Monday, December 8, 2025
29.6 C
Jayapura

Kampanye 16 HAKtP, Perempuan Papua Harus Aman

JAYAPURA – Koalisi 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKtP) di Kota Jayapura akan melaksanakan rangkaian kegiatan kampanye selama 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan 2025, mulai tanggal 25 November-10 Desember 2025.

  Rangkaian kegiatan kampanye di antaranya, Survei Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan di Tanah Papua, Podcast Perempuan Pembela HAM, Podcast Perempuan Papua dan Ekoteologi, Podcast Marital Rape, Workshop Zine, Kampanye HAM di Media Sosial, dan Peringatan Puncak Hari HAM Internasional pada 10 Desember 2025.

  Koordinator Koalisi 16 HAKtP di Kota Jayapura, Novita Opki menjelaskan, kegiatan ini merupakan kolaborasi antar lembaga di Jayapura. “Sejak 25 November, kami sudah memulai pertemuan memperkuat gerakan dengan teman-teman jaringan. Ada teman-teman dari Lekat, TIKI, Jaringan HAM Papua, Elsham Papua, LBH Papua, Jerat Papua, dan beberapa lembaga serta individu lainnya,” ucap Novita Opki, kepada Cenderawasih Pos, Kamis (4/12).

Baca Juga :  Timsel Segera Buka Pendaftaran Calon Anggota Bawaslu Papua

  Selama 16 hari, mereka saling mendukung semua momen besar yang diperingati setiap 16 HAKtP. Selain itu, ada agenda internal yang didorong pada puncak penutupan 16 HAKtP di tanggal 10 Desember mendatang.

  “Kita mendorong kampanye-kampanye yang terus memperjuangkan hak-hak perempuan yang ada di atas tanah Papua, bagi mereka yang selalu mendapatkan kekerasan secara  kultural maupun struktural,” terangnya.

  Dengan peringatan 16 HAKtP, koalisi memastikan bahwa perempuan selalu ada dan tidak diam dengan segala bentuk kekerasan yang terjadi di atas tanah ini. “Dengan adanya koalisi 16 HAKtP, kami perempuan masih ada dan kami tidak diam dengan segala bentuk kekerasan, kami siap melawan segala bentuk kekerasan tersebut,” tegasnya.

Baca Juga :  Ditabrak, Pegawai PDAM Tewas

  Koalisi mendorong perempuan Papua bisa berada dalam ruang-ruang yang aman sesuai dengan konteksnya. Terutama bagaimana ruang aman yang harus diterapkan bagi perempuan-perempuan yang ada di daerah konflik.

JAYAPURA – Koalisi 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKtP) di Kota Jayapura akan melaksanakan rangkaian kegiatan kampanye selama 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan 2025, mulai tanggal 25 November-10 Desember 2025.

  Rangkaian kegiatan kampanye di antaranya, Survei Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan di Tanah Papua, Podcast Perempuan Pembela HAM, Podcast Perempuan Papua dan Ekoteologi, Podcast Marital Rape, Workshop Zine, Kampanye HAM di Media Sosial, dan Peringatan Puncak Hari HAM Internasional pada 10 Desember 2025.

  Koordinator Koalisi 16 HAKtP di Kota Jayapura, Novita Opki menjelaskan, kegiatan ini merupakan kolaborasi antar lembaga di Jayapura. “Sejak 25 November, kami sudah memulai pertemuan memperkuat gerakan dengan teman-teman jaringan. Ada teman-teman dari Lekat, TIKI, Jaringan HAM Papua, Elsham Papua, LBH Papua, Jerat Papua, dan beberapa lembaga serta individu lainnya,” ucap Novita Opki, kepada Cenderawasih Pos, Kamis (4/12).

Baca Juga :  Pelaku Hate Speech Soal Pendukung Lukas Diamankan

  Selama 16 hari, mereka saling mendukung semua momen besar yang diperingati setiap 16 HAKtP. Selain itu, ada agenda internal yang didorong pada puncak penutupan 16 HAKtP di tanggal 10 Desember mendatang.

  “Kita mendorong kampanye-kampanye yang terus memperjuangkan hak-hak perempuan yang ada di atas tanah Papua, bagi mereka yang selalu mendapatkan kekerasan secara  kultural maupun struktural,” terangnya.

  Dengan peringatan 16 HAKtP, koalisi memastikan bahwa perempuan selalu ada dan tidak diam dengan segala bentuk kekerasan yang terjadi di atas tanah ini. “Dengan adanya koalisi 16 HAKtP, kami perempuan masih ada dan kami tidak diam dengan segala bentuk kekerasan, kami siap melawan segala bentuk kekerasan tersebut,” tegasnya.

Baca Juga :  Hari Perempuan Masih Menjadi Perhatian Pemerintah Papua

  Koalisi mendorong perempuan Papua bisa berada dalam ruang-ruang yang aman sesuai dengan konteksnya. Terutama bagaimana ruang aman yang harus diterapkan bagi perempuan-perempuan yang ada di daerah konflik.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya