Saturday, April 20, 2024
24.7 C
Jayapura

Ribuan Pendulang Mengungsi ke Boven Digoel

Para pendulang emas ilegal dari Yahukimo yang mengungsi ke Boven Digoel. (FOTO : Letkol Chandra Kurniawan for Cepos ) 

MERAUKE- Ribuan   pendulang  secara ilegal  di wilayah perbatan Kabupaten Yahukimo dan Pegunungan Bintang   yang diserang oleh sekelompok   masyarakat dengan menggunakan  senjata tajam beberapa  waktu lalu  mengungsi ke Tanah Merah, Ibukota Kabupaten Boven Digoel. 

  Dandim   1711/Boven Digoel Letkol Inf. Chandra Kurniawan, dihubungi media ini ke telpon selulernya  mengungkapkan bahwa sampai Selasa (10/9), kemarin, jumlah pengungsi  dari warga yang  melakukan pendulangan emas secara ilegal  tersebut telah mencapai 2.153 orang.  

  “Sampai sekarang, jumlah   pendulang  emas secara ilegal dari Kabupaten Pegunungan Bintang sebanyak 2.153 orang,’’ tandas   Dandim Chandra Kurniawan. 

     Menurut   Dandim, mereka   yang telah mengungsi dari  lokasi pendulangan emas secara ilegal di Pegunungan Bintang tersebut  sebagian telah dipulangkan  ke daerahnya   masing-masing, namun sebagian    telah tinggal di keluarga   mereka yang ada di Boven Digoel. Namun   ada juga  yang ditampung  di bekas penjara   Tanah Merah, Boven Digoel. 

    Menurutnya, dari 2.153  yang mengungsi ke Boven Digoel  tersebut,  12 diantaranya yang  sempat di rawat di RSUD  Tanah Merah, karena  terluka dan  sakit  akibat  menempuh  perjalanan. Namun dari 12  pengungsi  tersebut, lanjut Dandim semuanya sudah  baik-baik.      “Dari    12 orang yang sempat dirawat  itu, semuanya sudah  sehat-sehat,’’ katanya. 

  Dandim menambahkan  bahwa kemungkinan  jumlah pengungsi   ini masih akan bertambah karena sampai sekarang  ini masih terus bertambah. ‘’Kemungkinan sebagian   masih dalam perjalanan menuju Boven Digoel,’’ tandasnya. 

   Seperti diketahui,  bahwa penambang emas secara illegal di Kabupaten Pegunungan Bintang tersebut diserang sekelompok warga yang menggunakan alat tajam. Pemerintah  sendiri sebenarnya sudah melarang masyarakat  untuk melakukan penambangan secara ilegal. Bahkan saat itu, pihak Polda Papua    telah menyita  sebuah helikopter   yang sering membawa bama bagi  penambang  ilegal yang berada di hutan  tersebut beberapa waktu lalu. (ulo/tri)

Baca Juga :  Akhirnya, Delapan Warga Bangladesh Dideportasi

drg.Aloysius Giyai, MKes

Kadinkes Papua: Saya Benar-benar Kecewa! 

Pembangunan Rumkit Rujukan Tanpa Dukungan Pemkab Merauke

MERAUKE- Kepala Dinas Kesehatan   Provinsi Papua dr Aloysius Giay mengaku kecewa  dengan pembangunan  rumah sakit  (rumkit) tipe B di Merauke sebagai rumah sakit  rujukan di  bagian Selatan Papua. Pasalnya, sejak    peletakan   batu pertama   rumah sakit  tersebut 4 tahun lalu,  Aloysius Giyai mengaku  penganggarannya   baru dilakukan dari Pemerintah Provinsi Papua.   Akibatnya, rumah  sakit  yang dibangun di belakang perumahan Veteran, Kelurahan Kamundu  tersebut terlihat   terbengkalai. 

  ‘’Jujur   saja, sejak saya peletakan   batu pertama  4 tahun lalu, yang kerja dan alokasikan anggaran    baru  Dinas Kesehatan Provinsi  Papua. Jadi saya   benar-benar kecewa,’’ kata  Aloysius Giyai menjawab pertanyaan Cenderawasih Pos   di Merauke, Sabtu (10/8).   

  Menurut Aloysius Giyai, tahun ini   pihaknya dari Dinas Kesehatan Provinsi Papua menganggarkan  Rp 15 miliar untuk membangun satu  gedung lagi. Sementara satu gedung   utama sudah dibangun. 

  “Saya tidak tahu alasan  apa. Tapi  Pemkab Merauke selama 4 tahun tidak menganggarkan   pembangunan rumah sakit tersebut. Seharusnya ada sharing antara  pemerintah provinsi dan Kabupaten Merauke. Saya    kecewa sekali. Katanya tahun lalu mereka anggarkan Rp  25 miliar  tapi buktinya  tidak ada. mungkin dialihkan di tempat lain. Jujur saja, saya kecewa. Kalau kampanye bilang  pendidikan dan kesehatan  jadi prioritas tapi rumah sakit B  yang dibangun ini dengan tujuan mendekatkan pelayanan supaya  pasien rujukan tidak perlu rujuk ke Jayapura. Apalagi   keluar Papua  jika kita sudah punya rumah sakit yang  bertandar,’’ katanya lagi.   

Baca Juga :  Masuki Zona Hijau, Masyarakat Tetap Ikuti Protokol Kesehatan

   Aloysius Giyai menjelaskan, selama  menjabat sebagai Kepala Dinas Kesehatan di Papua, dirinya punya    komitmen  untuk membangun  rumah sakit rujukan di 5 wilayah adat. ‘’Kenapa yang lain bisa    jalan. Nabire sudah selesai. Biak tahun ini selesai dan dua wilayah adat lainnya selesai,’’ jelasnya. 

  Dijelaskan Aloysius, bahwa Dana Alokasi Khusus  (DAK) dari pusat sebenarnya diperuntukan  untuk membangun   rumah sakit  yang baru   tersebut. ‘’Kita sharing. DAK  untuk rumah sakit regional rujukan , kemudian dari  provinsi dan juga APBD kabupaten,’’  jelasnya. 

   Ditanya wartawan  apakah selama ini sudah dikoordinasikan dengan     pihak Kabupaten, Aloysius Giyai  mengaku setiap ada pertemuan   dirinya mempertanyakan   baik kepada kepala  dinas maupun kepada   bupatinya langsung dengan jawaban iya. ‘’Tapi  nyatanya di lapangan tidak ada,’’ terangnya. 

   Meski  Pemkab Merauke kurang perhatian   kepada pembangunan rumah sakit  regional  ini, namun menurut  Aloysius  Giay,    kemungkinan   perhatian  pemerintah   Kabupaten Merauke di sector kesehatan lain seperti  penanganan  HIV. Sebab, menurut Aloysius Giyai,  Kabupaten Merauke  yang    dulunya  nomor  satu  jumlah penderita HIV -AIDS di Papua, sekarang  sudah  melorot keurutan ketujuh. 

  ‘’Itu juga satu keberhasilan   dalam menekan angka  HIV-AIDS di Papua. Sekarang   yang urutan pertama justu Nabire,’’ tandasnya. (ulo/tri)  

Para pendulang emas ilegal dari Yahukimo yang mengungsi ke Boven Digoel. (FOTO : Letkol Chandra Kurniawan for Cepos ) 

MERAUKE- Ribuan   pendulang  secara ilegal  di wilayah perbatan Kabupaten Yahukimo dan Pegunungan Bintang   yang diserang oleh sekelompok   masyarakat dengan menggunakan  senjata tajam beberapa  waktu lalu  mengungsi ke Tanah Merah, Ibukota Kabupaten Boven Digoel. 

  Dandim   1711/Boven Digoel Letkol Inf. Chandra Kurniawan, dihubungi media ini ke telpon selulernya  mengungkapkan bahwa sampai Selasa (10/9), kemarin, jumlah pengungsi  dari warga yang  melakukan pendulangan emas secara ilegal  tersebut telah mencapai 2.153 orang.  

  “Sampai sekarang, jumlah   pendulang  emas secara ilegal dari Kabupaten Pegunungan Bintang sebanyak 2.153 orang,’’ tandas   Dandim Chandra Kurniawan. 

     Menurut   Dandim, mereka   yang telah mengungsi dari  lokasi pendulangan emas secara ilegal di Pegunungan Bintang tersebut  sebagian telah dipulangkan  ke daerahnya   masing-masing, namun sebagian    telah tinggal di keluarga   mereka yang ada di Boven Digoel. Namun   ada juga  yang ditampung  di bekas penjara   Tanah Merah, Boven Digoel. 

    Menurutnya, dari 2.153  yang mengungsi ke Boven Digoel  tersebut,  12 diantaranya yang  sempat di rawat di RSUD  Tanah Merah, karena  terluka dan  sakit  akibat  menempuh  perjalanan. Namun dari 12  pengungsi  tersebut, lanjut Dandim semuanya sudah  baik-baik.      “Dari    12 orang yang sempat dirawat  itu, semuanya sudah  sehat-sehat,’’ katanya. 

  Dandim menambahkan  bahwa kemungkinan  jumlah pengungsi   ini masih akan bertambah karena sampai sekarang  ini masih terus bertambah. ‘’Kemungkinan sebagian   masih dalam perjalanan menuju Boven Digoel,’’ tandasnya. 

   Seperti diketahui,  bahwa penambang emas secara illegal di Kabupaten Pegunungan Bintang tersebut diserang sekelompok warga yang menggunakan alat tajam. Pemerintah  sendiri sebenarnya sudah melarang masyarakat  untuk melakukan penambangan secara ilegal. Bahkan saat itu, pihak Polda Papua    telah menyita  sebuah helikopter   yang sering membawa bama bagi  penambang  ilegal yang berada di hutan  tersebut beberapa waktu lalu. (ulo/tri)

Baca Juga :  2023, Pemkab Alokasikan Hibah Rp 20 Miliar ke PPS

drg.Aloysius Giyai, MKes

Kadinkes Papua: Saya Benar-benar Kecewa! 

Pembangunan Rumkit Rujukan Tanpa Dukungan Pemkab Merauke

MERAUKE- Kepala Dinas Kesehatan   Provinsi Papua dr Aloysius Giay mengaku kecewa  dengan pembangunan  rumah sakit  (rumkit) tipe B di Merauke sebagai rumah sakit  rujukan di  bagian Selatan Papua. Pasalnya, sejak    peletakan   batu pertama   rumah sakit  tersebut 4 tahun lalu,  Aloysius Giyai mengaku  penganggarannya   baru dilakukan dari Pemerintah Provinsi Papua.   Akibatnya, rumah  sakit  yang dibangun di belakang perumahan Veteran, Kelurahan Kamundu  tersebut terlihat   terbengkalai. 

  ‘’Jujur   saja, sejak saya peletakan   batu pertama  4 tahun lalu, yang kerja dan alokasikan anggaran    baru  Dinas Kesehatan Provinsi  Papua. Jadi saya   benar-benar kecewa,’’ kata  Aloysius Giyai menjawab pertanyaan Cenderawasih Pos   di Merauke, Sabtu (10/8).   

  Menurut Aloysius Giyai, tahun ini   pihaknya dari Dinas Kesehatan Provinsi Papua menganggarkan  Rp 15 miliar untuk membangun satu  gedung lagi. Sementara satu gedung   utama sudah dibangun. 

  “Saya tidak tahu alasan  apa. Tapi  Pemkab Merauke selama 4 tahun tidak menganggarkan   pembangunan rumah sakit tersebut. Seharusnya ada sharing antara  pemerintah provinsi dan Kabupaten Merauke. Saya    kecewa sekali. Katanya tahun lalu mereka anggarkan Rp  25 miliar  tapi buktinya  tidak ada. mungkin dialihkan di tempat lain. Jujur saja, saya kecewa. Kalau kampanye bilang  pendidikan dan kesehatan  jadi prioritas tapi rumah sakit B  yang dibangun ini dengan tujuan mendekatkan pelayanan supaya  pasien rujukan tidak perlu rujuk ke Jayapura. Apalagi   keluar Papua  jika kita sudah punya rumah sakit yang  bertandar,’’ katanya lagi.   

Baca Juga :  Kekurangan Insentif Nakes akan Diakomodir di APBD Perubahan 

   Aloysius Giyai menjelaskan, selama  menjabat sebagai Kepala Dinas Kesehatan di Papua, dirinya punya    komitmen  untuk membangun  rumah sakit rujukan di 5 wilayah adat. ‘’Kenapa yang lain bisa    jalan. Nabire sudah selesai. Biak tahun ini selesai dan dua wilayah adat lainnya selesai,’’ jelasnya. 

  Dijelaskan Aloysius, bahwa Dana Alokasi Khusus  (DAK) dari pusat sebenarnya diperuntukan  untuk membangun   rumah sakit  yang baru   tersebut. ‘’Kita sharing. DAK  untuk rumah sakit regional rujukan , kemudian dari  provinsi dan juga APBD kabupaten,’’  jelasnya. 

   Ditanya wartawan  apakah selama ini sudah dikoordinasikan dengan     pihak Kabupaten, Aloysius Giyai  mengaku setiap ada pertemuan   dirinya mempertanyakan   baik kepada kepala  dinas maupun kepada   bupatinya langsung dengan jawaban iya. ‘’Tapi  nyatanya di lapangan tidak ada,’’ terangnya. 

   Meski  Pemkab Merauke kurang perhatian   kepada pembangunan rumah sakit  regional  ini, namun menurut  Aloysius  Giay,    kemungkinan   perhatian  pemerintah   Kabupaten Merauke di sector kesehatan lain seperti  penanganan  HIV. Sebab, menurut Aloysius Giyai,  Kabupaten Merauke  yang    dulunya  nomor  satu  jumlah penderita HIV -AIDS di Papua, sekarang  sudah  melorot keurutan ketujuh. 

  ‘’Itu juga satu keberhasilan   dalam menekan angka  HIV-AIDS di Papua. Sekarang   yang urutan pertama justu Nabire,’’ tandasnya. (ulo/tri)  

Berita Terbaru

Artikel Lainnya