JAYAPURA-Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua menyampaikan rasa pilu yang mendalam sekaligus kritik keras atas kematian tragis seorang ibu hamil, Irene Sokoy, beserta bayi dalam kandungannya, setelah ditolak empat rumah sakit di Kabupaten dan Kota Jayapura.
LBH Papua menegaskan bahwa peristiwa ini bukan sekadar kelalaian teknis, tetapi merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang serius serta bukti kegagalan pemerintah dalam menjalankan amanah Otonomi Khusus (Otsus) Papua.
Indonesia adalah negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945. Karena itu, setiap tindakan penyelenggara negara maupun layanan publik wajib tunduk pada peraturan perundang-undangan.
Ia menegaskan bahwa kematian Irene Sokoy mencerminkan terabaikannya perintah konstitusi terkait penghormatan, pemajuan, dan perlindungan HAM sebagaimana tertuang dalam Pasal 28I Ayat (4) UUD 1945.
LBH Papua menguraikan bahwa ibu hamil memiliki hak atas perlindungan dan perawatan kesehatan sebagaimana diatur dalam Pasal 28A serta Pasal 28H Ayat (3) UUD 1945. Tragisnya, bayi yang dikandung Irene pun kehilangan hak hidupnya sebagaimana dijamin Pasal 28H Ayat (2) UUD 1945 dan Konvensi Hak Anak PBB Pasal 6.
“Penolakan penanganan darurat yang menyebabkan kematian ibu dan bayi adalah pelanggaran langsung terhadap hak hidup, termasuk hak bayi yang bahkan belum sempat melihat dunia,” tegas Direktur LBH Papua, Festus Ngoranmele dalam keterangan tertulisnya, Selasa (25/11).
LBH Papua juga menilai penolakan oleh empat rumah sakit tersebut melanggar hak atas layanan kesehatan yang layak dan terjangkau sebagaimana diatur dalam UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009. Alasan seperti tidak hadirnya dokter, prosedur rumah sakit yang kaku, ataupun permintaan uang muka dinilai sebagai bentuk pengabaian terhadap hak kesehatan warga negara.
Salah satu sorotan tajam LBH Papua adalah kegagalan pemerintah menjalankan amanah Otonomi Khusus Papua. Dalam ketentuan UU Otsus Papua (UU No. 21/2001 jo. UU No. 35/2008 jo. UU No. 2/2021), pemerintah provinsi memiliki kewenangan khusus untuk mengatur urusan kesehatan, memperkuat fasilitas layanan, dan memastikan akses pelayanan bagi masyarakat di wilayah terpencil.