Sunday, April 28, 2024
24.7 C
Jayapura

ULP Provinsi  Diminta Terbuka Soal Lelang Bagi  OAP 

JAYAPURA – Ketua Lembaga Kajian Pengawasan Pembangunan Papua ( LKP3) Papua Yobi James Tabuni berharap Perpres No 17 Tahun 2019 dan regulasi teknis Pergub Nomor 17 Tahun 2017 Soal pelelangan khusus bagi pengusaha Papua dapat ditindaklanjuti. Sebab, banyak pengusaha orang asli Papua (OAP) yang ada selama ini, belum yang memperoleh pekerjaan. Meski ada nama OAP, hanya namanya saja yang digunakan, sementara yang kerja bukan OAP.

   “Kalau bisa surat (usulan untuk mengutamakan pengusaha OAP) itu dikeluarkan dan dalam proses pelelangan selama ini kami nilai mempersulit OAP, ULP Papua harus pisahkan  kamar lelang bagi OAP, jangan gabung dengan pengusaha non Papua, karena pengusaha Papua punya Perpres dan Pergub yang mengutamakan orang Papua,” ungkap Yobi James Tabuni sambil menunjukkan data pengusaha Papua.

   Dikatakan, yang menjadi kerugian bagi pengusaha OAP sejak penetapan perpres lelang tidak berlaku bagi orang Papua, karena ia lihat di Online data  OAP yang dapat paket pekerjaan  tidak  terlihat dan ia menilai disembuyikan dari ULP.

Baca Juga :  STC Langkah Pemerintah Mendukung Percepatan Pembangunan dan Investasi di Papua

  “Aplikasi Sistem Informasi Kinerja Penyedia (SIKaP)  ULP secara Online yang sudah dikhususkan juga untuk orang Papua tapi tidak terbukti, jadi kami sudah surati pengantar dari ULP bersama gubernur sesuai Pepres nomor  17, kami masukan seminggu lalu ULP sedang buat telaah baru nanti diberikan  ke Gubenur, untuk memberi keberpihakan kepada pengusaha OAP” katanya.

  Sementara itu, Obet Liwiya Ketua DPC LK3P Tolikara mengatakan ada pergantian nama orang Papua yang dimanfaatkan non Papua dalam mengambil hak paket kerja proyek orang Papua selama ini. “Bupati harus ikut mengamankan intruksi Gubermur bukan daerah bermain lagi, karena ini hak OAP yang juga di instruksi Jokowi lewat Perpres 17 Tahun 2019 dan regulasi teknis Pergub nomor 17 tahun 2019,” katanya.

    Sementara itu, Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) Provinsi Papua. Debora Diana Salossa, SH, MM saat dikonfirmasi mengatakan  jika tidak puas silakan ditanya ke pengawas dan pihaknya tinggal diaudit biar sama-sama baik. Pihaknya minta  jangan buat propaganda di luar. Sebab, soal keberpihakan itu sudah memakai SIKaP OAP dan  untuk orang asli Papua  punya peraturan dan bisa dilihat di sistem semua. Dimana keberpihakan kepada OAP ini bisa diberikan untuk paket pekerjaan di bawah Rp 2,5 Miliar.

Baca Juga :  Amnesty International Indonesia Soroti Sikap Polisi Tangani Demo PRP

“Yang perlu dipahami bahwa di atas Rp 2,5 miliar itu bisa siapa saja termasuk OAP bisa ikut lelang. Jangan sampai mereka bilang di atas 2,5 wajib terdaftar di SIKAP OAP, karena kita punya peraturan sampai dengan kisaran Rp 2,5 miliar dan semua transparan,”terangnya.

  Disinggung terkait adanya indikasi penggunaan nama orang asli Papua dan yang melakukan pekerjaan orang non Papua, Debora menyarankan hal tersebut bisa  langsung berurusan dengan asosiasi terkait.

  “Jadi intinya di atas Rp 2,5 itu sudah berlaku umum, jadi tidak bisa ngotot dan diprioritaskan, tidak bisa, karena di Papua masih ada teman-teman lain dan jika ada yang terindikasi menggunakan nama OAP mereka bisa menyiapkan laporan dan laporkan,” katanya. (oel/tri)

JAYAPURA – Ketua Lembaga Kajian Pengawasan Pembangunan Papua ( LKP3) Papua Yobi James Tabuni berharap Perpres No 17 Tahun 2019 dan regulasi teknis Pergub Nomor 17 Tahun 2017 Soal pelelangan khusus bagi pengusaha Papua dapat ditindaklanjuti. Sebab, banyak pengusaha orang asli Papua (OAP) yang ada selama ini, belum yang memperoleh pekerjaan. Meski ada nama OAP, hanya namanya saja yang digunakan, sementara yang kerja bukan OAP.

   “Kalau bisa surat (usulan untuk mengutamakan pengusaha OAP) itu dikeluarkan dan dalam proses pelelangan selama ini kami nilai mempersulit OAP, ULP Papua harus pisahkan  kamar lelang bagi OAP, jangan gabung dengan pengusaha non Papua, karena pengusaha Papua punya Perpres dan Pergub yang mengutamakan orang Papua,” ungkap Yobi James Tabuni sambil menunjukkan data pengusaha Papua.

   Dikatakan, yang menjadi kerugian bagi pengusaha OAP sejak penetapan perpres lelang tidak berlaku bagi orang Papua, karena ia lihat di Online data  OAP yang dapat paket pekerjaan  tidak  terlihat dan ia menilai disembuyikan dari ULP.

Baca Juga :  Pengungkapan Kasus Michelle, Polisi Jangan Hanya Fokus ke Sipil

  “Aplikasi Sistem Informasi Kinerja Penyedia (SIKaP)  ULP secara Online yang sudah dikhususkan juga untuk orang Papua tapi tidak terbukti, jadi kami sudah surati pengantar dari ULP bersama gubernur sesuai Pepres nomor  17, kami masukan seminggu lalu ULP sedang buat telaah baru nanti diberikan  ke Gubenur, untuk memberi keberpihakan kepada pengusaha OAP” katanya.

  Sementara itu, Obet Liwiya Ketua DPC LK3P Tolikara mengatakan ada pergantian nama orang Papua yang dimanfaatkan non Papua dalam mengambil hak paket kerja proyek orang Papua selama ini. “Bupati harus ikut mengamankan intruksi Gubermur bukan daerah bermain lagi, karena ini hak OAP yang juga di instruksi Jokowi lewat Perpres 17 Tahun 2019 dan regulasi teknis Pergub nomor 17 tahun 2019,” katanya.

    Sementara itu, Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) Provinsi Papua. Debora Diana Salossa, SH, MM saat dikonfirmasi mengatakan  jika tidak puas silakan ditanya ke pengawas dan pihaknya tinggal diaudit biar sama-sama baik. Pihaknya minta  jangan buat propaganda di luar. Sebab, soal keberpihakan itu sudah memakai SIKaP OAP dan  untuk orang asli Papua  punya peraturan dan bisa dilihat di sistem semua. Dimana keberpihakan kepada OAP ini bisa diberikan untuk paket pekerjaan di bawah Rp 2,5 Miliar.

Baca Juga :  STC Langkah Pemerintah Mendukung Percepatan Pembangunan dan Investasi di Papua

“Yang perlu dipahami bahwa di atas Rp 2,5 miliar itu bisa siapa saja termasuk OAP bisa ikut lelang. Jangan sampai mereka bilang di atas 2,5 wajib terdaftar di SIKAP OAP, karena kita punya peraturan sampai dengan kisaran Rp 2,5 miliar dan semua transparan,”terangnya.

  Disinggung terkait adanya indikasi penggunaan nama orang asli Papua dan yang melakukan pekerjaan orang non Papua, Debora menyarankan hal tersebut bisa  langsung berurusan dengan asosiasi terkait.

  “Jadi intinya di atas Rp 2,5 itu sudah berlaku umum, jadi tidak bisa ngotot dan diprioritaskan, tidak bisa, karena di Papua masih ada teman-teman lain dan jika ada yang terindikasi menggunakan nama OAP mereka bisa menyiapkan laporan dan laporkan,” katanya. (oel/tri)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya