Friday, April 19, 2024
33.7 C
Jayapura

Eduar Dimo: Konflik Sengketa Tanah di Merauke Cukup Besar

MERAUKE- Kepala  Badan  Pertanahan dan Agraria Merauke Eduar A. Dimo  mengungkapkan bahwa sampai sekarang  ini konflik  sengketa  tanah di Merauke.  Salah satunya adanya   tumpang tindih  kepemilikan  tanah. 

  ‘’Ini salah satunya  yang harus kita selesaikan,’’ kata Eduar A Dimo seusai  pembukaan  rapat koordinasi gugus tugas reforma agrarian (GTRA) di   Kabupaten Merauke yang dihadiri sekitar 30  instansi  terkait, Kamis (12/9).   

  Menurut dia, GTRA ini merupakan satu gerak antara pemerintah daerah dan badan pertanahan  sehubugan dengan  program-program strategis pemerintah pusat yang diarahkan ke seluruh tanah Indonesia ini  sehingga dimana salah satu bagian yang harus diselesaikan adalah  konflik sengketa  yang luar di Mertauke yang  tumpang tundih.  

‘’Kedua ada sangkut pautnya dengan   perusahaan-perusahaan besar yang tidak memanfaatkan tanahnya atau  sudah mau berakhir hak guna usahanya. Mudah-mudahan   tanah-tanah itu bisa kembalikan dalam bentuk sertifikat kepada  masyarakat kembali,’’ jelasnya.  

Baca Juga :  Pelaku Persetubuhan Anak Kembar Diperiksa

   Salah satu   HGU    yang dikuasai  perusahaan dan akan berakhir tersebut, jelas  Eduar A. Dimo adalah di Kampung Urum, Distrik Semangga Merauke. Tanah yang  dikuasai Tommy Soeharto   tersebut, lanjut dia, HGUnya akan berakhir     tahun 2028 mendatang. ‘’Kita belum sentuh tanah tersebut. Kita berdoa mudah-mudahan    kita bisa ambil kembali tanahnya,’’ tandasnya. 

       Selain itu,    lanjut dia,   berkaitan dengan  tanah-tanah yang sudah dikuasai masyarakat dalam kawasan hutan  sangat penting untuk dikeluarkan dari kawasan-kawasan  tersebut sehubungan dengan  adanya program pemerintah  saat ini. 

 ‘’Masyarakat sudah buka  tapi masih dalam kawasan  hutan. Bagian-bagian yang menurut  hemat kami perlu untuk dikoordinasi dan kerja sama antara pemerintah  daerah dan Badan Pertanahan maupun BPKH dan OPD Pemerintah Daerah. Hampir 30 OPD terlibat  untuk mengambil keputusan bersama sehingga  badan pertanahan tidak jalan sendiri tapi kerja sama  yang baik dengan pemerintah daerah,’’ jelasnya. 

Baca Juga :  Jangan Banyak Protes,  Harus Tahu Kerja

 Dikatakan,   hasil  yang diperoleh dari rapat koordinasi ini akan dilaporkan  kepada pemerintah daerah.  Salah satu contoh tambah dia adalah  terkait penetapan batas  wilayah hak ulayat yang menurut  Eduar Dimo sangat penting.  ‘’Contoh untuk pendaftaran tanah-tanah sistematik  lengkap untuk desa-desa lengkap  minimal di sana sudah ada informasi. Misalnya  untuk  tanah Marga Ndiken bahwa tanah  Ndiken itu sudah lepas kepada siapa-siapa  saja. Sisa Tanah Ndiken  yang belum dilepas itu berapa. Begitu juga dengan marga lainnya seperti Gebze, Mahuze, Basik-Basik dan sebagainya,’’ pungkasnya. (ulo/tri)   

MERAUKE- Kepala  Badan  Pertanahan dan Agraria Merauke Eduar A. Dimo  mengungkapkan bahwa sampai sekarang  ini konflik  sengketa  tanah di Merauke.  Salah satunya adanya   tumpang tindih  kepemilikan  tanah. 

  ‘’Ini salah satunya  yang harus kita selesaikan,’’ kata Eduar A Dimo seusai  pembukaan  rapat koordinasi gugus tugas reforma agrarian (GTRA) di   Kabupaten Merauke yang dihadiri sekitar 30  instansi  terkait, Kamis (12/9).   

  Menurut dia, GTRA ini merupakan satu gerak antara pemerintah daerah dan badan pertanahan  sehubugan dengan  program-program strategis pemerintah pusat yang diarahkan ke seluruh tanah Indonesia ini  sehingga dimana salah satu bagian yang harus diselesaikan adalah  konflik sengketa  yang luar di Mertauke yang  tumpang tundih.  

‘’Kedua ada sangkut pautnya dengan   perusahaan-perusahaan besar yang tidak memanfaatkan tanahnya atau  sudah mau berakhir hak guna usahanya. Mudah-mudahan   tanah-tanah itu bisa kembalikan dalam bentuk sertifikat kepada  masyarakat kembali,’’ jelasnya.  

Baca Juga :  KM. AMJ Lima Dilporkan Tenggelam di Laut Arafura

   Salah satu   HGU    yang dikuasai  perusahaan dan akan berakhir tersebut, jelas  Eduar A. Dimo adalah di Kampung Urum, Distrik Semangga Merauke. Tanah yang  dikuasai Tommy Soeharto   tersebut, lanjut dia, HGUnya akan berakhir     tahun 2028 mendatang. ‘’Kita belum sentuh tanah tersebut. Kita berdoa mudah-mudahan    kita bisa ambil kembali tanahnya,’’ tandasnya. 

       Selain itu,    lanjut dia,   berkaitan dengan  tanah-tanah yang sudah dikuasai masyarakat dalam kawasan hutan  sangat penting untuk dikeluarkan dari kawasan-kawasan  tersebut sehubungan dengan  adanya program pemerintah  saat ini. 

 ‘’Masyarakat sudah buka  tapi masih dalam kawasan  hutan. Bagian-bagian yang menurut  hemat kami perlu untuk dikoordinasi dan kerja sama antara pemerintah  daerah dan Badan Pertanahan maupun BPKH dan OPD Pemerintah Daerah. Hampir 30 OPD terlibat  untuk mengambil keputusan bersama sehingga  badan pertanahan tidak jalan sendiri tapi kerja sama  yang baik dengan pemerintah daerah,’’ jelasnya. 

Baca Juga :  Sejumlah Wartawan Dilatih Mengolah Bandeng Presto

 Dikatakan,   hasil  yang diperoleh dari rapat koordinasi ini akan dilaporkan  kepada pemerintah daerah.  Salah satu contoh tambah dia adalah  terkait penetapan batas  wilayah hak ulayat yang menurut  Eduar Dimo sangat penting.  ‘’Contoh untuk pendaftaran tanah-tanah sistematik  lengkap untuk desa-desa lengkap  minimal di sana sudah ada informasi. Misalnya  untuk  tanah Marga Ndiken bahwa tanah  Ndiken itu sudah lepas kepada siapa-siapa  saja. Sisa Tanah Ndiken  yang belum dilepas itu berapa. Begitu juga dengan marga lainnya seperti Gebze, Mahuze, Basik-Basik dan sebagainya,’’ pungkasnya. (ulo/tri)   

Berita Terbaru

Artikel Lainnya