
Emiricus: Masuk SMA, Masih Ada yang Baru Bisa Mengeja
MERAUKE-Di tengah pandemic Covid-19 yang terjadi saat ini, SMAN I Muting menerapkan 2 cara dalam penerimaan siswa baru. Kepala Sekolah SMAN I Muting Drs Emiricus Renwarin, mengungkapkan, bahwa dalam untuk penerimaan siswa baru tersebut selain membuka pendaftaran siswa di sekolah juga meminta bantuan dari SMP yang ada di wilayah Distrik Muting, Ulilin dan Elikobel untuk mendata siswa secara kolektif yang akan masuk ke SMAN I Muting.
“Kami sudah kirimkan persyaratan ke SMP yang ada di Muting, Ulilin dan Elikobel untuk diisi dan dilengkapi calon siswa tersebut. Setelah itu, nanti kami jemput calon siswa tersebut ke sekolah-sekolah mereka yang memang jauh dari SMAN I Muting,’’ kata Emirikus Renwarin saat ditemui di Merauke, Selasa (16/6).
Di 3 distrik tersebut, ungkap Emiricus Renwarin, tercatat 5 SMP yakni SMPN 1 Muting, SMPN 2 di Ulilin, SMP 3 di Elikobel , SMP 4 di Alfasera 3 Muting dan SMP 5 di Bupul 9 Distrik Ulilin. “Tadi malam saya dapatkan laporan bahwa dari panitia yang kami bentuk di sekolah, sudah tercatat 65 siswa yang mendaftar. Sementara di sekolah-sekolah tersebut secara kolektif, saya belum menerima laporan,’’ jelas Emiricus Renwarin.
Dikatakan, tahun lalu jumlah siswa baru yang pihaknya terima sebanyak 115 orang dengan 4 rombongan belajar (rombel). Dia pun berharap pada tahun ajaran 2020/2021 siswa yang masuk di SMAN Muting tersebut sebanyak 4 rombel. Emiricus Renwarin mengakui bahwa siswa yang masuk pada tahun pertama cukup banyak namun tahun berikutnya jumlahnya terus berkurang.
Dikatakan, banyak faktor yang menyebabkan anak tersebut gagal di tengah jalan. Misalnya, masalah ekonomi keluarga, nikah mudah dan kemampuan siswa dalam menerima mata pelajaran. Namun dia menilai sebagian siswa yang gagal di tengah jalan tersebut karena kemapuan siswa dalam menyesuaikan mata pelajaran yang diterimanya.
Sebab, diantaranya siswa yang diterima tersebut, kendari sudah status SMA namun terkadang sebagian masih mengeja dalam membaca dan menulis. ‘’Ini terjadi karena dasarnya yang tidak kuat. Saya bukan mau menyalahkan teman-teman guru yang ada di SD dan SMP tapi itulah fakta yang terjadi. Saya bicara apa adanya. Karena saat di SD, tidak ada di sekolah karena dua alasan, Pertama karena memang tidak ada guru dan guru tidak ada di tempat,’’ katanya.
Sementara anak meski tidak tahu membaca dna menulis tetap naik kelas dan lulus . Begitu juga saat di SMP, kendala mengalami hal yang sama, namun siswa tetap dinaikan dan pada akhirnya lulus. ‘’Nah, ketika di SMA, mereka tidak mampu menyesuaian pelajaran dan merasa tersisih dan tidak mampu sehingga keluar dari sekolah,’’ jelasnya .
Sementara dari sisi ekonomi, Emiricus Renwarin masih meyangsikan. Karena menurutnya ada dana BOP yang digunakan, apalagi sebagian dari siswa tersebut di asramakan. “Lalu ada sebagian dari anak-anak tersebut dibantu oleh perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di sana,’’ tambahnya. Karena itu, sarannya , yang harus dibenahi adalah SD dan SMP. ‘’Kalau dasarnya ini rapuh, maka sulit anak untuk bisa lanjut,’’ tambahnya. (ulo)