JAYAPURA-Guru Besar Ilmu Sosiologi Pedesaan, Uncen, Prof. Dr. Avelinus Lefaan, MS, mengatakan Pilkada Papua akan berbeda dengan wilayah lain. Kemenangan paslon dapat ditentukan karena faktor primordialisme, atau sikap yang menganggap bahwa hal-hal yang dibawa sejak kecil, seperti adat istiadat, tradisi, kepercayaan, dan lingkungan, sangat penting dan harus ditegakkan.
Pemilih primordialisme ini lebih dominan pada masyarakat kelas menengah bawah Mereka cenderung memilih calon pemimpin karena faktor subjektifitas. Mereka lebih dominan melihat calon pemimpin dari sosoknya, asal suku, agama maupun ras. Berbeda dengan pemilih kelas atas yang cenderung mencermati visi dan misi, track record dan lainnya sebagai pembanding.
Karena itu, lanjut Lefaatn, pasca penetapan paslon September kemarin kemenangan paslon sudah bisa ditebak. Karena populasi pemilih di Papua saat ini masih didominasi pemilih kelas bawah dibandingkan kelas atas.
“Arah dukungan masyarakat di Papua saat ini sudah mulai kelihatan kemana mereka akan memberi dukungan,” katanya kepada Cenderawasih Pos, Minggu (29/9).
Diapun mengatakan visi dan misi memang menjadi penting bagi pasangan calon. Karena dapat mengetahui arah kebijakan yang akan dibangun ke depan. Akan tetapi, bagi masyarakat kelas bawah yang pemilihannya dominan karena tidak rasional tidak melihat itu sebagai pembanding.
Berbeda dengan pemilih kelas atas, pemilihan mereka lebih rasional. Karena itu, mereka masih menunggu paparan visi dan misi dari paslon saat ini. Sehingga penting bagi paslon tidak mengabaikan ide dan gagasannya untuk dipaparkan saat momentum tahapan kampanye selama rentang waktu yang telah ditentukan.
“Jika Pilkada ini tidak curang, maka kita bisa tebak, siapa yang akan menjadi pemenang,” tandasnya.
Selain karena faktor primordialisme, pemilihan masyarakat juga ditentukan karena track record atau rekam jejak. Bagi calon yang punya pengalaman menjadi pemimpin akan lebih unggul dibandingkan dengan calon pemula. “Track record juga bisa menjadi indikator, apalagi orang yang punya prestasi,” tuturnya.
Lulusan Magister Sains ( MS ) Sosiologi Pedesaan Pascasarjana IPB Bogor tahun 1992 itu mengatakan terlepas dari ciri dan sifat pemilihan masyarakat, calon pemimpin di Papua wajib memikirkan hal-hal yang penting yang berkaitan dengan pembangunan Papua ke depan.
Beberapa diantaranya seperti persoalan politik. Masalah politik di Papua sampai saat ini masih cukup serius, bahkan belum dapat diselesaikan. Pelanggaran HAM masih terjadi dimana mana, bahkan baru baru ini penyandaan pilot yang meskipun telah dibebaskan.
“Perosalan persoalan ini tidak dapat dianggap sepele, karena berkaitan dengan hak hidup masyarakat,” kata Ave.
Hal lain terkait tingkat kesejahtraan masyarakat pedesaan. Menurut dia tingkat kesekahtraan masyarakat pedesaan di Papua masih jauh dari kata sejahtera. Hal itu terjadi karena minimnya perhatian pemerintah.
Padahal UU Otsus telah memberikan proteksi khusus soal kesejahtraan masyarakat pedesaan tapi yang terjasi masyarakat pedesaan saat ini masih belum menikmati kehadiran UU Otsus.
Pembangunan mestinya harus dimulai dari pedesaan, karena mereka yang berada pada garis terdepan, tapi tingkat kemiskinan, pendidikan ekonomi mereka paling terendah,” ujarnya.
Dia berharap calon pemimpin saat ini memikirkan masalah-masalah yang sifatnya masih menjadi kompleks di Papua saat ini. Apalagi dengan adanya pemekaran pemimpin yang akan datang dituntut punya ide dan gagasan besar untuk meningkatkan sejahtraan masyarakat.
“Karena sekarang ini kita sudah banyak kehilangan sumber PAD, jadi pemimpin yang akan datang harus siap bekerja keras,” pungkasnya. (rel/tri)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos