Anggota Komisi IV DPR RI Sulaeman L. Hamzah dan Fauzun Nihayah saat pakaikan baju seragam kepada anak-anak SD Nusantara I Merauke, Rabu (1/3) (FOTO: Sulo/Cepos)
MERAUKE- Kepala SD Nusantara I Merauke, Jaiti Ladullah, S.Pd menangis sunggukan di hadapan Anggota Komisi IV DPR RI Sulaeman L. Hamzah dan Anggota Komisi V DPR Papua Fauzun Nihayah, Selasa (1/3). Tangisan itu bukan tanpa sebab.
Karena selama ini Jaiti Ladulla bersama 4 guru lainya di sekolah itu ingin menyaksikan anak-anak didik mereka menggunakan seragam putih merah bisa terwujud.
Dan melalui kunjungan kedua wakil rakyat tersebut, 80 anak yang seluruhnya asli Papua yang ada di sekolah yang beralamat di jalan Kuprik, Kelapa Lima Merauke itu bisa menggunakan pakaian seragam.Â
Apalagi bantuan bukan hanya seragam sekolah, tapi juga diberikan kendaraan roda tiga untuk dapat menjemput anak sekolah di rumahnya setiap hari, bantuan uang Rp 5 juta serta sepatu kepada anak-anak tersebut.
‘’Bagaimana saya tidak menangis. Saya sangat terharu karena selama ini saya melihat anak-anak ini tersisihkan. Mengapa saya katakan tadi melayani yang tidak terlayani. Mereka ini sudah pantas kita layani. Anak-anak selama ini pingin punya seraham bahwa saya ini anak sekolah, tapi mengapa saya tidak pernah menggunakan seragam. Saya terharu dan bangga,’’kata Jaiti Ladullah.
Laiti Ladulla menjelaskan, anak-anak yang masih menumpang di gedung SKB tersebut adalah anak-anak yang datang dari keluarga yang tidak mampu, yang orang tuanya seharusnya mendapatkan perhatian. Ia menyebut, sekolah ini dibangun 3 tahun lalu, karena di daerah Kondap Kelapa Lima tersebut, banyak anak yang tidak sekolah.
‘’Mimpi dan doa kami terkabulkan hari ini. Semoga kehadiran bapak Sulaeman L. Hamzah dan Ibu Fauzun Nihayah dapat membuka hati para anggota dewan yang ada di Merauke untuk melihat anak-anak yang terpinggirkan dan butuh perhatian,’’ harapnya.
Sementara itu, Sulaeman L. Hamzah yang nampak terharu setelah mendengar penjelasan soal kondisi anak-anak tersebut dari kepala sekolah, menjelaskan, anak-anak tersebut semestinya mendapatkan perhatian dari pemerintah khusus untuk pendidikan dan anak-anak asli Papua tersebut.
‘’Tapi dari cerita ibu guru dan Kepsek di sini, anak-anak ini hampir tidak merasakan apa itu Otsus. Padahal, Otsus ini kita perjuangkan susah payah untuk kepentingan lebih besar bagi masyarkat Papua,”pungksnya. (ulo/tho)