Menurut Albert, pengakuan resmi terhadap hutan adat dan pemberian kompensasi karbon memiliki banyak dampak positif. Masyarakat adat akan memiliki motivasi lebih kuat untuk menjaga kelestarian hutan dan habitat yang ada di dalamnya, termasuk satwa endemik seperti burung cenderawasih yang memiliki nilai budaya tinggi bagi orang Papua. Dengan adanya kepastian hak, masyarakat adat tidak hanya merasa dihargai, tetapi juga akan menjalankan tanggung jawab ekologisnya lebih maksimal.
“Kalau negara berikan kompensasi karbon sampai Rp50 miliar untuk satu wilayah hutan adat, tinggal dibagi sesuai jumlah kepala suku yang ada di wilayah itu. Mereka tidak perlu cari pekerjaan lain, tugas utama mereka hanya jaga hutan adat. Dan kalau ada pelanggaran, tentu harus ada sanksi tegas,” tegasnya.
Albert menilai selama ini pemerintah baik pusat maupun daerah lebih banyak menuntut tanggung jawab masyarakat adat untuk menjaga hutan, tetapi terlalu sedikit memberi perhatian terhadap hak-hak mereka. Menurutnya, ketidakseimbangan antara tuntutan dan pemenuhan hak inilah yang menjadi salah satu penyebab masih lemahnya perlindungan hutan adat di Indonesia, termasuk di Papua.
“Mereka selalu bicara soal perlindungan hutan adat, tapi lupa bahwa masyarakat adat juga punya hak. Hak itu yang sering tidak diperhatikan. Makanya banyak hutan adat yang tidak terjaga dengan baik,” ujarnya.
Ia meyakini bahwa jika pemerintah serius memberikan kompensasi karbon, masyarakat adat akan lebih terlibat, lebih disiplin, dan lebih bertanggung jawab dalam menjaga kelestarian hutan. “Kalau hak mereka dalam hal ini kompensasi karbon diperhatikan, saya yakin masyarakat adat kita akan benar-benar serius menjaga hutan masing-masing,” tutup Albert. (rel/tri)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOSÂ https://www.myedisi.com/cenderawasihpos
Menurut Albert, pengakuan resmi terhadap hutan adat dan pemberian kompensasi karbon memiliki banyak dampak positif. Masyarakat adat akan memiliki motivasi lebih kuat untuk menjaga kelestarian hutan dan habitat yang ada di dalamnya, termasuk satwa endemik seperti burung cenderawasih yang memiliki nilai budaya tinggi bagi orang Papua. Dengan adanya kepastian hak, masyarakat adat tidak hanya merasa dihargai, tetapi juga akan menjalankan tanggung jawab ekologisnya lebih maksimal.
“Kalau negara berikan kompensasi karbon sampai Rp50 miliar untuk satu wilayah hutan adat, tinggal dibagi sesuai jumlah kepala suku yang ada di wilayah itu. Mereka tidak perlu cari pekerjaan lain, tugas utama mereka hanya jaga hutan adat. Dan kalau ada pelanggaran, tentu harus ada sanksi tegas,” tegasnya.
Albert menilai selama ini pemerintah baik pusat maupun daerah lebih banyak menuntut tanggung jawab masyarakat adat untuk menjaga hutan, tetapi terlalu sedikit memberi perhatian terhadap hak-hak mereka. Menurutnya, ketidakseimbangan antara tuntutan dan pemenuhan hak inilah yang menjadi salah satu penyebab masih lemahnya perlindungan hutan adat di Indonesia, termasuk di Papua.
“Mereka selalu bicara soal perlindungan hutan adat, tapi lupa bahwa masyarakat adat juga punya hak. Hak itu yang sering tidak diperhatikan. Makanya banyak hutan adat yang tidak terjaga dengan baik,” ujarnya.
Ia meyakini bahwa jika pemerintah serius memberikan kompensasi karbon, masyarakat adat akan lebih terlibat, lebih disiplin, dan lebih bertanggung jawab dalam menjaga kelestarian hutan. “Kalau hak mereka dalam hal ini kompensasi karbon diperhatikan, saya yakin masyarakat adat kita akan benar-benar serius menjaga hutan masing-masing,” tutup Albert. (rel/tri)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOSÂ https://www.myedisi.com/cenderawasihpos