JAYAPURA– Pemerintah Kota Jayapura cukup dilema dengan kondisi keuangan terutama untuk membiayai kelanjutan pendidikan 650-an mahasiswa Papua, asal Kota Jayapura, yang sebelumnya dibiayai melalui dana otonomi khusus Provinsi Papua.
Penjabat Wali Kota Jayapura, Dr Frans Pekey menjelaskan, titik persoalannya adalah ketika setelah tahun 2023, pembiayaan semua mahasiswa Papua yang ber-KTP Kota Jayapura itu harus dibebankan sepenuhnya ke Pemkot Jayapura. Hal itu bisa dipastikan tidak terwujud karena alasan ketersediaan anggaran sangat terbatas
“Untuk tahun 2024, Pemkot Jayapura sudah menghitungnya dari jumlah mahasiswa 650-an, kami membutuhkan dana sekitar Rp 145 miliar, dan dana sebesar itu kami tidak mampu,” tegas Pekey, Sabtu (12/8).
Apalagi pembiayaan ini berbasis KTP. Untuk tahun 2023 memang sudah ada keputusan, pembiayaannya ditanggung bersama oleh masing-masing pemerintah daerah kabupaten dan kota dan juga Pemerintah Provinsi Papua masing-masing Rp 9 miliar.
Sementara itu berdasarkan kalkulasi penyediaan anggaran dana Otsus di Pemkot Jayapura, khusus untuk bidang pendidikan sangat terbatas. Tahun ini dana tersedia sekitar Rp 65 miliar. Sementara kebutuhan anggaran untuk membiayai 600 lebih mahasiswa otsus itu dibutuhkan sekitar Rp 145 miliar.
“Berarti kita tidak bisa membangun dan tidak bisa bikin apa-apa dengan dana otsus Kota Jayapura. Apalagi bidang pendidikan sudah minus, sehingga kami juga terus melakukan komunikasi dengan Pemerintah Propinsi Papua, untuk bagaimana kita mencarikan solusi, untuk 2024, 2025 dan 2026,” jelasnya.
Karena itu pihaknya sama-sama mendorong untuk berbicara dengan pemerintah pusat untuk solusi dan penganggarannya bisa diatur ke depan. Di sisi lain Pemkot tentunya tidak bisa menggunakan dana alokasi umum yang mana peruntukannya juga sudah jelas, mulai dari pembayaran belanja gaji pegawai, TPP dan juga belanja rutin penyelenggaraan pemerintahan.
“Sudah jelas, sudah ada pos-posnya. Sehingga mesti ada kebijakan untuk meringankan.
Karena jumlah mahasiswa kita di Kota Jayapura sangat banyak dan semua itu ber-KTP Kota Jayapura. Karena ketika dia mendaftar itu pakai KTP, KTP Kota Jayapura. Dia lahir di daerah lain, bikin KTP di sini, karena mau mendaftar sebagai mahasiswa. Sekarang kami Pemerintah Kota Jayapura dibebani semua. Saya pikir itu tidak adil kalau tidak didukung oleh pembiayaan yang berimbang sesuai dengan beban tanggung jawab itu. Tapi kita tidak boleh lepas tangan karena ini juga adik-adik kita,” pungkaanya. (roy/tri).