Thursday, May 9, 2024
25.7 C
Jayapura

Suku Waro dan Wolagma Bertikai, Pendeta dan Forkompimda Turun Tangan

Sepenggal Sinopsis Cerita Film Si Tikam Polisi Noken

Salah satu bagian dari proses pengambilan gambar film  Si Tikam Polisi Noken di Mapolres Jayapura, Minggu, (7/2). ( FOTO: Robert Mboik Cepos)

SENTANI-Pertikaan dua kelompok suku yakni  Suku Waro dan Wolagma telah mengakibatkan jatuhnya banyak korban. Pertikaian dua kelompok suku itu, akhirnya diselesaikan dengan cara damai. Proses perdamaian dilakukan di lapangan Polres Puncak Cartens. Sebelum perdamaian berlangsung, ada sejumlah tahapan prosesi budaya dan tradisi yang dilalukan oleh kedua kelompok suku itu.

Pertikaian dua kelompok suku tersebut sangat menyedot  perhatian banyak pihak, mulai dari gereja, unsur pemerintah dan TNI/Polri.

Perdamaian itu dilakukan, Minggu (7/2). Setelah melalui proses yang cukup panjang, proses perdamaian pun selesai dan berjalan lancar.

Seperti itulah kira-kira sepenggal sinopsis dari cerita film Si Tikam Polisi Noken, karya Polda Papua.

Kapolda Papua, Irjen Pol Paulus Waterpauw yang juga sebagai pemeran pendeta dalam film itu mengatakan, film Si Tikam Polisi Noken ini sengaja dibuat dalam bentuk cerita film layar lebar. Itu karena ada hubungannya terkait tradisi dan budaya yang  sering menjadi konflik antara suku di pedalaman Papua. 

Akibat dari pertikaian antara suku yang kerap terjadi itu, menyebabkan banyak  korban yang berjatuhan.

“Di sini saya berperan sebagai Hamba Tuhan. Sebagai pendeta yang tugasnya menyelesaikan atau ikut mendamaikan  bersama Forkopimda dari Polres Puncak Cartenz,” kata Irjen Pol Paulus Waterpauw kepada wartawan usai pengambilan gambar dari film tersebut di Mapolres Jayapura, Minggu (7/2).

Baca Juga :  Sebagian Motor Curian Sudah Dijual

Dia menyebutkan, kehadiran pendeta bersama Forkopimda dalam penyelesaian konflik antar suku dalam film itu sebagai simbol dan tanda untuk menyelesaikan pertikaian dengan proses perdamaian. 

Di mana simbol perdamaian itu ditandai dengan patah anak panah yang dilakukan oleh kedua kelompok suku tersebut.

“Kehadiran pendeta bersama Forkopimda itu, dalam rangka menyelesaikan perdamaian, termasuk bayar denda dan lain sebagainya itu, bupati sudah menyampaikan bahwa akan bertanggung jawab juga. Tetapi minta sekaligus agar ini menjadi konflik yang terakhir,”ujarnya menjelaskan.

Lanjut dia, dadirnya sosok Tikam Polisi Noken itu adalah, seorang polisi yang memang bertugas dan kemudian menjadi juru bahasa, tapi juga menjadi penerjemah bahasa. Yang bisa meyakinkan salah satu suku yang bertikai. Dalam ceritanya, suku yang terlibat pertikaian itu adalah suku Waro dan Wolagma. Nama suku itu memang tidak ada, tapi itu hanya menjadi skenario dari cerita film tersebut.

Sutradara dari flm itu adalah Karo SDM Polda Papua.Selain itu  menggunakan tenaga profesional yang didatangkan dari Jakarta dengan perlengkapan peralatan yang cukup canggih.

Karena ini untuk Bioskop atau film layar lebar, nanti tunggu akan ada skenario lanjutan yang akan dilakukan lagi. “Semoga dalam waktu dekat bisa diselesaikan sehingga bisa menjadi tontonan yang baik untuk kita saksikan bersama,” ujar mantan Kapolda Sumut itu.

Baca Juga :  Sukseskan Pemilu 2024, Masyarakat Pastikan Diri Terdaftar di DPT

Selanjutnya sang sutradara, Kombes Pol Ade Djaja Subagdja, S.I.K. Proses syuting film Si Tikam Polisi Noken itu sudah memasuki babak akhir. Proses syuting yang dilaksanakan di Mapolres Jayapura itu adalah penyelesaian konflik secara adat. Film ini secara keseluruhan untuk tempat pengambilan gambarnya sekitar 85 persen di hutan.

“Ini sebagai bentuk apresiasi pembinaan bintara noken. Kita juga mau menunjukan bahwa kita di Papua bisa membuat film,” ujarnya.

Dia mengakui, pembuatan film ini sudah dilaksanakan selama kurang lebih enam bulan belakangan ini dan ditargetkan akan dirilis pada akhir Februari tahun ini.

Menurutnya, isi keseluruhan dari  cerita film tersebut memuat tentang budaya dan adat istiadat yang ada di Papua.  Kemudian terkait soliditas TNI dan Polri, kemudian ada  juga terkait perjuangan seorang polisi ketika dia diangkat oleh seorang TNI.

” Pembuatannya hampir 6 bulan ini, kemarin terpotong karena ada Pilkada, ada pandemi Covid-19, mudah-mudahan di akhir Februari ini segera kita rilis,” tambahnya. (roy/tho)

Sepenggal Sinopsis Cerita Film Si Tikam Polisi Noken

Salah satu bagian dari proses pengambilan gambar film  Si Tikam Polisi Noken di Mapolres Jayapura, Minggu, (7/2). ( FOTO: Robert Mboik Cepos)

SENTANI-Pertikaan dua kelompok suku yakni  Suku Waro dan Wolagma telah mengakibatkan jatuhnya banyak korban. Pertikaian dua kelompok suku itu, akhirnya diselesaikan dengan cara damai. Proses perdamaian dilakukan di lapangan Polres Puncak Cartens. Sebelum perdamaian berlangsung, ada sejumlah tahapan prosesi budaya dan tradisi yang dilalukan oleh kedua kelompok suku itu.

Pertikaian dua kelompok suku tersebut sangat menyedot  perhatian banyak pihak, mulai dari gereja, unsur pemerintah dan TNI/Polri.

Perdamaian itu dilakukan, Minggu (7/2). Setelah melalui proses yang cukup panjang, proses perdamaian pun selesai dan berjalan lancar.

Seperti itulah kira-kira sepenggal sinopsis dari cerita film Si Tikam Polisi Noken, karya Polda Papua.

Kapolda Papua, Irjen Pol Paulus Waterpauw yang juga sebagai pemeran pendeta dalam film itu mengatakan, film Si Tikam Polisi Noken ini sengaja dibuat dalam bentuk cerita film layar lebar. Itu karena ada hubungannya terkait tradisi dan budaya yang  sering menjadi konflik antara suku di pedalaman Papua. 

Akibat dari pertikaian antara suku yang kerap terjadi itu, menyebabkan banyak  korban yang berjatuhan.

“Di sini saya berperan sebagai Hamba Tuhan. Sebagai pendeta yang tugasnya menyelesaikan atau ikut mendamaikan  bersama Forkopimda dari Polres Puncak Cartenz,” kata Irjen Pol Paulus Waterpauw kepada wartawan usai pengambilan gambar dari film tersebut di Mapolres Jayapura, Minggu (7/2).

Baca Juga :  Oktober, Disnakertrans Kirim 50 Pencaker Ikut Pelatihan

Dia menyebutkan, kehadiran pendeta bersama Forkopimda dalam penyelesaian konflik antar suku dalam film itu sebagai simbol dan tanda untuk menyelesaikan pertikaian dengan proses perdamaian. 

Di mana simbol perdamaian itu ditandai dengan patah anak panah yang dilakukan oleh kedua kelompok suku tersebut.

“Kehadiran pendeta bersama Forkopimda itu, dalam rangka menyelesaikan perdamaian, termasuk bayar denda dan lain sebagainya itu, bupati sudah menyampaikan bahwa akan bertanggung jawab juga. Tetapi minta sekaligus agar ini menjadi konflik yang terakhir,”ujarnya menjelaskan.

Lanjut dia, dadirnya sosok Tikam Polisi Noken itu adalah, seorang polisi yang memang bertugas dan kemudian menjadi juru bahasa, tapi juga menjadi penerjemah bahasa. Yang bisa meyakinkan salah satu suku yang bertikai. Dalam ceritanya, suku yang terlibat pertikaian itu adalah suku Waro dan Wolagma. Nama suku itu memang tidak ada, tapi itu hanya menjadi skenario dari cerita film tersebut.

Sutradara dari flm itu adalah Karo SDM Polda Papua.Selain itu  menggunakan tenaga profesional yang didatangkan dari Jakarta dengan perlengkapan peralatan yang cukup canggih.

Karena ini untuk Bioskop atau film layar lebar, nanti tunggu akan ada skenario lanjutan yang akan dilakukan lagi. “Semoga dalam waktu dekat bisa diselesaikan sehingga bisa menjadi tontonan yang baik untuk kita saksikan bersama,” ujar mantan Kapolda Sumut itu.

Baca Juga :  Salah Paham Saat Lihat Foto Tak Senonoh di HP korban

Selanjutnya sang sutradara, Kombes Pol Ade Djaja Subagdja, S.I.K. Proses syuting film Si Tikam Polisi Noken itu sudah memasuki babak akhir. Proses syuting yang dilaksanakan di Mapolres Jayapura itu adalah penyelesaian konflik secara adat. Film ini secara keseluruhan untuk tempat pengambilan gambarnya sekitar 85 persen di hutan.

“Ini sebagai bentuk apresiasi pembinaan bintara noken. Kita juga mau menunjukan bahwa kita di Papua bisa membuat film,” ujarnya.

Dia mengakui, pembuatan film ini sudah dilaksanakan selama kurang lebih enam bulan belakangan ini dan ditargetkan akan dirilis pada akhir Februari tahun ini.

Menurutnya, isi keseluruhan dari  cerita film tersebut memuat tentang budaya dan adat istiadat yang ada di Papua.  Kemudian terkait soliditas TNI dan Polri, kemudian ada  juga terkait perjuangan seorang polisi ketika dia diangkat oleh seorang TNI.

” Pembuatannya hampir 6 bulan ini, kemarin terpotong karena ada Pilkada, ada pandemi Covid-19, mudah-mudahan di akhir Februari ini segera kita rilis,” tambahnya. (roy/tho)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya