Friday, September 20, 2024
33.7 C
Jayapura

Jabatan ASN Bisa Diisi TNI/Polri

Sementara itu, mengenai digitalisasi manajemen ASN, Anas mengaku bahwa, Pemerintah tengah mempercepat pembangunan platform digital manajemen ASN. Platform Digital Manajemen ASN diselenggarakan dengan mengacu pada arsitektur Platform Digital Manajemen ASN dengan memuat seluruh data Manajemen ASN.

Sebagai informasi, Platform Digital Manajemen ASN merupakan platform kolaborasi berbasis digital bagi ASN untuk memperoleh layanan digital yang mendukung manajemen ASN. Ini adalah bagian dari ekosistem digital yang terintegrasi secara nasional. ā€Semua instansi pemerintah wajib menggunakan Platform Digital Manajemen ASN,ā€ tegasnya.

Anas juga membahas mengenai kinerja ASN. Menurutnya, yang jadi permasalahan saat ini adalah kinerja pegawai yang belum sepenuhnya mencerminkan kinerja organisasi. Oleh karena itu, ke depan pengelolaan kinerja dilaksanakan untuk memastikan pencapaian tujuan organisasi. Saat ini pihaknya tengah mendesain keselarasan antar keduanya sehingga bisa berjalan keduanya.

Menurut Pemerhati isu-isu militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES) Khairul Fahmi, secara normatif dwifungsi sudah dihapus seiring dengan reformasi dan lahirnya Undang-Undang (UU) TNI. Namun demikian, dia tidak menampik pelibatan TNI di ranah sipil. ā€Ada sejumlah urusan pemerintahan yang ternyata masih memerlukan kehadiran prajurit aktif, dengan berbagai urgensi,ā€ ungkap dia, kemarin.

Baca Juga :  Adopsi Empat Balita Asal Papua, Berharap Berguna Bagi Nusa dan Bangsa

Keterangan itu disampaikan oleh Fahmi sejalan dengan RPP ASN yang bakal segera rampung. Dalam aturan itu, prajurit TNI dan personel Polri bisa ditugaskan mengisi jabatan ASN. Pun sebaliknya. Dia menyebut, dalam UU TNI, pelibatan prajurit aktif untuk mengisi jabatan sipil sudah diatur dalam pasal 47. Pasal itu secara tegas memberi batasan berkenaan dengan penempatan TNI pada jabatan sipil.

Fahmi menyatakan bahwa dalam ayat (1) pasal 47 UU TNI disebutkan bahwa prajurit aktif tidak boleh memegang jabatan sipil kecuali mengundurkan diri atau pensiun. Kemudian ayat (2) pasal yang sama memberikan afirmasi. ā€Ada sejumlah kementerian dan lembaga yang dibolehkan untuk diisi prajurit aktif. Terutama karena urusan dan atau kewenangannya dinilai berkaitan, beririsan, atau membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif,ā€Ā  bebernya.

Baca Juga :  LPPOM MUI: Produk Bersertifikat Halal Tetap Halal untuk Dikonsumsi

Ayat itu, lanjut Fahmi, merinci secara jelas kementerian dan lembaga yang boleh diisi prajurit TNI. ā€Sayangnya alih-alih dibatasi, terutama dalam satu dekade terakhir, sejumlah prajurit diketahui telah menduduki berbagai jabatan yang ternyata tidak atau belum diatur dalam UU 34 tahun 2004 tentang TNI,ā€ sesalnya. Bahkan ada prajurit aktif yang mengisi jabatan sipil padahal jabatan itu tidak beririsan atau berkaitan dengan tugas dan fungsi TNI.

Dalam praktik tersebut, Fahmi melihat sebagian besar permintaan prajurit aktif untuk mengisi jabatan sipil berasal dari menteri dan pimpinan lembaga. Permintaan itu kemudian disetujui oleh pimpinan TNI. Beberapa permintaan datang dengan alasan memadai. Namun banyak juga yang datang dengan alasan yang kurang relevan dan tidak memiliki urgensi. ā€Hal itulah yang menurut saya kemudian melatar belakangi hadirnya Pasal 19 ayat (3) UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN,ā€ imbuhnya.

Sementara itu, mengenai digitalisasi manajemen ASN, Anas mengaku bahwa, Pemerintah tengah mempercepat pembangunan platform digital manajemen ASN. Platform Digital Manajemen ASN diselenggarakan dengan mengacu pada arsitektur Platform Digital Manajemen ASN dengan memuat seluruh data Manajemen ASN.

Sebagai informasi, Platform Digital Manajemen ASN merupakan platform kolaborasi berbasis digital bagi ASN untuk memperoleh layanan digital yang mendukung manajemen ASN. Ini adalah bagian dari ekosistem digital yang terintegrasi secara nasional. ā€Semua instansi pemerintah wajib menggunakan Platform Digital Manajemen ASN,ā€ tegasnya.

Anas juga membahas mengenai kinerja ASN. Menurutnya, yang jadi permasalahan saat ini adalah kinerja pegawai yang belum sepenuhnya mencerminkan kinerja organisasi. Oleh karena itu, ke depan pengelolaan kinerja dilaksanakan untuk memastikan pencapaian tujuan organisasi. Saat ini pihaknya tengah mendesain keselarasan antar keduanya sehingga bisa berjalan keduanya.

Menurut Pemerhati isu-isu militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES) Khairul Fahmi, secara normatif dwifungsi sudah dihapus seiring dengan reformasi dan lahirnya Undang-Undang (UU) TNI. Namun demikian, dia tidak menampik pelibatan TNI di ranah sipil. ā€Ada sejumlah urusan pemerintahan yang ternyata masih memerlukan kehadiran prajurit aktif, dengan berbagai urgensi,ā€ ungkap dia, kemarin.

Baca Juga :  LPPOM MUI: Produk Bersertifikat Halal Tetap Halal untuk Dikonsumsi

Keterangan itu disampaikan oleh Fahmi sejalan dengan RPP ASN yang bakal segera rampung. Dalam aturan itu, prajurit TNI dan personel Polri bisa ditugaskan mengisi jabatan ASN. Pun sebaliknya. Dia menyebut, dalam UU TNI, pelibatan prajurit aktif untuk mengisi jabatan sipil sudah diatur dalam pasal 47. Pasal itu secara tegas memberi batasan berkenaan dengan penempatan TNI pada jabatan sipil.

Fahmi menyatakan bahwa dalam ayat (1) pasal 47 UU TNI disebutkan bahwa prajurit aktif tidak boleh memegang jabatan sipil kecuali mengundurkan diri atau pensiun. Kemudian ayat (2) pasal yang sama memberikan afirmasi. ā€Ada sejumlah kementerian dan lembaga yang dibolehkan untuk diisi prajurit aktif. Terutama karena urusan dan atau kewenangannya dinilai berkaitan, beririsan, atau membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif,ā€Ā  bebernya.

Baca Juga :  Gaji dan Insentif Pegawai yang Tak BertugasĀ  Bakal Ditahan

Ayat itu, lanjut Fahmi, merinci secara jelas kementerian dan lembaga yang boleh diisi prajurit TNI. ā€Sayangnya alih-alih dibatasi, terutama dalam satu dekade terakhir, sejumlah prajurit diketahui telah menduduki berbagai jabatan yang ternyata tidak atau belum diatur dalam UU 34 tahun 2004 tentang TNI,ā€ sesalnya. Bahkan ada prajurit aktif yang mengisi jabatan sipil padahal jabatan itu tidak beririsan atau berkaitan dengan tugas dan fungsi TNI.

Dalam praktik tersebut, Fahmi melihat sebagian besar permintaan prajurit aktif untuk mengisi jabatan sipil berasal dari menteri dan pimpinan lembaga. Permintaan itu kemudian disetujui oleh pimpinan TNI. Beberapa permintaan datang dengan alasan memadai. Namun banyak juga yang datang dengan alasan yang kurang relevan dan tidak memiliki urgensi. ā€Hal itulah yang menurut saya kemudian melatar belakangi hadirnya Pasal 19 ayat (3) UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN,ā€ imbuhnya.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya