Saturday, April 27, 2024
30.7 C
Jayapura

Serasehan di Yakonde Bahas  Desa Berbasis Wilayah Adat

SENTANI– Serasehan (Yo Riya) hari pertama, Selasa (25/10) di Kampung Yakonde dengan topik:  Penguatan Pemerintahan Desa Berbasis Wilayah Adat Sebagai Wujud dari Penerapan Kewenangan Asal-Usul Desa.

Sarasehan ini mendiskusikan situasi pengakuan dan perlindungan masyarakat adat di tingkat desa. Bagaimana desa sebagai institusi negara,  sekaligus sebagai institusi sosial yang langsung berhadapan dengan masyarakat adat,  dapat berkontribusi terhadap pengakuan dan perlindungan masyarakat adat.

Serasehan ini juga akan memberikan rekomendasi terkait penguatan kewenangan asal-usul desa dalam penyelenggaraan pembangunan desa di Indonesia.

Untuk pemberkuat dan perjelas topik, maka ada sejumlah narasumber yang didatangkan, diantaranya  Abdi Akbar (Direktur Perluasan Partisipasi Politik Masyarakat Adat), Baso ‘Gandangsura’ (Kepala Desa Bonelemo), Yasir Sani (Kemitraan), Sugito Jaya Saentika S.Sos, M.H (Dirjen Pembangunan Desa dan Pedesaan) serta beberapa narasumber lainnya.

Baca Juga :  Pemkab Tidak akan Bayar Ulang Tanah di BTN Pemda

Salah satu pemateri dari Dirjen Pembangunan Desa dan Pedesaan pada Kementerian Desa  (Kemendes) RI, Sugito Jaya Saentika mennjelaskan tentang status desa sipil dan desa adat menyebutkan, bahwa penggunaan status tersebut dikembalikan kepada masyarakat setempat apakah ingin menggunakan desa dinas atau desa adat.

“Kami dari kementerian tidak bisa mengintervensi sampai ke desa-desa tentang pengunaan status, tetapi kami hanya bisa mengeluarkan regulasi atau ketentuan yang dalam redaksi regulasi itu kami mengatakan, penyebutannya dapat disesuaikan dengan karakter masing-masing daerah,” jelasnya.

Sementara itu, salah seorang peserta KMAN VI yang juga sebagai Ketua AMAN Kalimantan Utara, Yohanis mengatakan bahwa sampai dengan saat ini pemerintah belum mampu mengatasi sejumlah permasalah desa yang terjadi di daerah-daerah.

Baca Juga :  Pasien Covid-19 Bertambah Sembilan Orang

Dirinya mencontohkan, bahwa di Kalimantan Utara, Kabupaten Bulungan sampai dengan saat ini masih menemui sebuah persoalan yang tidak mampu diselesai pemerintah, yaitu persoalan mengenai desa dalam desa yang mana telah terjadi diskriminasi terhadap 17 kampung.

“Yang mana pada tahun 1972 akibat dari keluarnya Inpres dan Surpres, telah terjadi pemindahan secara paksa penduduk setempat dari satu lokasi ke lokasi lain dan membentuk desa. Artinya bahwa, sampai dengan saat ini persoalan mengenai hak-hak masyarakat adat dalam suatu desa belum sepenuhnya terpenuhi,”jelasnya.

Ditemui ada banyak perbedaan dan permasalahan desa di setiap daerah di nusantara saat pembahasan topik, namun sesungguhnya semua komponen lewat KMAN VI di Tanah Tabi-Papua hendaknya melahirkan rekomendasi sebagai solusi untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.(roy/ary)

SENTANI– Serasehan (Yo Riya) hari pertama, Selasa (25/10) di Kampung Yakonde dengan topik:  Penguatan Pemerintahan Desa Berbasis Wilayah Adat Sebagai Wujud dari Penerapan Kewenangan Asal-Usul Desa.

Sarasehan ini mendiskusikan situasi pengakuan dan perlindungan masyarakat adat di tingkat desa. Bagaimana desa sebagai institusi negara,  sekaligus sebagai institusi sosial yang langsung berhadapan dengan masyarakat adat,  dapat berkontribusi terhadap pengakuan dan perlindungan masyarakat adat.

Serasehan ini juga akan memberikan rekomendasi terkait penguatan kewenangan asal-usul desa dalam penyelenggaraan pembangunan desa di Indonesia.

Untuk pemberkuat dan perjelas topik, maka ada sejumlah narasumber yang didatangkan, diantaranya  Abdi Akbar (Direktur Perluasan Partisipasi Politik Masyarakat Adat), Baso ‘Gandangsura’ (Kepala Desa Bonelemo), Yasir Sani (Kemitraan), Sugito Jaya Saentika S.Sos, M.H (Dirjen Pembangunan Desa dan Pedesaan) serta beberapa narasumber lainnya.

Baca Juga :  Disnakertrans  Terus Berikan Pelatihan Kerja

Salah satu pemateri dari Dirjen Pembangunan Desa dan Pedesaan pada Kementerian Desa  (Kemendes) RI, Sugito Jaya Saentika mennjelaskan tentang status desa sipil dan desa adat menyebutkan, bahwa penggunaan status tersebut dikembalikan kepada masyarakat setempat apakah ingin menggunakan desa dinas atau desa adat.

“Kami dari kementerian tidak bisa mengintervensi sampai ke desa-desa tentang pengunaan status, tetapi kami hanya bisa mengeluarkan regulasi atau ketentuan yang dalam redaksi regulasi itu kami mengatakan, penyebutannya dapat disesuaikan dengan karakter masing-masing daerah,” jelasnya.

Sementara itu, salah seorang peserta KMAN VI yang juga sebagai Ketua AMAN Kalimantan Utara, Yohanis mengatakan bahwa sampai dengan saat ini pemerintah belum mampu mengatasi sejumlah permasalah desa yang terjadi di daerah-daerah.

Baca Juga :  Komitmen Berantas Miras Jangan Hanya Retorika

Dirinya mencontohkan, bahwa di Kalimantan Utara, Kabupaten Bulungan sampai dengan saat ini masih menemui sebuah persoalan yang tidak mampu diselesai pemerintah, yaitu persoalan mengenai desa dalam desa yang mana telah terjadi diskriminasi terhadap 17 kampung.

“Yang mana pada tahun 1972 akibat dari keluarnya Inpres dan Surpres, telah terjadi pemindahan secara paksa penduduk setempat dari satu lokasi ke lokasi lain dan membentuk desa. Artinya bahwa, sampai dengan saat ini persoalan mengenai hak-hak masyarakat adat dalam suatu desa belum sepenuhnya terpenuhi,”jelasnya.

Ditemui ada banyak perbedaan dan permasalahan desa di setiap daerah di nusantara saat pembahasan topik, namun sesungguhnya semua komponen lewat KMAN VI di Tanah Tabi-Papua hendaknya melahirkan rekomendasi sebagai solusi untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.(roy/ary)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya