Friday, November 22, 2024
34.7 C
Jayapura

Jangan Lengah, HIV Masih Ada di Tengah Kita!

JAYAPURA-Penyebaran penyakit HIV-AIDS di Papua, nampaknya masih menjadi ancaman di tengah  masyarakat. Sebab, terhitung Maret 2022 ini, berdasarkan variable epidemiologi kumulatif tercata sebaganyak 47.962 kasus HIV-AIDS. Dengan jenis kelamin laki laki sebanyak 22.458, perempuan 25.413 dan tidak diketahui sebanyak 91.

  Ketua Harian KPA Provinsi Papua dr Anton Tony Mote menyampaikan, beberapa tahun  terakhir masalah HIV ditutupi oleh masalah Covid-19. Namun, masyarakat tidak boleh lengah bahwa HIV tetap ada di tengah-tengah kita dan tetap waspada dengan cara wajib periksakan diri.

  “Sebab, penularannya bukan hanya melalui hubungan seks tetapi juga melalui transfusi ataupun melalui hubungan anak dan ibunya dalam kandungan. Kami harap peran aktif dari masyarakat untuk memeriksakan diri lebih awal dan tetap menjaga perilaku untuk tidak melakukan seks bebas,” kata dr Anton kepada Cenderawasih Pos, Jumat (15/7).

  dr Anton menyebut, begitu antusiasnya masyarakat melakukan pemeriksaan HIV-AIDS di Unit unit layanan. Bahkan, secara sukarela masyarakat melakukan pemeriksaan HIV terkesan semakin meningkat untuk pemeriksaan dari pribadi.

Baca Juga :  Moderasi Beragama Penting Untuk Pelihara Kerukunan 

  “Ada dua cara untuk pemeriksaan selain permintaan dari masyarakat, kemudian mereka sendiri yang langsung ke unit layanan pemeriksaan. Di RSUD Jayapura sendiri ada beberapa kasus kita wajib pemeriksaan HIV,” terangnya.

  Lanjut dr Anton, tingkat kesadaran masyarakat untuk melakukan pemeriksaan HIV semakin hari semakin baik. Sebagaian dari mereka juga tidak minder, sehingga dalam sosialisasi penanggulangan HIV, pihaknya menyampaikan bahwa HIV bukan sesuatu yang mematikan. Tetapi itu adalah sebuah infeksi biasa, virus yang menyerang imun pada orang.

  “Yang mematikan bukan HIV, melainkan seketika daya tubuh kurang kemudian ada komplikasi penyakit lain. Itulah yang mematikan, jadi HIV bukan penyakit yang mematikan,” terangnya.

  Dr Anton mengaku mulai adanya dukungan terhadap pasien HIV dari masyarakat dalam hal ini keluarga, semisalnya dulu jika ada pasien HIV maka didiskriminasi dijauhi dan lainnya. Namun sekarang, rata rata jika ada pasien HIV justru dukungan keluarganya cukup kuat.

Baca Juga :  Papua masih Tergantung Daerah Produsen, Rawan Terpapar Risiko Tekanan Harga

  “Hal itu bisa kita lihat dengan bagaimana keluarga mendampingi mereka saat pemeriksaan, pada kasus-kasus yang memang mereka dalam kondisi sakit ataupun stabil. Baik mereka yang melakukan kroscek atau mengambil obat,” ungkapnya.

  Ia juga menyampaikan bahwa dalam sehari, rata rata RSUD Jayapura melakukan pemeriksaan pasien HIV sebanyak lima hingga 10 orang. Rata rata mereka dari Jayapura, Keerom, Kabupaten Jayapura dan mereka yang datang dari daerah daerah yang kebetulan mengantar keluargannya berobat.

“Yang kita khawatirkan sebagaimana kami lihat data dari Dinas Kesehatan selama ini kasusnya banyak kelihatan di beberapa kabupaten dan nilai kasusnya hampir sama, artinya bisa saja pendataannya tidak jalan. Sehingga kita mau melakukan kunjungan langsung  ke daerah daerah untuk melakukan ferivikasi supaya kita bisa mendapat data valid,” kata dr Anton. (fia/tri)

JAYAPURA-Penyebaran penyakit HIV-AIDS di Papua, nampaknya masih menjadi ancaman di tengah  masyarakat. Sebab, terhitung Maret 2022 ini, berdasarkan variable epidemiologi kumulatif tercata sebaganyak 47.962 kasus HIV-AIDS. Dengan jenis kelamin laki laki sebanyak 22.458, perempuan 25.413 dan tidak diketahui sebanyak 91.

  Ketua Harian KPA Provinsi Papua dr Anton Tony Mote menyampaikan, beberapa tahun  terakhir masalah HIV ditutupi oleh masalah Covid-19. Namun, masyarakat tidak boleh lengah bahwa HIV tetap ada di tengah-tengah kita dan tetap waspada dengan cara wajib periksakan diri.

  “Sebab, penularannya bukan hanya melalui hubungan seks tetapi juga melalui transfusi ataupun melalui hubungan anak dan ibunya dalam kandungan. Kami harap peran aktif dari masyarakat untuk memeriksakan diri lebih awal dan tetap menjaga perilaku untuk tidak melakukan seks bebas,” kata dr Anton kepada Cenderawasih Pos, Jumat (15/7).

  dr Anton menyebut, begitu antusiasnya masyarakat melakukan pemeriksaan HIV-AIDS di Unit unit layanan. Bahkan, secara sukarela masyarakat melakukan pemeriksaan HIV terkesan semakin meningkat untuk pemeriksaan dari pribadi.

Baca Juga :  Pemprov Dorong Pelaku UMKM Papua Masuk e-Katalog Lokal

  “Ada dua cara untuk pemeriksaan selain permintaan dari masyarakat, kemudian mereka sendiri yang langsung ke unit layanan pemeriksaan. Di RSUD Jayapura sendiri ada beberapa kasus kita wajib pemeriksaan HIV,” terangnya.

  Lanjut dr Anton, tingkat kesadaran masyarakat untuk melakukan pemeriksaan HIV semakin hari semakin baik. Sebagaian dari mereka juga tidak minder, sehingga dalam sosialisasi penanggulangan HIV, pihaknya menyampaikan bahwa HIV bukan sesuatu yang mematikan. Tetapi itu adalah sebuah infeksi biasa, virus yang menyerang imun pada orang.

  “Yang mematikan bukan HIV, melainkan seketika daya tubuh kurang kemudian ada komplikasi penyakit lain. Itulah yang mematikan, jadi HIV bukan penyakit yang mematikan,” terangnya.

  Dr Anton mengaku mulai adanya dukungan terhadap pasien HIV dari masyarakat dalam hal ini keluarga, semisalnya dulu jika ada pasien HIV maka didiskriminasi dijauhi dan lainnya. Namun sekarang, rata rata jika ada pasien HIV justru dukungan keluarganya cukup kuat.

Baca Juga :  Ondoafi: Kami Harapkan Pemilihan MRP tidak Diisi Orang-orang dari Wilayah Lain

  “Hal itu bisa kita lihat dengan bagaimana keluarga mendampingi mereka saat pemeriksaan, pada kasus-kasus yang memang mereka dalam kondisi sakit ataupun stabil. Baik mereka yang melakukan kroscek atau mengambil obat,” ungkapnya.

  Ia juga menyampaikan bahwa dalam sehari, rata rata RSUD Jayapura melakukan pemeriksaan pasien HIV sebanyak lima hingga 10 orang. Rata rata mereka dari Jayapura, Keerom, Kabupaten Jayapura dan mereka yang datang dari daerah daerah yang kebetulan mengantar keluargannya berobat.

“Yang kita khawatirkan sebagaimana kami lihat data dari Dinas Kesehatan selama ini kasusnya banyak kelihatan di beberapa kabupaten dan nilai kasusnya hampir sama, artinya bisa saja pendataannya tidak jalan. Sehingga kita mau melakukan kunjungan langsung  ke daerah daerah untuk melakukan ferivikasi supaya kita bisa mendapat data valid,” kata dr Anton. (fia/tri)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya