Sunday, April 28, 2024
26.7 C
Jayapura

Tahun Ini, Pemprov Berusaha ‘Tutup Mata’ 

Terkait Penebangan Hutan Adat oleh Masyarakat Adat

MERAUKE- Pembentukan  DOB Provinsi di Provinsi Papua , salah  satunya dengan terbentuknya Provinsi Papua Selatan telah memberi dampak tersendiri pada masalah pengelolaan hutan atau kayu  milik masyarakat adat.

Pasalnya, dalam satu tahun ini  di 2023 tersebut, Pemerintah Provinsi Papua Selatan  mengaku terpaksa menutup mata  untuk pengelolaan hutan adat atau hutan rakyat tersebut.

‘’Tahun depan, peraturan akan kita jalankan. Perizinan semuanya akan kita rapikan. Tapi, untuk tahun ini, sebenarnya kita masih menutup mata,’’ kata Plt Kepala Dinas Kehutanan, Lingkungan Hidup dan Pertanahan Provinsi Papua Selatan Jujuk Irianto, S.Sos, ketika ditemui media ini.

Baca Juga :  Papua masih Tergantung Daerah Produsen, Rawan Terpapar Risiko Tekanan Harga

Jujuk Irianto menjelaskan bahwa disatu sisi pembangunan terus berjalan dan tidak berhenti. Disisi lain terjadi kekosongan payung hukum, setelah  Papua Selatan terbentuk, pisah dari Provinsi Papua.  Apalagi, masyarakat adat pemilik hutan tersebut menebang  kayu mereka 2-5 meter kubik hanya untuk makan.   

‘’Kalau aturannya mereka harus membayar  setoran pajak melalui aplikasi  PDSH. Sementara kita punya masyarakat  ini belum memahami teknologi tersebut. Tapi, kita akan membantu masyarakat karena ini berkaitan dengan pemenuhi kebutuhan mereka sehari-hari,’’ jelasnya.

Agar hutan kayu yang dipotong dan diolah tersebut tetap pajaknya bisa dibayar, menurut Jujuk Irianto, nantinya  pembayaran  pajak PDSH tersebut lewat usaha pengumpul kayu.

Baca Juga :  Siapkan Pawai Sambut Pengesahan RUU PPS   

‘’Kita sementara melakukan pendataan pengusaha pengumpul kayu di Merauke, Boven Digoel, Mappi dan Asmat. Para usaha pengumpul  ini yang akan membayar pajak dari kayu yang diambil tersebut ke negara,’’ tandasnya. (ulo)   

Terkait Penebangan Hutan Adat oleh Masyarakat Adat

MERAUKE- Pembentukan  DOB Provinsi di Provinsi Papua , salah  satunya dengan terbentuknya Provinsi Papua Selatan telah memberi dampak tersendiri pada masalah pengelolaan hutan atau kayu  milik masyarakat adat.

Pasalnya, dalam satu tahun ini  di 2023 tersebut, Pemerintah Provinsi Papua Selatan  mengaku terpaksa menutup mata  untuk pengelolaan hutan adat atau hutan rakyat tersebut.

‘’Tahun depan, peraturan akan kita jalankan. Perizinan semuanya akan kita rapikan. Tapi, untuk tahun ini, sebenarnya kita masih menutup mata,’’ kata Plt Kepala Dinas Kehutanan, Lingkungan Hidup dan Pertanahan Provinsi Papua Selatan Jujuk Irianto, S.Sos, ketika ditemui media ini.

Baca Juga :  Puluhan Rumah dan Kios Ludes Terbakar

Jujuk Irianto menjelaskan bahwa disatu sisi pembangunan terus berjalan dan tidak berhenti. Disisi lain terjadi kekosongan payung hukum, setelah  Papua Selatan terbentuk, pisah dari Provinsi Papua.  Apalagi, masyarakat adat pemilik hutan tersebut menebang  kayu mereka 2-5 meter kubik hanya untuk makan.   

‘’Kalau aturannya mereka harus membayar  setoran pajak melalui aplikasi  PDSH. Sementara kita punya masyarakat  ini belum memahami teknologi tersebut. Tapi, kita akan membantu masyarakat karena ini berkaitan dengan pemenuhi kebutuhan mereka sehari-hari,’’ jelasnya.

Agar hutan kayu yang dipotong dan diolah tersebut tetap pajaknya bisa dibayar, menurut Jujuk Irianto, nantinya  pembayaran  pajak PDSH tersebut lewat usaha pengumpul kayu.

Baca Juga :  Seorang Kepsek Disidang MPTGR

‘’Kita sementara melakukan pendataan pengusaha pengumpul kayu di Merauke, Boven Digoel, Mappi dan Asmat. Para usaha pengumpul  ini yang akan membayar pajak dari kayu yang diambil tersebut ke negara,’’ tandasnya. (ulo)   

Berita Terbaru

Artikel Lainnya