Friday, March 29, 2024
26.7 C
Jayapura

Polisi Jangan Bertindak Tidak Adil Bagi Penambang

JAYAPURA – Sekretaris II Dewan Adat Papua, John N.R Gobay menyatakan bahwa polisi perlu lebih profesional dalam melakukan penegakan hukum terkait tindak pidana di lokasi penambangan. Perlu lebih memahami aturan main agar tidak dianggap asal asalan. John menyebut banyak bentuk ketidakadilan terhadap pekerja tambang di Papua.  Salah satunya adalah menyangkut pemeriksaan.

John Gobay (Gamel Cepos)

 “Saya dengar polisi menetapkan beberapa penambang sebagai tersangka dalam kasus tambang di Buper, Waena. Menurut saya apakah tidak ada penyidik PPNS yang dikedepankan sehingga langsung diambil alih oleh kepolisian,” beber Gobay, Senin (20/7). Pasalnya Undang undang pertambangan di Indonesia jelas disebutkan bahwa bahwa dalam rangka pembinaan terhadap pelaku penambangan lokal maka yang harus dilakukan adalah penanganan yang dilakukan oleh PPNS dan bukan langsung diperhadapkan dengan polisi.

 Dari kasus pertambangan, John menyebut bahwa pihaknya pernah melapor ke Polda terkait pemegang IUP Eksplorasi yang kerja produksi beberapa waktu lalu di Mosairo, Kabupaten Nabire yang menurut mereka jelas jelas terjadi tindak pidana namun sayangnya ketika itu polisi tidak langsung mengambil langkah dengan menetapkan sebagai tersangka. Namun ketika giliran masyarakat dengan tambang tradisionalnya malah langsung disebut sebagai tersangka.

Baca Juga :  Pemekaran Bukti Penolakan Terhadap Referendum

 “Saya minta jangan lakukan tindakan ketidakadilan sebab UU No 4 tahun 2009 dan UU No 3 tahun 2020 tentang mineral dan batubata sebenarnya mengatur mekanisme melegalkan kegiatan masyarakat menambang menjadi wilayah pertambangan rakyat dan masyarakat diberikan ijin membuka pertambangan rakyat dengan beberapa persyaratan. Ini yang perlu dipahami,” tambahnya. Selain itu, penulis buku tambang rakyat di Papua 2013 ini menyebut bahwa DPR Papua pernah membuat Perdasi tahun 2019 yang mengatur soal pertambangan. 

 Ini juga bisa menjadi acuan. “Kalaupun ada perubahan saya pikir hanya sedikit saja dibagian luasan karena dalam UU N 3 tahun 2020 telah diatur satu Wilayah Penambangan Rakyat luasannya 100 hektar dengan kedalaman 100 Meter,” imbuhnya. Karenanya John meminta Polda Papua agar bertindak adil dan negara ini tidak didirikan dari sektor ekonomi untuk pengusaha besar tapi juga pengusaha kecil.  “Jika dalam hutan lindung atau tumpang tindih lahan itu menjadi tugas pemerintah untuk mencari solusi, lalu kalau disebut merusak lingkungan pertanyaan saya apakah perusahaan besar ini tidak merusak lingkungan?,” sindirnya. 

Baca Juga :  Polisi Gagalkan Pengiriman Ganja

 Yang perlu disikapi kata John adalah baik daerah maupun pusat perlu memberi ruang seluas-luasnya bagi masyarakat Papua untuk bisa mengelola tambang rakyat. Selama ini akses masyarakat Papua terhadap tambang rakyat tidak banyak dibuka karena berbagai alasan yang tidak masuk akal. “Pertambangan rakyat di Papua sudah bukan sesuatu yang baru, tetapi sesungguhnya pernah dilakukan jauh sebelumnya. Tapi kenapa akhir-akhir ini kaku dan ketika rakyat membuka (tambang) dikatakan illegal, bahkan jadi target operasi polisi. Ini tidak boleh terjadi,” pungkasnya. (ade/wen)

JAYAPURA – Sekretaris II Dewan Adat Papua, John N.R Gobay menyatakan bahwa polisi perlu lebih profesional dalam melakukan penegakan hukum terkait tindak pidana di lokasi penambangan. Perlu lebih memahami aturan main agar tidak dianggap asal asalan. John menyebut banyak bentuk ketidakadilan terhadap pekerja tambang di Papua.  Salah satunya adalah menyangkut pemeriksaan.

John Gobay (Gamel Cepos)

 “Saya dengar polisi menetapkan beberapa penambang sebagai tersangka dalam kasus tambang di Buper, Waena. Menurut saya apakah tidak ada penyidik PPNS yang dikedepankan sehingga langsung diambil alih oleh kepolisian,” beber Gobay, Senin (20/7). Pasalnya Undang undang pertambangan di Indonesia jelas disebutkan bahwa bahwa dalam rangka pembinaan terhadap pelaku penambangan lokal maka yang harus dilakukan adalah penanganan yang dilakukan oleh PPNS dan bukan langsung diperhadapkan dengan polisi.

 Dari kasus pertambangan, John menyebut bahwa pihaknya pernah melapor ke Polda terkait pemegang IUP Eksplorasi yang kerja produksi beberapa waktu lalu di Mosairo, Kabupaten Nabire yang menurut mereka jelas jelas terjadi tindak pidana namun sayangnya ketika itu polisi tidak langsung mengambil langkah dengan menetapkan sebagai tersangka. Namun ketika giliran masyarakat dengan tambang tradisionalnya malah langsung disebut sebagai tersangka.

Baca Juga :  Pastikan Tidak Ada Masalah Saat TPU Kristen Pindah di Buper

 “Saya minta jangan lakukan tindakan ketidakadilan sebab UU No 4 tahun 2009 dan UU No 3 tahun 2020 tentang mineral dan batubata sebenarnya mengatur mekanisme melegalkan kegiatan masyarakat menambang menjadi wilayah pertambangan rakyat dan masyarakat diberikan ijin membuka pertambangan rakyat dengan beberapa persyaratan. Ini yang perlu dipahami,” tambahnya. Selain itu, penulis buku tambang rakyat di Papua 2013 ini menyebut bahwa DPR Papua pernah membuat Perdasi tahun 2019 yang mengatur soal pertambangan. 

 Ini juga bisa menjadi acuan. “Kalaupun ada perubahan saya pikir hanya sedikit saja dibagian luasan karena dalam UU N 3 tahun 2020 telah diatur satu Wilayah Penambangan Rakyat luasannya 100 hektar dengan kedalaman 100 Meter,” imbuhnya. Karenanya John meminta Polda Papua agar bertindak adil dan negara ini tidak didirikan dari sektor ekonomi untuk pengusaha besar tapi juga pengusaha kecil.  “Jika dalam hutan lindung atau tumpang tindih lahan itu menjadi tugas pemerintah untuk mencari solusi, lalu kalau disebut merusak lingkungan pertanyaan saya apakah perusahaan besar ini tidak merusak lingkungan?,” sindirnya. 

Baca Juga :  Jalin Silaturahmi, Pangdam Gelar Bakar Batu

 Yang perlu disikapi kata John adalah baik daerah maupun pusat perlu memberi ruang seluas-luasnya bagi masyarakat Papua untuk bisa mengelola tambang rakyat. Selama ini akses masyarakat Papua terhadap tambang rakyat tidak banyak dibuka karena berbagai alasan yang tidak masuk akal. “Pertambangan rakyat di Papua sudah bukan sesuatu yang baru, tetapi sesungguhnya pernah dilakukan jauh sebelumnya. Tapi kenapa akhir-akhir ini kaku dan ketika rakyat membuka (tambang) dikatakan illegal, bahkan jadi target operasi polisi. Ini tidak boleh terjadi,” pungkasnya. (ade/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya