Tuesday, April 16, 2024
24.7 C
Jayapura

Pengembangan Kebun Kopi Terkendala Hak Ulayat

Wamena—Pengembangan perkebunan kopi di wilayah Kabupaten Jayawijaya masih terkendala hak ulayat atau hak atas kepemilikan tanah dari masyarakat.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Jayawijaya, J Hendri Tetelepta menyatakan, salah satu kendala dalam mengelola lahan pertanian kopi ini yakni pada saat pengelola lahan perkebunan kopi itu meninggal, otomatis pengelola berikutnya tidak bisa megelola lahan itu, karena melalui kesepakatan hak ulayat untuk menetapkan siapa yang mengelola selanjutnya .
“Kita tahu di Jayawijaya masalah hak ulayat ini masih sering menghambat dalam melakukan pengembangan kopi,” tulisnya, Selasa (1/3) kemarin.
Hendry Tetelepta, mengatakan, permasalahan pengembangan lahan perkebunan kopi hingga saat ini terjadi di Distrik Piramid dan Araboda, di mana penyelesaian hak ulayat ini belum selesai, sehingga lahan itu belum bisa diaktifkan.
“Ini sangat berpengaruh terhadap pengembangan lahan kopi yang ada di Kabupaten Jayawijaya, dan tentunya berpengaruh terhadap hasil kopi yang selama ini diminati oleh banyak orang, termasuk kafe-kafe yang ada di Kabupaten Jayawijaya,” katanya.
Padahal, lanjut Hendri, lahan perkebunan untuk pengembangan kopi di Jayawijaya sebanyak 2030 hektar, dengan jumlah petani sebanyak 1.130 orang. Namun, dari lahan 2030 hektar itu, yang produktif hanya 774 hektar. Sehingga produktifitas untuk setiap petani sekitar 500 sampai 600 Kg perhektar dalam bentuk kopi beras.
Selain itu, ada banyak pengaruh yang masuk, khususnya ke petani kopi di Jayawijaya, telah menurunkan semangat dan partisipasi petani untuk tetap bergelut dan menekuni usaha sebagai petani Kopi Jayawijaya.
“Kita akui, Kopi Jayawijaya merupakan salah satu komoditas unggulan dan memiliki nilai jual yang sangat tinggi, karena harga jual kopi gabah sebesar Rp 40 ribu sampai Rp 60 ribu perkilo, sedangkan kopi beras beras Rp100 hingga 120 ribu perkilonya,”bebernya.
Ia menambahkan, saat ini, produksi kopi di Jayawijaya sangat kurang, sehingga mempengaruhi naiknya harga kopi, artinya banyak konsumen yang ingin membeli Kopi Jayawijaya, tapi produksi kopinya terbatas.
“Di Wamena saja ada 15 kafe yang membutuhka kopi, belum lagi permintaan dari luar banyak, namun ketersediaan produksi kopi kurang, sehingga pemerintah berupaya untuk mengembangkan dan memperluas areal lahan perkebunan kopi dan rehabilitasi kebun yang rusak dan tidak terpelihara,” tutupnya. (j/th)

Baca Juga :  Buka Pintu Gerbang Halaman Rumah, Seorang Pria Ditikam OTK

 

Wamena—Pengembangan perkebunan kopi di wilayah Kabupaten Jayawijaya masih terkendala hak ulayat atau hak atas kepemilikan tanah dari masyarakat.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Jayawijaya, J Hendri Tetelepta menyatakan, salah satu kendala dalam mengelola lahan pertanian kopi ini yakni pada saat pengelola lahan perkebunan kopi itu meninggal, otomatis pengelola berikutnya tidak bisa megelola lahan itu, karena melalui kesepakatan hak ulayat untuk menetapkan siapa yang mengelola selanjutnya .
“Kita tahu di Jayawijaya masalah hak ulayat ini masih sering menghambat dalam melakukan pengembangan kopi,” tulisnya, Selasa (1/3) kemarin.
Hendry Tetelepta, mengatakan, permasalahan pengembangan lahan perkebunan kopi hingga saat ini terjadi di Distrik Piramid dan Araboda, di mana penyelesaian hak ulayat ini belum selesai, sehingga lahan itu belum bisa diaktifkan.
“Ini sangat berpengaruh terhadap pengembangan lahan kopi yang ada di Kabupaten Jayawijaya, dan tentunya berpengaruh terhadap hasil kopi yang selama ini diminati oleh banyak orang, termasuk kafe-kafe yang ada di Kabupaten Jayawijaya,” katanya.
Padahal, lanjut Hendri, lahan perkebunan untuk pengembangan kopi di Jayawijaya sebanyak 2030 hektar, dengan jumlah petani sebanyak 1.130 orang. Namun, dari lahan 2030 hektar itu, yang produktif hanya 774 hektar. Sehingga produktifitas untuk setiap petani sekitar 500 sampai 600 Kg perhektar dalam bentuk kopi beras.
Selain itu, ada banyak pengaruh yang masuk, khususnya ke petani kopi di Jayawijaya, telah menurunkan semangat dan partisipasi petani untuk tetap bergelut dan menekuni usaha sebagai petani Kopi Jayawijaya.
“Kita akui, Kopi Jayawijaya merupakan salah satu komoditas unggulan dan memiliki nilai jual yang sangat tinggi, karena harga jual kopi gabah sebesar Rp 40 ribu sampai Rp 60 ribu perkilo, sedangkan kopi beras beras Rp100 hingga 120 ribu perkilonya,”bebernya.
Ia menambahkan, saat ini, produksi kopi di Jayawijaya sangat kurang, sehingga mempengaruhi naiknya harga kopi, artinya banyak konsumen yang ingin membeli Kopi Jayawijaya, tapi produksi kopinya terbatas.
“Di Wamena saja ada 15 kafe yang membutuhka kopi, belum lagi permintaan dari luar banyak, namun ketersediaan produksi kopi kurang, sehingga pemerintah berupaya untuk mengembangkan dan memperluas areal lahan perkebunan kopi dan rehabilitasi kebun yang rusak dan tidak terpelihara,” tutupnya. (j/th)

Baca Juga :  Operasi Ketupat Cartensz, Polres Jayawijaya Buka Dua Posko

 

Berita Terbaru

Artikel Lainnya