MERAUKE- Merasa dirugikan dengan sejumlah janji-janji yang diberikan perusahaan beberapa waktu, masyarakat pemilik hak ulayat mengeluarkan sejumlah pernyataan sikap terhadap PT Selaras Inti Semesta dan PT Plasma Nutfah Marind Papua yang berinvestasi Kampung Buepe dan Zanegi, Distrik Kaptel Kabupaten Merauke, Jumat, (3/6).
Pernyataan sikap ini dibacakan dan diserahkan Ketua Marga Samkakai, Petrus Samkakai diterimaWakil Ketua II DPRD Merauke, Dominikus Ulukyanan, S.Pd dalam pertemuan yang difasilitasi Perkumpulan Petrus Pertenten MSC dan Yayasan Pusaka, di Merauke, kemarin.
‘’Pemerintah Kabupaten Merauke dan DPRD Merauke untuk memfasilitasi peninjauan kembali perjanjian yang telah merugikan kami, termasuk perjanjian yang dibuat tanpa konsultasi mendalam dan memadai serta belum mendapat persetujuan dari kami,’’kata Petrus Samkakai membacakan salah satu dari 8 point pernyataan sikap mereka itu.
Lainnya meminta Pemkab Merauke dan provinsi serta pusat untuk tidak lagi memberikan izin dan rekomendasi baru terkait rencana dan perluasan usaha pada kawasan hutan alam. ‘’Kami minta untuk membatasi operasi perusahaan pada hutan tanaman industri (HTI) yang sudah telanjur diusahakan,’’ katanya.
Point penting lainnya, perusahaan diminta bertanggungjawab untuk memperbaiki dan memulihkan fungsi-fungsi dusun sagu, tempat mencari ikan, tempat keramat, tempat suci dan hutan tempat berburu serta tempat sekitar aliran sungai.
Wakil Ketua II DPRD Merauke, Dominikus Ulukyanan, S.Pd terkait dengan pernyataan sikap tersebut melihat bahwa ada kelalaian sendiri dari pemerintah dan DPRD, dimana menerima investor masuk, tapi tidak menyiapkan masyarakat.
‘’Masalah hak ulayat itu, pemerintah tidak proaktif melihat batasnya. Hanya melihat di kertas. Padahal, di dalam kertas itu ada manusia yang sekarang kita bicara ini tentang hak-hak orang yang ada di atas tanah itu. Karena bukan orang trans atau dipindahkan ke situ, tapi orang yang turun temurun tinggal di situ,’’jelasnya.
Menurutnya, pernyataan yang disampaikan tersebut merupakan jeritan hati dari pemilik hak ulayat. Mereka menyampaikan bahwa mereka tidak menolak masuknya perusahaan karena sudah diputuskan pemerintah.
Namun mereka minta hak-hak mereka, terutama hak-hak sakral mereka untuk dilindungi. Apalagi di dalam tempat sakral itu ada totem yang harus dihargai orang luar.  Oleh karena itu, jelas Dominikus Ulkukyanan, pihaknya akan memanggil pihak perusahaan.
‘’Tapi kita tidak bisa bilang langsung perusahaan salah, tapi nanti kita akan panggil semua pihak termasuk pemerintah daerah untuk kita bicarakan kembali, karena di atas tanah itu ada manusia yang mungkin selama ini kurang kita perhatikan,’’pungkasnya. (ulo/tho)