Saturday, April 27, 2024
28.7 C
Jayapura

Harga Minyak Turun, Subsidi Tetap Tinggi

Masyarakat Bisa Usul untuk Dapat Bansos

JAKARTA – Pemerintah akhirnya mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi Sabtu (3/9) kemarin. Presiden Joko Widodo menyebut itu adalah opsi terakhir yang diambil sebagai solusi subsidi BBM dari APBN yang terus membengkak, tapi tidak tepat sasaran.

Kenaikan harga BBM bersubsidi bervariasi. Pertalite yang semula Rp 7.650 menjadi Rp 10.000 per liter. Solar subsidi dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800 per liter. Kemudian, pertamax dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter.

Kenaikan harga tersebut diumumkan pukul 13.30 WIB dan berlaku satu jam setelahnya. Itu merupakan kali pertama mekanisme penetapan harga berlaku sejak satu jam setelah diumumkan. Biasanya harga baru BBM berlaku per pukul 00.00 WIB.

Menurut Jokowi, pemerintah telah berupaya untuk melindungi rakyat dari gejolak harga minyak dunia. ”Saya sebetulnya ingin harga BBM di dalam negeri tetap terjangkau dengan memberikan subsidi dari APBN,” tuturnya.

Dia menjelaskan, anggaran subsidi dan kompensasi BBM 2022 telah meningkat tiga kali lipat. Semula dianggarkan Rp 152,5 triliun, melonjak menjadi Rp 502,4 triliun. Jumlah itu diprediksi tetap merangkak naik. Penyebabnya, subsidi tidak tepat sasaran. Justru lebih banyak masyarakat mampu yang menggunakan pertalite. ”Lebih dari 70 persen subsidi justru dinikmati kelompok masyarakat yang mampu, yaitu pemilik mobil-mobil pribadi,” ujarnya.

Presiden melanjutkan, subsidi untuk BBM akan dialokasikan sebagai bantuan sosial lain. Cara itu diharapkan akan lebih tepat sasaran. ”Bantuan langsung tunai (BLT) BBM Rp 12,4 triliun diberikan kepada 20,65 juta keluarga yang kurang mampu sebesar Rp 150.000 per bulan dan mulai dicairkan pada September selama empat bulan,” ungkapnya. Bantuan lain yang disiapkan adalah untuk pekerja dengan gaji maksimum Rp 3,5 juta per bulan. Jumlahnya 16 juta pekerja.

Mantan gubernur DKI Jakarta itu juga meminta pemerintah daerah menggunakan 2 persen dana transfer umum untuk bantuan angkutan umum, ojek online, serta nelayan. Total dana yang ada sebesar Rp 2,17 triliun. ”Subsidi harus lebih menguntungkan masyarakat yang kurang mampu,” tegasnya.

Baca Juga :  Mahfud MD Tegaskan Terorisme Tidak Selalu Bermotif Agama Tertentu

Kenaikan harga BBM tersebut memicu banyak pertanyaan dari masyarakat karena dilakukan saat harga minyak dunia turun. ”Masyarakat saat ini bertanya karena harga minyak dalam sebulan terakhir agak mengalami penurunan,” kata Menkeu Sri Mulyani Indrawati.

Dia memastikan, pihaknya akan terus menghitung sesuai dinamika yang terjadi. Dengan hitungan Indonesian crude price (ICP) yang turun ke USD 90 sekalipun, subsidi masih tetap tinggi. Sebelumnya, rerata harga minyak dunia sejak awal tahun masih ada di level USD 97 per barel. ”Dengan perhitungan ini, angka kenaikan subsidi yang waktu itu disampaikan di media dari Rp 502 triliun tetap akan naik. Tidak menjadi Rp 698 triliun, tapi Rp 653 triliun,’’ jelasnya.

Apabila rata-rata harga minyak USD 85 per barel, tambahan subsidi akan menjadi Rp 640 triliun. ”Perkembangan ICP harus dan akan kita monitor karena suasana geopolitik dan proyeksi ekonomi dunia masih dinamis. Kami akan terus mengalokasikan subsidi bagi masyarakat,” jelasnya.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Sosial Tri Rismaharini menyampaikan, di antara 20,65 juta keluarga penerima manfaat, sejauh ini data yang sudah fix dan diserahkan ke PT Pos Indonesia sebanyak 18.486.756 penerima manfaat BLT BBM. Sisanya perlu didata lagi. ”Dalam perjalanan, warga bisa mengusulkan dirinya sendiri,” katanya.

Risma menuturkan, Kemensos memiliki situs Usulsanggah yang merupakan wadah bagi warga yang merasa memerlukan bantuan sosial, tapi tidak terdaftar. Setelah masyarakat usul, tim Kemensos akan memverifikasi.

Terpisah, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, langkah pemerintah menaikkan harga BBM dilakukan di waktu yang tidak tepat, terutama untuk pertalite. ”Masyarakat jelas belum siap menghadapi kenaikan harga pertalite menjadi Rp 10.000 per liter. Dampaknya, Indonesia bisa terancam stagflasi, yakni naiknya inflasi yang signifikan tidak dibarengi dengan kesempatan kerja,” ujarnya.

Baca Juga :  Komisi II Terbuka Masukan MRP Terkait Tiga RUU DOB Papua

Dampak kenaikan harga BBM, kata dia, tidak hanya berkorelasi pada biaya transportasi pribadi yang naik. Tapi juga berdampak pada hampir seluruh sektor. Misalnya, harga pengiriman bahan pangan akan naik, pada saat bersamaan pelaku sektor pertanian mengeluhkan biaya input produksi yang mahal, terutama pupuk.

Inflasi bahan makanan masih tercatat tinggi pada Agustus, yakni 8,55 persen year-on-year. Jumlah itu diyakini bakal makin tinggi. ”Diperkirakan, inflasi pangan kembali menyentuh double digit atau di atas 10 persen per tahun pada September ini,” imbuhnya. Sementara itu, inflasi umum diperkirakan menembus di level 7–7,5 persen hingga akhir tahun dan memicu kenaikan suku bunga secara agresif.

Di sisi lain, bansos yang hanya melindungi orang miskin dalam waktu empat bulan tidak akan cukup untuk mengompensasi efek kenaikan harga BBM. Misalnya, ada kelas menengah rentan yang sebelumnya sanggup membeli pertalite. Dengan kenaikan harga pertalite menjadi Rp 10.000 per liter, mereka berpotensi turun kelas ke kategori orang miskin. ”Data orang rentan miskin ini sangat mungkin tidak ter-cover dalam BLT BBM karena ada penambahan orang miskin pasca kebijakan BBM subsidi naik. Pemerintah perlu mempersiapkan efek berantai naiknya jumlah orang miskin baru dalam waktu dekat,’’ tuturnya.

Dari organisasi serikat buruh, Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, daya beli yang sudah lemah akan semakin lemah karena inflasi diprediksi naik 6–8 persen. ”Harga kebutuhan pokok akan meroket,” kata Said. Padahal, di sisi lain, upah buruh tidak mengalami kenaikan signifikan dalam tiga tahun terakhir.

Serikat buruh berencana melakukan aksi penolakan secara besar-besaran pada 6 September 2022. Di Jakarta, aksi akan dipusatkan di DPR RI. Mereka akan meminta pimpinan DPR RI memanggil para menteri yang terkait dengan kebijakan perekonomian. ”Pimpinan DPR dan komisi terkait ESDM harus berani membentuk pansus atau panja BBM,’’ tegasnya. Selain di Jakarta, aksi akan digelar serentak di 33 provinsi lainnya. (dee/lyn/far/tyo/c7/fal)

Masyarakat Bisa Usul untuk Dapat Bansos

JAKARTA – Pemerintah akhirnya mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi Sabtu (3/9) kemarin. Presiden Joko Widodo menyebut itu adalah opsi terakhir yang diambil sebagai solusi subsidi BBM dari APBN yang terus membengkak, tapi tidak tepat sasaran.

Kenaikan harga BBM bersubsidi bervariasi. Pertalite yang semula Rp 7.650 menjadi Rp 10.000 per liter. Solar subsidi dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800 per liter. Kemudian, pertamax dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter.

Kenaikan harga tersebut diumumkan pukul 13.30 WIB dan berlaku satu jam setelahnya. Itu merupakan kali pertama mekanisme penetapan harga berlaku sejak satu jam setelah diumumkan. Biasanya harga baru BBM berlaku per pukul 00.00 WIB.

Menurut Jokowi, pemerintah telah berupaya untuk melindungi rakyat dari gejolak harga minyak dunia. ”Saya sebetulnya ingin harga BBM di dalam negeri tetap terjangkau dengan memberikan subsidi dari APBN,” tuturnya.

Dia menjelaskan, anggaran subsidi dan kompensasi BBM 2022 telah meningkat tiga kali lipat. Semula dianggarkan Rp 152,5 triliun, melonjak menjadi Rp 502,4 triliun. Jumlah itu diprediksi tetap merangkak naik. Penyebabnya, subsidi tidak tepat sasaran. Justru lebih banyak masyarakat mampu yang menggunakan pertalite. ”Lebih dari 70 persen subsidi justru dinikmati kelompok masyarakat yang mampu, yaitu pemilik mobil-mobil pribadi,” ujarnya.

Presiden melanjutkan, subsidi untuk BBM akan dialokasikan sebagai bantuan sosial lain. Cara itu diharapkan akan lebih tepat sasaran. ”Bantuan langsung tunai (BLT) BBM Rp 12,4 triliun diberikan kepada 20,65 juta keluarga yang kurang mampu sebesar Rp 150.000 per bulan dan mulai dicairkan pada September selama empat bulan,” ungkapnya. Bantuan lain yang disiapkan adalah untuk pekerja dengan gaji maksimum Rp 3,5 juta per bulan. Jumlahnya 16 juta pekerja.

Mantan gubernur DKI Jakarta itu juga meminta pemerintah daerah menggunakan 2 persen dana transfer umum untuk bantuan angkutan umum, ojek online, serta nelayan. Total dana yang ada sebesar Rp 2,17 triliun. ”Subsidi harus lebih menguntungkan masyarakat yang kurang mampu,” tegasnya.

Baca Juga :  Ketua MPR: Perlu Kedepankan Pendekatan Tegas-Humanis di Papua

Kenaikan harga BBM tersebut memicu banyak pertanyaan dari masyarakat karena dilakukan saat harga minyak dunia turun. ”Masyarakat saat ini bertanya karena harga minyak dalam sebulan terakhir agak mengalami penurunan,” kata Menkeu Sri Mulyani Indrawati.

Dia memastikan, pihaknya akan terus menghitung sesuai dinamika yang terjadi. Dengan hitungan Indonesian crude price (ICP) yang turun ke USD 90 sekalipun, subsidi masih tetap tinggi. Sebelumnya, rerata harga minyak dunia sejak awal tahun masih ada di level USD 97 per barel. ”Dengan perhitungan ini, angka kenaikan subsidi yang waktu itu disampaikan di media dari Rp 502 triliun tetap akan naik. Tidak menjadi Rp 698 triliun, tapi Rp 653 triliun,’’ jelasnya.

Apabila rata-rata harga minyak USD 85 per barel, tambahan subsidi akan menjadi Rp 640 triliun. ”Perkembangan ICP harus dan akan kita monitor karena suasana geopolitik dan proyeksi ekonomi dunia masih dinamis. Kami akan terus mengalokasikan subsidi bagi masyarakat,” jelasnya.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Sosial Tri Rismaharini menyampaikan, di antara 20,65 juta keluarga penerima manfaat, sejauh ini data yang sudah fix dan diserahkan ke PT Pos Indonesia sebanyak 18.486.756 penerima manfaat BLT BBM. Sisanya perlu didata lagi. ”Dalam perjalanan, warga bisa mengusulkan dirinya sendiri,” katanya.

Risma menuturkan, Kemensos memiliki situs Usulsanggah yang merupakan wadah bagi warga yang merasa memerlukan bantuan sosial, tapi tidak terdaftar. Setelah masyarakat usul, tim Kemensos akan memverifikasi.

Terpisah, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, langkah pemerintah menaikkan harga BBM dilakukan di waktu yang tidak tepat, terutama untuk pertalite. ”Masyarakat jelas belum siap menghadapi kenaikan harga pertalite menjadi Rp 10.000 per liter. Dampaknya, Indonesia bisa terancam stagflasi, yakni naiknya inflasi yang signifikan tidak dibarengi dengan kesempatan kerja,” ujarnya.

Baca Juga :  Hepatitis Kemungkinan Bukan Karena Soal Imun

Dampak kenaikan harga BBM, kata dia, tidak hanya berkorelasi pada biaya transportasi pribadi yang naik. Tapi juga berdampak pada hampir seluruh sektor. Misalnya, harga pengiriman bahan pangan akan naik, pada saat bersamaan pelaku sektor pertanian mengeluhkan biaya input produksi yang mahal, terutama pupuk.

Inflasi bahan makanan masih tercatat tinggi pada Agustus, yakni 8,55 persen year-on-year. Jumlah itu diyakini bakal makin tinggi. ”Diperkirakan, inflasi pangan kembali menyentuh double digit atau di atas 10 persen per tahun pada September ini,” imbuhnya. Sementara itu, inflasi umum diperkirakan menembus di level 7–7,5 persen hingga akhir tahun dan memicu kenaikan suku bunga secara agresif.

Di sisi lain, bansos yang hanya melindungi orang miskin dalam waktu empat bulan tidak akan cukup untuk mengompensasi efek kenaikan harga BBM. Misalnya, ada kelas menengah rentan yang sebelumnya sanggup membeli pertalite. Dengan kenaikan harga pertalite menjadi Rp 10.000 per liter, mereka berpotensi turun kelas ke kategori orang miskin. ”Data orang rentan miskin ini sangat mungkin tidak ter-cover dalam BLT BBM karena ada penambahan orang miskin pasca kebijakan BBM subsidi naik. Pemerintah perlu mempersiapkan efek berantai naiknya jumlah orang miskin baru dalam waktu dekat,’’ tuturnya.

Dari organisasi serikat buruh, Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, daya beli yang sudah lemah akan semakin lemah karena inflasi diprediksi naik 6–8 persen. ”Harga kebutuhan pokok akan meroket,” kata Said. Padahal, di sisi lain, upah buruh tidak mengalami kenaikan signifikan dalam tiga tahun terakhir.

Serikat buruh berencana melakukan aksi penolakan secara besar-besaran pada 6 September 2022. Di Jakarta, aksi akan dipusatkan di DPR RI. Mereka akan meminta pimpinan DPR RI memanggil para menteri yang terkait dengan kebijakan perekonomian. ”Pimpinan DPR dan komisi terkait ESDM harus berani membentuk pansus atau panja BBM,’’ tegasnya. Selain di Jakarta, aksi akan digelar serentak di 33 provinsi lainnya. (dee/lyn/far/tyo/c7/fal)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya