Sunday, April 28, 2024
29.7 C
Jayapura

Diguyur Hujan Deras, SO Jadi Sarat Makna

Puluhan penggiat dan pemerhati lingkungan bergandengan tangan dalam malam Swicth Off 2019 di lapangan Otonom, Kotaraja, Sabtu (31/3). Meski diguyur hujan, pesan untuk pelestarian tetap tersalur baik. ( FOTO : Gamel Cepos )

JAYAPURA – Agenda malam swicth off (SO) 2019 yang dilakukan gerakan Earth Hour Jayapura di Lapangan Otonom Kotaraja, Sabtu (30/3) kemarin diguyur hujan. Ini terjadi saat sesi pembacaan puisi dimana salah satu peserta membacakan puisi dengan menggunakan bahasa lokal dan menyebut Robongholo. Tanda-tanda bakal terjadi hujan deras memang sudah terlihat dimana ketika acara dimulai rintik hujan mulai turun. Meski demikian acara  yang dilakukan dengan simbolik mematikan lampu selama 1 jam ini tetap berjalan bahkan semakin  bermakna. 

 Ini lantaran seluruh tim kreatif mengajak tamu undangan dan peserta untuk berbasah-basahan berdiri di tengah lapangan  dan berpegangan tangan membuat lingkaran kemudian mengheningkan cipta untuk merenung atas musibah yang terjadi di Sentani dan Kota Jayapura. “Aksi ini hanya sebuah simbol namun yang terpenting adalah bagaimana menjadikan gerakan ini sebagai  kebiasaan dan terus dikembangkan,” kata Direktur WWF Program Papua, Benja Mambai. Ia kembali menegaskan bahwa persoalan lingkungan harus dimulai dari lingkup terkecil dan menjadi tanggungjawab semua. 

Baca Juga :  Jumlah DPT di Distrik Muara Tami Berkurang 2000 Pemilih

 Kata Benja persoala lingkungan terbanyak yang terjadi di Indonesia adalah gempa dan banjir bandang dan salah satu yang cukup parah serta menjadi perbincangan hangat di Jakarta adalah soal kondisi Gunung Cycloop dan kejadian banjir di Sentani. “Kejadian di Sentani menjadi pembelajaran yang juga penuh pesan, bagaimana ikut menjaga agar tak terlalu berdampak,” bebernya. Acara SO di tahun 2019 ini menjadi aksi ke 12 dengan melibatkan 170 negara dimana ada 30 kota yang ambil bagian dari Aceh hingga Papua. “Untuk Papua ada juga dilakukan di Asmat dan Merauke, kami berharap ini terus menyebar bagaimana sikap lebih peduli termasuk bentuk pelestarian terhadap alam,” pungkasnya. (ade/wen)

Baca Juga :  Sopir Mabuk Tabrak Pemotor Hingga Tewas
Puluhan penggiat dan pemerhati lingkungan bergandengan tangan dalam malam Swicth Off 2019 di lapangan Otonom, Kotaraja, Sabtu (31/3). Meski diguyur hujan, pesan untuk pelestarian tetap tersalur baik. ( FOTO : Gamel Cepos )

JAYAPURA – Agenda malam swicth off (SO) 2019 yang dilakukan gerakan Earth Hour Jayapura di Lapangan Otonom Kotaraja, Sabtu (30/3) kemarin diguyur hujan. Ini terjadi saat sesi pembacaan puisi dimana salah satu peserta membacakan puisi dengan menggunakan bahasa lokal dan menyebut Robongholo. Tanda-tanda bakal terjadi hujan deras memang sudah terlihat dimana ketika acara dimulai rintik hujan mulai turun. Meski demikian acara  yang dilakukan dengan simbolik mematikan lampu selama 1 jam ini tetap berjalan bahkan semakin  bermakna. 

 Ini lantaran seluruh tim kreatif mengajak tamu undangan dan peserta untuk berbasah-basahan berdiri di tengah lapangan  dan berpegangan tangan membuat lingkaran kemudian mengheningkan cipta untuk merenung atas musibah yang terjadi di Sentani dan Kota Jayapura. “Aksi ini hanya sebuah simbol namun yang terpenting adalah bagaimana menjadikan gerakan ini sebagai  kebiasaan dan terus dikembangkan,” kata Direktur WWF Program Papua, Benja Mambai. Ia kembali menegaskan bahwa persoalan lingkungan harus dimulai dari lingkup terkecil dan menjadi tanggungjawab semua. 

Baca Juga :  Pemkot Salurkan Bantuan Bagi Korban Kebakaran

 Kata Benja persoala lingkungan terbanyak yang terjadi di Indonesia adalah gempa dan banjir bandang dan salah satu yang cukup parah serta menjadi perbincangan hangat di Jakarta adalah soal kondisi Gunung Cycloop dan kejadian banjir di Sentani. “Kejadian di Sentani menjadi pembelajaran yang juga penuh pesan, bagaimana ikut menjaga agar tak terlalu berdampak,” bebernya. Acara SO di tahun 2019 ini menjadi aksi ke 12 dengan melibatkan 170 negara dimana ada 30 kota yang ambil bagian dari Aceh hingga Papua. “Untuk Papua ada juga dilakukan di Asmat dan Merauke, kami berharap ini terus menyebar bagaimana sikap lebih peduli termasuk bentuk pelestarian terhadap alam,” pungkasnya. (ade/wen)

Baca Juga :  Frans Pekey: Kita Tidak Ingin Papua Selalu Disebut Terbelakang

Berita Terbaru

Artikel Lainnya