Friday, November 22, 2024
24.7 C
Jayapura

Angka Stunting di Dua Kabupaten di Papua Alami Kenaikan

JAYAPURA-Provinsi Papua berada pada posisi 34,6 % warganya terkena stunting, dimana itu   tersebar di satu Kota dan 8 Kabupaten.  Ini berdasarkan hasil survei status gizi Indonesia (SGI) Tahun 2022 lalu. Survei yang sama juga dilakukan di tahun 2021 dari satu kota dan 8 Kabupaten Papua berada di posisi 29,5%. Artinya ada kenaikan pada Tahun 2022.

 Kepala BKKBN Provinsi Papua,  Nerius Auparai menjelaskan,  ada dua Kabupaten yang angkanya naik, sementara kabupaten yang lainnya memang terjadi penurunan walaupun hanya satu dua poin.

“Kabupaten Supiori dan Kabupaten Membramo Raya naik, bukan turun.  Sehingga mempengaruhi presentasi angka Papua.  Makanya  masih tinggi karena di Kabupaten Supiori itu di tahun 2021 dari hasil survei ada di 29, 5%,  di Tahun 2022 malah mengalami kenaikan lagi menjadi 40,4%. Jadi memang lonjakannya tinggi termasuk Kabupaten Mamberamo Raya,  naik sekitar 9,1 poin,” katanya belum lama ini.

Baca Juga :  Salju di Puncak Jaya “Cartenz” Diprediksi Akan Hilang

   Dia menjelaskan banyak hal yang mempengaruhi tingginya angka stunting di Papua. Tidak hanya karena cukupnya ketersediaan pangan lokal, lalu stuntingnya bisa ditekan,  tapi faktor cara pengolahan  yang mungkin belum tepat. Selain itu juga akses untuk memperoleh pelayanan yang lebih baik agak sulit.  Itu juga yang menjadi pengaruh dalam peningkatan angka pervalensi stunting.

   “Sebenarnya banyak faktor yang menyebabkan angka stunting itu tinggi,  mulai dari faktor ekonomi keluarga, tingkat pendapatan keluarga,”jelasnya

   Karena stunting itu terjadi di saat seorang ibu  sudah ada janin di dalam kandungan.  Janin di dalam kandungan itu diharapkan harusnya memperoleh asupan gizi yang baik sejak terbentuknya janin dalam kandungan ibu.  Ini yang belum terlaksana dengan baik, karena mungkin kurang pendampingan. Apalagi karena masyarakat di kampung itu memang butuh pendampingan.  Karena pola asuhnya itu belum seperti yang diharapkan.

Baca Juga :  Maju Caleg, Dua Pegawai DKLH Undurkan Diri

   Makanya ada program 1000 hari pertama kehidupan.  1000 hari pertama itu diharapkan seorang ibu yang memiliki janin di dalam kandungan,  harus mendapatkan asupan gizi yang benar.  Karena kalau tidak mendapatkan asupan gizi yang benar,  saat ada ada janin di dalam kandungan maka itu berpotensi arahnya terjadi stunting.  Termasuk dari usia bayi sejak dilahirkan sampai usia 59 hari harus mendapatkan gizi yang baik,  termasuk ibunya.

   “Kami dari BKKBN itu hanya koordinir saja,  semua dinas dan instansi yang menangani percepatan penurunan stunting itu.  Intervensi langsung itu ada di pemerintah kota dan kabupaten.  Jadi provinsi itu hanya menyiapkan programnya lalu yang mengintervensi itu kabupaten dan kota,” tambahnya. (roy/tri)

JAYAPURA-Provinsi Papua berada pada posisi 34,6 % warganya terkena stunting, dimana itu   tersebar di satu Kota dan 8 Kabupaten.  Ini berdasarkan hasil survei status gizi Indonesia (SGI) Tahun 2022 lalu. Survei yang sama juga dilakukan di tahun 2021 dari satu kota dan 8 Kabupaten Papua berada di posisi 29,5%. Artinya ada kenaikan pada Tahun 2022.

 Kepala BKKBN Provinsi Papua,  Nerius Auparai menjelaskan,  ada dua Kabupaten yang angkanya naik, sementara kabupaten yang lainnya memang terjadi penurunan walaupun hanya satu dua poin.

“Kabupaten Supiori dan Kabupaten Membramo Raya naik, bukan turun.  Sehingga mempengaruhi presentasi angka Papua.  Makanya  masih tinggi karena di Kabupaten Supiori itu di tahun 2021 dari hasil survei ada di 29, 5%,  di Tahun 2022 malah mengalami kenaikan lagi menjadi 40,4%. Jadi memang lonjakannya tinggi termasuk Kabupaten Mamberamo Raya,  naik sekitar 9,1 poin,” katanya belum lama ini.

Baca Juga :  Dasar Laut Dok II Ternyata Penuh Sampah

   Dia menjelaskan banyak hal yang mempengaruhi tingginya angka stunting di Papua. Tidak hanya karena cukupnya ketersediaan pangan lokal, lalu stuntingnya bisa ditekan,  tapi faktor cara pengolahan  yang mungkin belum tepat. Selain itu juga akses untuk memperoleh pelayanan yang lebih baik agak sulit.  Itu juga yang menjadi pengaruh dalam peningkatan angka pervalensi stunting.

   “Sebenarnya banyak faktor yang menyebabkan angka stunting itu tinggi,  mulai dari faktor ekonomi keluarga, tingkat pendapatan keluarga,”jelasnya

   Karena stunting itu terjadi di saat seorang ibu  sudah ada janin di dalam kandungan.  Janin di dalam kandungan itu diharapkan harusnya memperoleh asupan gizi yang baik sejak terbentuknya janin dalam kandungan ibu.  Ini yang belum terlaksana dengan baik, karena mungkin kurang pendampingan. Apalagi karena masyarakat di kampung itu memang butuh pendampingan.  Karena pola asuhnya itu belum seperti yang diharapkan.

Baca Juga :  Maju Caleg, Dua Pegawai DKLH Undurkan Diri

   Makanya ada program 1000 hari pertama kehidupan.  1000 hari pertama itu diharapkan seorang ibu yang memiliki janin di dalam kandungan,  harus mendapatkan asupan gizi yang benar.  Karena kalau tidak mendapatkan asupan gizi yang benar,  saat ada ada janin di dalam kandungan maka itu berpotensi arahnya terjadi stunting.  Termasuk dari usia bayi sejak dilahirkan sampai usia 59 hari harus mendapatkan gizi yang baik,  termasuk ibunya.

   “Kami dari BKKBN itu hanya koordinir saja,  semua dinas dan instansi yang menangani percepatan penurunan stunting itu.  Intervensi langsung itu ada di pemerintah kota dan kabupaten.  Jadi provinsi itu hanya menyiapkan programnya lalu yang mengintervensi itu kabupaten dan kota,” tambahnya. (roy/tri)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya