Sebaliknya, prevalensi di kelompok usia 25–49 tahun dan 50–64 tahun menunjukkan penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok usia muda kini menjadi sasaran paling rentan terhadap penyalahgunaan narkoba.
Brigjen Anang menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor baik pemerintah, swasta maupun masyarakat untuk menanggulangi masalah ini. Ia juga mengingatkan pentingnya implementasi Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 6 Tahun 2018 tentang Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya.
“Upaya pengurangan suplai (supply reduction) dan permintaan (demand reduction) harus berjalan beriringan. Salah satu langkah konkret adalah melalui penguatan soft skill siswa agar mampu menolak penyalahgunaan narkoba secara adaptif,” katanya.
Program pengembangan soft skill ini dirancang untuk memperkuat nilai dan mutu peserta didik agar siap menghadapi tantangan zaman serta kemajuan teknologi. Diharapkan, siswa akan memiliki kesiapan untuk hidup bersih dari narkoba, kepercayaan diri dalam bersosialisasi, serta memperkuat citra positif di lingkungan sekolah.
Kegiatan ini juga menjadi bagian dari upaya mewujudkan Sekolah Bersih Narkoba (Sekolah Bersinar) melalui pelatihan keterampilan hidup serta penanaman budaya hidup sehat dan perilaku aman di lingkungan sekolah.
“Kerja sama semua pihak, baik dari dalam maupun luar lembaga pendidikan, sangat dibutuhkan demi menciptakan lingkungan pendidikan yang bebas narkoba,” pungkas Brigjen Anang. (rel/tri)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos