Kasus Aborsi Perlu Ditelusuri Penyebabnya

JAYAPURA – Dalam satu pekan ini,  dua janin bayi ditemukan dengan kondisi tak bernyawa. Sosok janin perempuan ditemukan di tempat pembuangan sampah di samping jembatan Sungai Hanyaan, Jalan Kelapa Dua Entrop pada Minggu (26/5) pagi.

  Selang satu hari, sesosok mayat bayi kembali ditemukan di lokasi wisata Pantai Kampung Holtekamp, Distrik Abepura pada Senin (27/5). Hingga kini, Polisi belum mengetahui siapa ibu yang tega membuang darah dagingnya sendiri.

  Direktur LBH Apik Jayapura, Nur Aida Duwila, mengatakan sejak Januari hingga sekarang sudah  ada beberapa kasus terkait pembuangan janin bayi.

“Mungkin yang terpantau oleh kita dua kasus, namun teman-teman lain justru menyebut ada delapan kasus aborsi sejak Januari hingga Mei tahun 2024,” ucap Nona, saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Kamis (30/5).

  Nona mengaku tak tahu pasti apakah pelaku pembuangan bayi merupakan korban kekerasan seksual atau karena hubungan pacaran yang tidak sehat. Namun setidaknya, ada perhatian khusus terutama orang paling terdekat dengan si perempuan terutama keluarga.

   “Keluarga harus memantau sejak awal apa yang terjadi kepada anak perempuannya kalau seandainya dia berpacaran lalu hamil,” ucap Nona.

  Menurut Nona, kewajiban sebagai orang tua adalah memantau anak perempuannya agar tidak terjadi kasus serupa. Dan yang paling penting adalah sejak awal orang tua bertanya kepada anak perempuannya apakah sudah haid atau belum.

  Di lain sisi, kata Nona, negara punya kewajiban membantu korban-korban seperti ini. Apakah dari pihak gereja dan pihak lainnya yang punya kapasitas.

“Sebenarnya aborsi yang dilakukan menjadi ancaman bagi yang bersangkutan. Sebab negara akan menghukumnya. Dalam undang undang kesehatan melindungi perempuan yang hanya dengan batas waktu 6 minggu kehamilannya, namun lewat dari 6 minggu dia tidak bisa aborsi karena itu perbuatan pidana,” jelasnya.

  Nona mengatakan kasus aborsi ini perlu ditelusuri tentang apa penyebabnya, dan jika sudah tahu penyebabnya selanjutnya membicarakan penanganan yang harus dilakukan. “Yang saya belum tahu apakah pelakunya korban kekerasan seksual atau karena pacaran,” kata Nona.

  Nona meminta pemerintah agar memikirkan adanya regulasi yang melindungi perempuan sebagai korban kehamilan yang tidak diinginkan. (fia/tri)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos   

JAYAPURA – Dalam satu pekan ini,  dua janin bayi ditemukan dengan kondisi tak bernyawa. Sosok janin perempuan ditemukan di tempat pembuangan sampah di samping jembatan Sungai Hanyaan, Jalan Kelapa Dua Entrop pada Minggu (26/5) pagi.

  Selang satu hari, sesosok mayat bayi kembali ditemukan di lokasi wisata Pantai Kampung Holtekamp, Distrik Abepura pada Senin (27/5). Hingga kini, Polisi belum mengetahui siapa ibu yang tega membuang darah dagingnya sendiri.

  Direktur LBH Apik Jayapura, Nur Aida Duwila, mengatakan sejak Januari hingga sekarang sudah  ada beberapa kasus terkait pembuangan janin bayi.

“Mungkin yang terpantau oleh kita dua kasus, namun teman-teman lain justru menyebut ada delapan kasus aborsi sejak Januari hingga Mei tahun 2024,” ucap Nona, saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Kamis (30/5).

  Nona mengaku tak tahu pasti apakah pelaku pembuangan bayi merupakan korban kekerasan seksual atau karena hubungan pacaran yang tidak sehat. Namun setidaknya, ada perhatian khusus terutama orang paling terdekat dengan si perempuan terutama keluarga.

   “Keluarga harus memantau sejak awal apa yang terjadi kepada anak perempuannya kalau seandainya dia berpacaran lalu hamil,” ucap Nona.

  Menurut Nona, kewajiban sebagai orang tua adalah memantau anak perempuannya agar tidak terjadi kasus serupa. Dan yang paling penting adalah sejak awal orang tua bertanya kepada anak perempuannya apakah sudah haid atau belum.

  Di lain sisi, kata Nona, negara punya kewajiban membantu korban-korban seperti ini. Apakah dari pihak gereja dan pihak lainnya yang punya kapasitas.

“Sebenarnya aborsi yang dilakukan menjadi ancaman bagi yang bersangkutan. Sebab negara akan menghukumnya. Dalam undang undang kesehatan melindungi perempuan yang hanya dengan batas waktu 6 minggu kehamilannya, namun lewat dari 6 minggu dia tidak bisa aborsi karena itu perbuatan pidana,” jelasnya.

  Nona mengatakan kasus aborsi ini perlu ditelusuri tentang apa penyebabnya, dan jika sudah tahu penyebabnya selanjutnya membicarakan penanganan yang harus dilakukan. “Yang saya belum tahu apakah pelakunya korban kekerasan seksual atau karena pacaran,” kata Nona.

  Nona meminta pemerintah agar memikirkan adanya regulasi yang melindungi perempuan sebagai korban kehamilan yang tidak diinginkan. (fia/tri)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos   

Berita Terbaru

Artikel Lainnya