JAKARTA– Tidak ada kejutan baru dalam pelantikan anggota DPR kemarin (1/10). Baik dari sisi konfigurasi parpol maupun unsur pimpinan dewan. Kursi ketua DPR tetap diduduki Puan Maharani. Mayoritas anggota dewan diisi wajah-wajah lama. Parpol pendukung pemerintah juga masih mendominasi kursi Senayan.
Analis politik Exposit Strategic Arif Susanto mengatakan, dari sejumlah variabel, kebaruan di DPR periode ini sangat minim. Sebab, hasil pemilu menempatkan urutan partai yang nyaris sama dengan 2019 lalu. Imbasnya, sebaran kursi tidak banyak bergeser signifikan, kecuali keluarnya PPP dari parlemen.
Kemudian, secara profiling, lebih dari separo anggota DPR 2024–2029 adalah incumbent. Dari 580 anggota DPR, 307 di antaranya adalah wajah lama. Dari variabel peta politik, sudah menjadi rahasia umum bahwa koalisi pendukung pemerintah ke depan merupakan mayoritas di parlemen. Sama dengan yang terjadi sepuluh tahun terakhir. ”Saya pikir kita tidak bisa berharap akan ada perubahan politik yang mendasar dari DPR pada lima tahun ke depan,” ujar Arif saat dihubungi Jawa Pos kemarin.
Arif berpendapat, situasi hari ini –yang mana oposisi nyaris tidak ada– cukup mengkhawatirkan. Sebab, fungsi pengawasan terhadap pemerintah yang diharapkan bakal lahir dari parlemen sulit terwujud. Belajar dari pengalaman lima tahun terakhir, partai oposisi yang minim sangat tidak efektif untuk membendung kerja kekuasaan. “Periode terakhir saja dengan menyisakan hanya PKS sebagai partai di luar pemerintah, fungsi pengawasan tidak berjalan,” tuturnya.
Dia berpendapat, produk legislasi belakangan ini cukup buruk. Hal itu bisa dilihat dari minimnya partisipasi yang berujung pada ketidakpuasan publik pada RUU tertentu. ’’Berulang-ulang juga undang-undang yang dihasilkan itu kemudian di-judicial review sama MK,’’ tuturnya.
Tantangan berikutnya berkaitan dengan fungsi anggaran. Sebab, ada indikasi melebarnya defisit untuk membiayai program pemerintahan baru. Hal itu menjadi bagian dari tanggung jawab DPR untuk mengontrol anggaran pemerintahan. ’’Tidak hanya terkait defisit itu, tapi bagaimana melakukan efisiensi dan alokasi yang tepat supaya anggarannya punya daya dorong pada pertumbuhan ekonomi,’’ ungkapnya. (tyo/far/c7/oni)
JAKARTA– Tidak ada kejutan baru dalam pelantikan anggota DPR kemarin (1/10). Baik dari sisi konfigurasi parpol maupun unsur pimpinan dewan. Kursi ketua DPR tetap diduduki Puan Maharani. Mayoritas anggota dewan diisi wajah-wajah lama. Parpol pendukung pemerintah juga masih mendominasi kursi Senayan.
Analis politik Exposit Strategic Arif Susanto mengatakan, dari sejumlah variabel, kebaruan di DPR periode ini sangat minim. Sebab, hasil pemilu menempatkan urutan partai yang nyaris sama dengan 2019 lalu. Imbasnya, sebaran kursi tidak banyak bergeser signifikan, kecuali keluarnya PPP dari parlemen.
Kemudian, secara profiling, lebih dari separo anggota DPR 2024–2029 adalah incumbent. Dari 580 anggota DPR, 307 di antaranya adalah wajah lama. Dari variabel peta politik, sudah menjadi rahasia umum bahwa koalisi pendukung pemerintah ke depan merupakan mayoritas di parlemen. Sama dengan yang terjadi sepuluh tahun terakhir. ”Saya pikir kita tidak bisa berharap akan ada perubahan politik yang mendasar dari DPR pada lima tahun ke depan,” ujar Arif saat dihubungi Jawa Pos kemarin.
Arif berpendapat, situasi hari ini –yang mana oposisi nyaris tidak ada– cukup mengkhawatirkan. Sebab, fungsi pengawasan terhadap pemerintah yang diharapkan bakal lahir dari parlemen sulit terwujud. Belajar dari pengalaman lima tahun terakhir, partai oposisi yang minim sangat tidak efektif untuk membendung kerja kekuasaan. “Periode terakhir saja dengan menyisakan hanya PKS sebagai partai di luar pemerintah, fungsi pengawasan tidak berjalan,” tuturnya.
Dia berpendapat, produk legislasi belakangan ini cukup buruk. Hal itu bisa dilihat dari minimnya partisipasi yang berujung pada ketidakpuasan publik pada RUU tertentu. ’’Berulang-ulang juga undang-undang yang dihasilkan itu kemudian di-judicial review sama MK,’’ tuturnya.
Tantangan berikutnya berkaitan dengan fungsi anggaran. Sebab, ada indikasi melebarnya defisit untuk membiayai program pemerintahan baru. Hal itu menjadi bagian dari tanggung jawab DPR untuk mengontrol anggaran pemerintahan. ’’Tidak hanya terkait defisit itu, tapi bagaimana melakukan efisiensi dan alokasi yang tepat supaya anggarannya punya daya dorong pada pertumbuhan ekonomi,’’ ungkapnya. (tyo/far/c7/oni)