UU Polri. ”Jadi terkait prajurit TNI, kehadiran UU nomor 20 tahun 2023 justru seharusnya dimaknai sebagai upaya meminimalisir dan menepis potensi kembalinya dwifungsi TNI,” imbuhnya. Sepanjang belum ada perubahan, ketentuan pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) pada UU TNI wajib menjadi acuan.
Karena itu, Fahmi menyatakan bahwa aturan pelaksanaan dari UU ASN, termasuk penyusunan RPP ASN, mestinya harus mengacu pada aturan dalam pasal 47 UU TNI. ”Bukan justru mengatur hal-hal yang tidak selaras dengan semangat UU tersebut atau bahkan memayungi praktik-praktik yang selama ini berada di luar ketentuan UU,” kata dia. Khusus untuk Polri, Fahmi menilai penempatan personel Polri dalam jabatan sipil harus dievaluasi.
Fahmi tidak menyangkal, sesuai UU Polri sudah dinyatakan sebagai perangkat sipil negara dan tunduk pada hukum sipil. Namun, mereka punya tugas dan fungsi yang sudah jelas dalam rangka melindungi masyarakat, memelihara keamanan, dan ketertiban umum serta menegakkan hukum. ”Jangan sampai kita sibuk mengantisipasi kekhawatiran kembalinya dwifungsi TNI, tapi malah menghadirkan multifungsi Polri yang justru lebih mengkhawatirkan,” imbuhnya. (mia/syn)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos