Komnas HAM Kawal Rekruitmen Anggota Polri

Pastikan Tak Ada Suap dan Kuota OAP Dipenuhi

JAYAPURA – Komnas HAM Papua, kawal kuota orang asli Papua (OAP) dalam tes seleksi penerimaan anggota Bintara, Tamtama dan Akpol Polri yang saat ini sedang berlangsung. Alasan pengawalan yang dilakukan Komnas HAM ini,  lantaran selama ini banyak anak anak Papua yang tidak lulus dalam seleksi penerimaan anggota Polri, baik Tamtama maupun Bintara. Padahal, kuota untuk mereka adalah 70 persen dari jumlah penerimaan 2000 orang.

  “Kami mendorong mekanisme perekrutan adalah keberpihakan 70 persen orang Papua dari kuota 2 ribu. Itu artinya, OAP diterima dalam 1 periode sebanyak 1.700,” ucap Frits kepada Cenderawasih Pos,  Senin (24/6).

  “Sekarang bukan lagi kuota Polda melainkan kuota Polres, sehingga kuota Polres ini yang kami awasi. Jadi kalau ada 2 ribu yang diterima jadi anggota Polri, maka 1700 harus OAP sedangkan 300 silahkan diperebutkan orang non Papua,” sambung Frits.

   Sebab menurut Frits, anak-anak Papua hanya punya kesempatan menjadi Polisi di Papua. “Jarang sekali menemukan anak anak Papua daftar menjadi anggota Polri di Ambon, Makassar atau NTT. Namun anak anak di daerah lain bisa tes Polisi di Papua,” ungkapnya.

   Dari hasil pengawasan yang dilakukan Komnas HAM, Frits menyebut animo anak anak yang mendaftar jadi anggota polisi ada sekitar 13 ribu untuk seluruh Papua. Dan proses rekruitmen sendiri telah ada kebijakan dari Kapolri melalui Biro SDM Mabes Polri dan Polda Papua.

   “Komnas HAM dalam fungsi pengawasannya memastikan proses ini akan kami kawal terus, termasuk memastikan dalam proses rekruitmen tidak ada celah untuk orang kemudian menggunakan mekanisme sogok dan lain sebagainya,” ujarnya.

  Lanjut Frits, kalaupun ada orang yang memberi sogok/suap dan lain sebagainya,  pihaknya berharap peserta bisa memberi laporan kepada tim pengawas eksternal diantaranya ada Komnas HAM, Persatuan Psikologi Papua, Cenderawasih Pos, RRI, DPR.

  “Kita juga memastikan tidak ada celah untuk orang menembak di atas kuda,  artinya orang  yang sebenarnya tanpa dibantu harus lulus, namun kemudian dia dikerjai oleh orang orang tertentu. Jika itu ditemukan, silahkan dilaporkan kepada kami,” kata Frits.

  Selain itu, dalam proses rekruitmen Frits meminta Kapolda Papua mempertimbangkan kearifan lokal. Misalkan kebijakan dalam tinggi untuk wilayah wilayah tertentu di Papua. “Kami juga ingatkan para orang tua atau peserta untuk melapor jika ada yang menyogok dalam penerimaan anggota Polri baru,” tegasnya.

  Sementara itu, Komnas HAM mendesak para gubernur se- Tanah Papua untuk membantu proses rekruitmen ini dalam hal memberi dukungan pembiayaan kepada Polres-polres setempat. (fia/tri)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Pastikan Tak Ada Suap dan Kuota OAP Dipenuhi

JAYAPURA – Komnas HAM Papua, kawal kuota orang asli Papua (OAP) dalam tes seleksi penerimaan anggota Bintara, Tamtama dan Akpol Polri yang saat ini sedang berlangsung. Alasan pengawalan yang dilakukan Komnas HAM ini,  lantaran selama ini banyak anak anak Papua yang tidak lulus dalam seleksi penerimaan anggota Polri, baik Tamtama maupun Bintara. Padahal, kuota untuk mereka adalah 70 persen dari jumlah penerimaan 2000 orang.

  “Kami mendorong mekanisme perekrutan adalah keberpihakan 70 persen orang Papua dari kuota 2 ribu. Itu artinya, OAP diterima dalam 1 periode sebanyak 1.700,” ucap Frits kepada Cenderawasih Pos,  Senin (24/6).

  “Sekarang bukan lagi kuota Polda melainkan kuota Polres, sehingga kuota Polres ini yang kami awasi. Jadi kalau ada 2 ribu yang diterima jadi anggota Polri, maka 1700 harus OAP sedangkan 300 silahkan diperebutkan orang non Papua,” sambung Frits.

   Sebab menurut Frits, anak-anak Papua hanya punya kesempatan menjadi Polisi di Papua. “Jarang sekali menemukan anak anak Papua daftar menjadi anggota Polri di Ambon, Makassar atau NTT. Namun anak anak di daerah lain bisa tes Polisi di Papua,” ungkapnya.

   Dari hasil pengawasan yang dilakukan Komnas HAM, Frits menyebut animo anak anak yang mendaftar jadi anggota polisi ada sekitar 13 ribu untuk seluruh Papua. Dan proses rekruitmen sendiri telah ada kebijakan dari Kapolri melalui Biro SDM Mabes Polri dan Polda Papua.

   “Komnas HAM dalam fungsi pengawasannya memastikan proses ini akan kami kawal terus, termasuk memastikan dalam proses rekruitmen tidak ada celah untuk orang kemudian menggunakan mekanisme sogok dan lain sebagainya,” ujarnya.

  Lanjut Frits, kalaupun ada orang yang memberi sogok/suap dan lain sebagainya,  pihaknya berharap peserta bisa memberi laporan kepada tim pengawas eksternal diantaranya ada Komnas HAM, Persatuan Psikologi Papua, Cenderawasih Pos, RRI, DPR.

  “Kita juga memastikan tidak ada celah untuk orang menembak di atas kuda,  artinya orang  yang sebenarnya tanpa dibantu harus lulus, namun kemudian dia dikerjai oleh orang orang tertentu. Jika itu ditemukan, silahkan dilaporkan kepada kami,” kata Frits.

  Selain itu, dalam proses rekruitmen Frits meminta Kapolda Papua mempertimbangkan kearifan lokal. Misalkan kebijakan dalam tinggi untuk wilayah wilayah tertentu di Papua. “Kami juga ingatkan para orang tua atau peserta untuk melapor jika ada yang menyogok dalam penerimaan anggota Polri baru,” tegasnya.

  Sementara itu, Komnas HAM mendesak para gubernur se- Tanah Papua untuk membantu proses rekruitmen ini dalam hal memberi dukungan pembiayaan kepada Polres-polres setempat. (fia/tri)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Berita Terbaru

Artikel Lainnya