Monday, April 29, 2024
25.7 C
Jayapura

Kunjungan Presiden Belum Sentuh Akar Masalah Papua

JAYAPURA-Tercatat, Joko Widodo sudah 17 kali mengunjungi Papua selama menjabat presiden hingga periode kedua ini.  Seperti diketahui, kunjungan terakhir mantan Wali Kota Solo ini pada pekan lalu (5-7 Juli), di antaranya  berkunjung ke Asmat, panen jagung di Kabupaten Keerom, bertemu 100 pelajar SD se-Tanah Papua di Kota Jayapura, hingga hadiri Papua Street Carnival yang digelar di areal Kantor Gubernur Dok II, Jumat (7/7).

Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (Pembela HAM) Theo Hesegem menilai, kunjungan ke-17 Jokowi ke Papua masih sebatas seremonial belaka, tanpa menyelesaikan persoalan yang sedang terjadi.

“Kunjungan presiden sebatas seremonial belaka, tidak ada manfaatnya bagi orang Papua,” tegas Theo saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Jumat (14/7).

Menurut Theo, tahapan tahapan penyelesaian konflik bersenjata di Papua termasuk langkah langkahnya,  tidak dilakukan seorang presiden yang berdampak pada masyarakat menjadi korban, hingga berujung pada krisis kemanusiaan di tanah Papua.

“Presiden juga selalu sampaikan bahwa Papua selalu aman, isu isu Papua tidak perlu dibesar-besarkan. Padahal, Papua penuh dengan segudang masalah yang harus diselesaikan. Termasuk beberapa hasil penelitian LIPI yang ada di Papua. Dimana terdapat 4 akar masalah yang sampai saat ini belum tersentuh sama sekali,” bebernya.

Masyarakat Papua, kata Theo, mengharapkan Presiden mampu menyelesaikan empat akar masalah di Papua yang dikaji oleh LIPI,  antara lain sejarah dan status Politik integerasi Papua ke Indonesia, kekerasan dan Pelanggaran HAM sejak tahun 1965 yang nyaris nol keadilan, diskriminasi dan marjinalisasi orang Papua di tanah sendiri dan kegagalan pembagunan meliputi, pendidikan, kesehatan dan ekonomi rakyat.

Baca Juga :  Terminal Entrop Dilengkapi Online System

“Nah, ini sama sekali belum disentuh. Yang menyentuh hanya penyelesaian dugaan pelanggaran HAM Berat, itupun keluarga menolak lantaran tidak adanya keadilan di sana,” terangnya.

Menurut Theo, penyampaian Jokowi yang selalu menyatakan Papua aman dianggap mengecewakan keluarga korban dan korban itu sendiri. Sebagaimana di Papua, ada korban pelanggaran hukum dan korban pelanggaran HAM.

“Jika saja Presiden menyampaikan kita selesaikan konflik bersenjata di Papua dengan damai, dengan dialog. Mungkin, orang Papua merasa ada perhatian dari seorang kepala negara. Terlebih bangsa ini sedang dalam masalah, disanderanya pilot asal Selandia Baru yang hingga kini belum juga dibebaskan,” bebernya.

Selain itu, Theo menilai kunjungan Jokowi ke Papua yang kerap bertemu dengan anak muda Papua tak lain hanya untuk meredam pergerakan pergerakan yang muncul dari kalangan anak muda di kemudian hari. Terlebih, anak muda tersebut adalah binaan BIN.

“Tapi, ideologi penentuan nasib sendiri bagi orang Papua tidak akan pernah terlupakan. Mungkin mereka (anak muda-red) hanya dibina sesaat, tetapi jika mereka besar atau ada  keluarga atau orang tua yang menjadi korban maka mereka tidak akan melupakan itu. hingga nantinya akan muncul perlawanan,” ungkapnya.

Baca Juga :  Tahun Depan, Pemkot  Garap Potensi Pajak Baru

“Yang pasti, kunjungan Presiden ke Papua bukan menyelesaikan masalah. Melainkan sebatas kunjungan seremonial supaya ‘anak senang’,” sambungnya.

Theo juga meminta Presiden harus membuka ruang dialog untuk mengakhiri kekerasan di tanah Papua. Sebagai Pembela HAM, Theo menyesalkan pernyataan Presiden yang melontarkan pernyataan di media sosial bahwa Papua aman 99 persen, dan tidak perlu dibesar-besarkan. Dimana Presiden melontarkan pernyataan ini, setelah berkunjung di tanah Papua baru-baru ini.

“Mengatakan Papua aman 99 persen, sedangkan masyarakat Papua dan Internasional ketahui bahwa di tanah Papua penuh dengan segudang masalah yang berujung pada OAP dan non OAP selalu saja menjadi korban di moncong senjata,” bebernya.

Dimana korban korban yang dimaksud juga bukan hanya warga masyarakat sipil, tetapi juga anggota TNI dan Polri menjadi korban di moncong senjata TPNPB.

“Saya mengharapkan Presiden memiliki kemampuan untuk menyelesaikan konflik bersenjata di tanah Papua. Sehingga, kunjungan kenegaraan yang dilakukan orang nomor satu di Indonesia ke-17 kali di Papua tidak menjadi sia-sia,” tegasnya. (fia/tri)

JAYAPURA-Tercatat, Joko Widodo sudah 17 kali mengunjungi Papua selama menjabat presiden hingga periode kedua ini.  Seperti diketahui, kunjungan terakhir mantan Wali Kota Solo ini pada pekan lalu (5-7 Juli), di antaranya  berkunjung ke Asmat, panen jagung di Kabupaten Keerom, bertemu 100 pelajar SD se-Tanah Papua di Kota Jayapura, hingga hadiri Papua Street Carnival yang digelar di areal Kantor Gubernur Dok II, Jumat (7/7).

Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (Pembela HAM) Theo Hesegem menilai, kunjungan ke-17 Jokowi ke Papua masih sebatas seremonial belaka, tanpa menyelesaikan persoalan yang sedang terjadi.

“Kunjungan presiden sebatas seremonial belaka, tidak ada manfaatnya bagi orang Papua,” tegas Theo saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Jumat (14/7).

Menurut Theo, tahapan tahapan penyelesaian konflik bersenjata di Papua termasuk langkah langkahnya,  tidak dilakukan seorang presiden yang berdampak pada masyarakat menjadi korban, hingga berujung pada krisis kemanusiaan di tanah Papua.

“Presiden juga selalu sampaikan bahwa Papua selalu aman, isu isu Papua tidak perlu dibesar-besarkan. Padahal, Papua penuh dengan segudang masalah yang harus diselesaikan. Termasuk beberapa hasil penelitian LIPI yang ada di Papua. Dimana terdapat 4 akar masalah yang sampai saat ini belum tersentuh sama sekali,” bebernya.

Masyarakat Papua, kata Theo, mengharapkan Presiden mampu menyelesaikan empat akar masalah di Papua yang dikaji oleh LIPI,  antara lain sejarah dan status Politik integerasi Papua ke Indonesia, kekerasan dan Pelanggaran HAM sejak tahun 1965 yang nyaris nol keadilan, diskriminasi dan marjinalisasi orang Papua di tanah sendiri dan kegagalan pembagunan meliputi, pendidikan, kesehatan dan ekonomi rakyat.

Baca Juga :  Kapolres Intan Jaya Diganti, Kapolda Minta  Jangan  Ada Riak - riak

“Nah, ini sama sekali belum disentuh. Yang menyentuh hanya penyelesaian dugaan pelanggaran HAM Berat, itupun keluarga menolak lantaran tidak adanya keadilan di sana,” terangnya.

Menurut Theo, penyampaian Jokowi yang selalu menyatakan Papua aman dianggap mengecewakan keluarga korban dan korban itu sendiri. Sebagaimana di Papua, ada korban pelanggaran hukum dan korban pelanggaran HAM.

“Jika saja Presiden menyampaikan kita selesaikan konflik bersenjata di Papua dengan damai, dengan dialog. Mungkin, orang Papua merasa ada perhatian dari seorang kepala negara. Terlebih bangsa ini sedang dalam masalah, disanderanya pilot asal Selandia Baru yang hingga kini belum juga dibebaskan,” bebernya.

Selain itu, Theo menilai kunjungan Jokowi ke Papua yang kerap bertemu dengan anak muda Papua tak lain hanya untuk meredam pergerakan pergerakan yang muncul dari kalangan anak muda di kemudian hari. Terlebih, anak muda tersebut adalah binaan BIN.

“Tapi, ideologi penentuan nasib sendiri bagi orang Papua tidak akan pernah terlupakan. Mungkin mereka (anak muda-red) hanya dibina sesaat, tetapi jika mereka besar atau ada  keluarga atau orang tua yang menjadi korban maka mereka tidak akan melupakan itu. hingga nantinya akan muncul perlawanan,” ungkapnya.

Baca Juga :  ULP Provinsi  Diminta Terbuka Soal Lelang Bagi  OAP 

“Yang pasti, kunjungan Presiden ke Papua bukan menyelesaikan masalah. Melainkan sebatas kunjungan seremonial supaya ‘anak senang’,” sambungnya.

Theo juga meminta Presiden harus membuka ruang dialog untuk mengakhiri kekerasan di tanah Papua. Sebagai Pembela HAM, Theo menyesalkan pernyataan Presiden yang melontarkan pernyataan di media sosial bahwa Papua aman 99 persen, dan tidak perlu dibesar-besarkan. Dimana Presiden melontarkan pernyataan ini, setelah berkunjung di tanah Papua baru-baru ini.

“Mengatakan Papua aman 99 persen, sedangkan masyarakat Papua dan Internasional ketahui bahwa di tanah Papua penuh dengan segudang masalah yang berujung pada OAP dan non OAP selalu saja menjadi korban di moncong senjata,” bebernya.

Dimana korban korban yang dimaksud juga bukan hanya warga masyarakat sipil, tetapi juga anggota TNI dan Polri menjadi korban di moncong senjata TPNPB.

“Saya mengharapkan Presiden memiliki kemampuan untuk menyelesaikan konflik bersenjata di tanah Papua. Sehingga, kunjungan kenegaraan yang dilakukan orang nomor satu di Indonesia ke-17 kali di Papua tidak menjadi sia-sia,” tegasnya. (fia/tri)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya