Soal Pemetaan Wilayah Adat di Kab. Jayawijaya
WAMENA – Ketua Dewan Adat Hubula Engelbert Sorabut menyatakan hasil pemetaan wilayah adat yang telah dilakukan oleh pemerintah kabupaten Jayawijaya agar ada pengakuan keberadaan itu, misalnya untuk wilayah Wio itu dari kali Hitu sampai Kampung Megapura, itu memang dari dulu sudah diakui seperti itu.
“Artinya pengakuan itu dari dulu atau yang lebih dikenal dengan konfederasi perang atau aliansi itu yang kita kembali melakukan penataan lalu bagaimana kita dorong kepada pemerintah untuk mengakui keberadaan batas wilayah adat,”ungkapnya Kepada Cenderawasih Pos Kamis (10/10) di Wamena.
Menurutnya, tujuan dari pemetaan wilayah adat ini agar segala sesuatu atau pembangunan yang dilakukan pemerintah bisa masuk ke situ, karena disitu ada pemimpinnya dan strukturnya lengkap tinggal pemerintah akui wilayah adat itu, selama ini pemerintah maupun agama mengatur wilayah adat sesuka mereka.
“Kalau wilayah adat itu tidak dibatasi dengan gunung, kali, ataupun sungai misalnya di wilayah adat Witaya itu tidak dibatasi oleh kali Baliem, sehingga sebagian dari wilayah pasar baru Jibama itu masuk dalam wilayah adat Witaya,”jelas Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Jayawijaya.
Engelbert juga mengaku pemetaan wilayah adat ini sudah dilakukan dewan adat itu sejak tahun 2004, kalau yang dilakukan dilakukan oleh Bappeda Jayawijaya dan Yayasan YPAW dan LMA yang disatukan, sebab untuk penataan wilayah adat versi LMA ini hanya 5 wilayah adat, sedangkan versi YPAW dengan dewan adat Hubula mirip sehingga Bappeda mendorong untuk menyatukan.
Ia juga menilai, dengan pemetaan wilayah adat ini memudahkan pemerintah untuk masuk atau kegiatan lain yang masuk untuk melakukan koordinasi dengan kelompok masyarakat adat, saat ini sudah tidak ada masalah lagi terkait dengan pemetaan wilayah adat yang ada di Kabupaten Jayawijaya. (jo/wen)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOSÂ https://www.myedisi.com/cenderawasihpos