Friday, November 22, 2024
33.7 C
Jayapura

Masyarakat Adat Demo di Kantor PMTPSP

Tuntut SK Dua Perusahaan Sawit  Dicabut

JAYAPURA-Koalisi Masyarakat Adat Suku Awyu menggelar aksi demo di depan kantor Dinas Penanaman Modal  dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Provinsi Papua di  Jayapura, Selasa (12/9).

  Mereka  meminta dilakukan pencabutan SK Nomor 82 tahun 2021 yang dikeluarkan Dinas PMPTSP lantaran dianggap merugikan dan menyalahi. Putusan PTUN Jakarta telah menolak gugatan yang diajukan PT Megakarya Jaya Raya dan PT Kartika Cipta Pratama atas surat keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga menjadi dasar untuk meminta SK ini dicabut.

   Para pendemo yang berjumlah sekitar 20 orang ini datang dengan atribut suku Tambrauw dan Sorong. Mereka juga membawa sejumlah spanduk yang isinya meminta SK 82 dicabut. Dari putusan ini paling tidak akan menyelamatkan 65.415 hektare hutan dari konsesi PT MJR dan PT KCP.

   “Kami akan kerja sagu dan bukan kerja sawit. Jangan karena kepentingan investasi akhirnya rakyat yang menjadi korban,” jelas Anastasya Manong, salah satu orator. Ia menyatakan bahwa masyarakat adat hidup bergantung pada alam dan minum air dari hutan, bukan air kelapa sawit yang berwarna merah.

  Aksi demo ini juga melibatkan PMKRI Cabang Jayapura, HMI Cabang Jayapura, UKM Dehaling Uncen, IMPPAS, Kompap Papua, Sahabat Kowaki, GMKI Cabang Jayapura dan Volunter Greenpeace  Indonesia.

Baca Juga :  Komitmen Atasi Penyebaran AIDS dan Hilangkan Stigma ODHIV

   Beberapa pemuda juga hadir membawa sejumlah spanduk bertuliskan isi penyelamatan hutan Awyu. “Masyarakat tidak mau menjadi penonton dan kami tidak butuh kelapa sawit. Ijin nomor 82 tidak sesuai dengan keinginan masyarakat. Ini harus ditelusuri, ” cecar Anastasya.

  Para pendemo akhirnya membacakan empat tuntutan mereka yakni pertama, Kepala Dinas Penanaman Modan dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, wajib menghormati, melindungi, menegakkan dan memajukan hak masyarakat adat Papua sesuai perintah pasal 43 Undang – undang nomor 2 tahun 2021.

  Kedua, kepala dinas dipertanyakan soal alasan mempertahankan SK Nomor 82 tahun 2021 yang  bertentangan dengan Undang – undang dan asas kepastian hukum sesuai pasal 10 ayat (1) Undang – undang nomor 30 tahun  2014 tentang administrasi pemerintahan.

   Ketiga, Kepala Dinas PMPTSP  wajib melindungi hutan adat masyarakat guna menangkal emisi gas rumah kaca sesuai  pasal 3 ayat (4) peraturan presiden nomor 98 tahun 2021 tentang penyelenggara nilai ekonomi karbon  untuk mencapai target kontribusi yang ditetapkan secara nasional.

   “Keempat, Kepala Dinas PMPTSP segera mencabut SK  nomor 2021 tentang kelayakan lingkungan hidup rencana pembangunan perkebunan kelapa sawit dan pabrik pengolahan kelapa sawit dengan kapasitas 90 ton TBS/Jam seluas 36.094,4 Hektar oleh PT Indo Asiana Lestari di Distrik Mandobo dan Distrik Fofi Kabupaten Boven Digul,” ujar Orpa Joshua dari Volunter Greenpeace membacakan pernyataan sikap.

Baca Juga :  Cegah Banjir, Bersihkan Drainase dari Sampah

   Terkait ini Kepala Dinas Solaiyen Murib Tabuni menyampaikan bahwa pihaknya tidak menjawab namun hanya memberikan pandangan. Ia secara pribadi paham soal aspirasi yang dimaksud dan mendukung adanya aksi melindungi hutan yang dimiliki secara turun temurun. Hanya saja ia menganggap bahwa demo ini akan lebih tepat dilakukan apabila belum dilakukan proses hukum.

  Namun kenyataannya saat ini gugatan sudah masuk dan sedang dalam proses hukum sehingga iapun harus menghormati hal tersebut. “Menurut saya aksi demo ini bagus dilakukan sebelum ada proses hukum termasuk dilakukan di depan bupati Boven Digul. Kalau sudah masuk begini kita harus sama – sama menghormati,” jelasnya.

  Lalu ia sendiri tak memiliki kepentingan dalam mengeluarkan perijinan tersebut. “Saya tidak kenal pemilik perusahaan, tidak tahu dimana kantornya.  Tugas kami hanya melayani proses perijinan, tanpa mengetahui itu punya siapa,” tutup Solaiyen. Setelah mendengar penjelasan dan dilakukan tanya jawab, akhirnya pendemo membubarkan diri. (ade/tri)

Tuntut SK Dua Perusahaan Sawit  Dicabut

JAYAPURA-Koalisi Masyarakat Adat Suku Awyu menggelar aksi demo di depan kantor Dinas Penanaman Modal  dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Provinsi Papua di  Jayapura, Selasa (12/9).

  Mereka  meminta dilakukan pencabutan SK Nomor 82 tahun 2021 yang dikeluarkan Dinas PMPTSP lantaran dianggap merugikan dan menyalahi. Putusan PTUN Jakarta telah menolak gugatan yang diajukan PT Megakarya Jaya Raya dan PT Kartika Cipta Pratama atas surat keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga menjadi dasar untuk meminta SK ini dicabut.

   Para pendemo yang berjumlah sekitar 20 orang ini datang dengan atribut suku Tambrauw dan Sorong. Mereka juga membawa sejumlah spanduk yang isinya meminta SK 82 dicabut. Dari putusan ini paling tidak akan menyelamatkan 65.415 hektare hutan dari konsesi PT MJR dan PT KCP.

   “Kami akan kerja sagu dan bukan kerja sawit. Jangan karena kepentingan investasi akhirnya rakyat yang menjadi korban,” jelas Anastasya Manong, salah satu orator. Ia menyatakan bahwa masyarakat adat hidup bergantung pada alam dan minum air dari hutan, bukan air kelapa sawit yang berwarna merah.

  Aksi demo ini juga melibatkan PMKRI Cabang Jayapura, HMI Cabang Jayapura, UKM Dehaling Uncen, IMPPAS, Kompap Papua, Sahabat Kowaki, GMKI Cabang Jayapura dan Volunter Greenpeace  Indonesia.

Baca Juga :  Abaikan Prokes, Kasus Covid-19 Diprediksi Terus Naik

   Beberapa pemuda juga hadir membawa sejumlah spanduk bertuliskan isi penyelamatan hutan Awyu. “Masyarakat tidak mau menjadi penonton dan kami tidak butuh kelapa sawit. Ijin nomor 82 tidak sesuai dengan keinginan masyarakat. Ini harus ditelusuri, ” cecar Anastasya.

  Para pendemo akhirnya membacakan empat tuntutan mereka yakni pertama, Kepala Dinas Penanaman Modan dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, wajib menghormati, melindungi, menegakkan dan memajukan hak masyarakat adat Papua sesuai perintah pasal 43 Undang – undang nomor 2 tahun 2021.

  Kedua, kepala dinas dipertanyakan soal alasan mempertahankan SK Nomor 82 tahun 2021 yang  bertentangan dengan Undang – undang dan asas kepastian hukum sesuai pasal 10 ayat (1) Undang – undang nomor 30 tahun  2014 tentang administrasi pemerintahan.

   Ketiga, Kepala Dinas PMPTSP  wajib melindungi hutan adat masyarakat guna menangkal emisi gas rumah kaca sesuai  pasal 3 ayat (4) peraturan presiden nomor 98 tahun 2021 tentang penyelenggara nilai ekonomi karbon  untuk mencapai target kontribusi yang ditetapkan secara nasional.

   “Keempat, Kepala Dinas PMPTSP segera mencabut SK  nomor 2021 tentang kelayakan lingkungan hidup rencana pembangunan perkebunan kelapa sawit dan pabrik pengolahan kelapa sawit dengan kapasitas 90 ton TBS/Jam seluas 36.094,4 Hektar oleh PT Indo Asiana Lestari di Distrik Mandobo dan Distrik Fofi Kabupaten Boven Digul,” ujar Orpa Joshua dari Volunter Greenpeace membacakan pernyataan sikap.

Baca Juga :  Cegah Banjir, Bersihkan Drainase dari Sampah

   Terkait ini Kepala Dinas Solaiyen Murib Tabuni menyampaikan bahwa pihaknya tidak menjawab namun hanya memberikan pandangan. Ia secara pribadi paham soal aspirasi yang dimaksud dan mendukung adanya aksi melindungi hutan yang dimiliki secara turun temurun. Hanya saja ia menganggap bahwa demo ini akan lebih tepat dilakukan apabila belum dilakukan proses hukum.

  Namun kenyataannya saat ini gugatan sudah masuk dan sedang dalam proses hukum sehingga iapun harus menghormati hal tersebut. “Menurut saya aksi demo ini bagus dilakukan sebelum ada proses hukum termasuk dilakukan di depan bupati Boven Digul. Kalau sudah masuk begini kita harus sama – sama menghormati,” jelasnya.

  Lalu ia sendiri tak memiliki kepentingan dalam mengeluarkan perijinan tersebut. “Saya tidak kenal pemilik perusahaan, tidak tahu dimana kantornya.  Tugas kami hanya melayani proses perijinan, tanpa mengetahui itu punya siapa,” tutup Solaiyen. Setelah mendengar penjelasan dan dilakukan tanya jawab, akhirnya pendemo membubarkan diri. (ade/tri)

Berita Terbaru

Belasan Orang Hilang Hingga November 2024

Jangan Ada PSU Maupun Gugatan di MK

DPTb Kota Jayapura 21 Orang

Artikel Lainnya