Friday, April 26, 2024
27.7 C
Jayapura

Sambal Terasi Khusus Buatan Ibunda Made untuk Megawati

Warung Ikan Bakar Pak Made, Batubulan, Langganan Presiden Ke-4 RI Megawati (15)

Mengolah ikan menjadi hidangan ibarat membuat karya seni. I Made Kyana, pemilik Warung Ikan Bakar Pak Made, meracik bumbu dan memasak bahan dengan penuh cinta. Tidak boleh salah sejak langkah pertama. Presiden Ke-4 RI Megawati Soekarnoputri pun menjadi langganannya.

MARIYAMA DINA, Gianyar

WARUNG Ikan Bakar Pak Made selalu menjadi pembuka dan penutup lawatan kepresidenan Megawati di Bali. Begitu pesawat mendarat, agenda pertama satu-satunya presiden perempuan Indonesia itu adalah menyantap boga bahari. Tujuannya jelas, warung milik Made di Jalan Pudak, Terminal Batubulan, Gianyar.

Biasanya, sehari sebelumnya, staf kepresidenan mengontak Made untuk bersiap menyambut kedatangan Megawati. ’’Pak Made, besok ibu datang. Tolong siap,’’ kata Made menirukan omongan ajudan Megawati. Dalam kunjungan reguler, Megawati juga pasti akan singgah lagi di Warung Ikan Bakar Pak Made menjelang pulang ke Jakarta.

Sebelum pandemi merebak, Megawati bisa mampir ke warung yang dilengkapi area semi-outdoor tersebut sekali dalam sebulan. Tanpa absen. Dan, putri Sang Proklamator itu selalu makan langsung di tempat. ’’Bahkan, kalau memang lagi ada urusan di sini cukup lama, beliau bisa dua kali ke sini dalam sebulan,’’ ujarnya kepada Jawa Pos yang menjumpainya di warung pada 14 Desember lalu.

Apa menu kesukaan Megawati? ’’Udang bakar,’’ ungkap Made. Udang bakar untuk Megawati disajikan bersama nasi merah dan dua macam sambal. Yakni, sambal matah dan sambal terasi. Nah, sambal terasi untuk Megawati ini spesial. ’’Yang bisa buat cuman ibu saya. Dan, memang baru dibuat saat ibu (Megawati, Red) minta,’’ jelasnya.

Udang bakar untuk Megawati juga dilengkapi ikan bakar dan ayam. Di warungnya, Made memiliki menu khusus berisi beberapa jenis hasil laut yang dibakar. ’’Nyebutnya ikan campur,’’ terang Made soal menu istimewa tersebut.

Dalam satu porsi ikan campur, ada seekor ikan, beberapa ekor udang, dan sejumlah irisan badan cumi-cumi. Semuanya dibakar. ’’Tapi, karena Bu Mega nggak suka cumi, biasanya kami ganti dengan ayam,’’ papar Made.

Untuk menyempurnakan sajian udang bakar lengkap dengan ikan dan ayam itu, ada sayur gonde khas Tabanan dan kacang goreng. ’’Sayur sama kacang goreng ini selalu ada. Nggak boleh ketinggalan,’’ tegas Made.

Bagaimana ceritanya Megawati bisa tertambat pada udang bakar olahan Made? Semuanya berawal dari Istana Kepresidenan Tampaksiring di Bali. Dulu Made pernah bertanggung jawab atas menu jamuan di Tampaksiring. Dia pun membawa berbagai jenis ikan yang kemudian disajikannya dengan konsep bakar-bakaran.

Baca Juga :  Cukup Satu Cabai untuk Soeharto

’’Karena sering, mungkin ibu bertanya asal ikan-ikan bakar yang jadi jamuan itu. Akhirnya, beliau ke sini, ke Batubulan,’’ kata Made. Pria 60 tahun itu masih ingat benar, Megawati berkunjung ke warungnya pada 2006. Dalam kunjungan pertama itu, dia didampingi Puan Maharani. ’’Saya ingat, waktu habis makan itu, Puan langsung telepon bapaknya, menginformasikan warung ini,’’ ujar Made.

Pasca kedatangan Megawati dan Puan itu, kunjungan ke warungnya meningkat. Dan, orang-orang yang baru kali pertama makan di sana juga menceritakan pengalaman tersebut kepada orang lain melalui telepon. Sama dengan yang Puan lakukan pada 2006. ’’Banyak orang Jakarta yang habis makan langsung telepon orang-orang terdekatnya, ngasih tahu soal warung saya ini,’’ ungkapnya.

Warung Ikan Bakar Pak Made terletak di tepi jalan raya. Dari luar, warungnya terlihat kecil. Namun, ada lahan yang luas di dalamnya. Begitu memasuki warung, pohon-pohon yang meneduhi taman kecil nan asri menyambut mereka yang datang. Bagian paling belakang sengaja dibuat semi-outdoor. Di sekelilingnya ada deretan tanaman hijau yang melengkapi kolam kecil pada salah satu sudutnya. Dari area semi-outdoor itu terdengar jelas gemericik air kolam.

Taman kecil dan deretan tanaman serta pepohonan teduh itu, menurut Made, juga memikat Megawati. ’’Bu Mega itu suka tanaman. Yang kecil-kecil di sini suka dibawanya pulang juga,’’ katanya.

Megawati memang tidak segan bertanya tentang tanaman di sana kepada Made. Jika tertarik, Megawati sering kali meminta izin untuk membawanya ke Jakarta. Salah satu yang pernah dibawa Megawati adalah tanaman bernama ekor lutung. ’’Dulu pernah juga pohon cabai. Waktu cabai sedang mahal-mahalnya, ibu tanya kok saya bisa nanam cabai sampai warna merah-merah gitu,’’ terang Made.

Perhatian Megawati terhadap taman dan tanaman di warungnya itu membuat Made kian semangat berkebun. Made suka merapikan taman dengan memotong beberapa pohon atau tanaman yang mengganggu pertumbuhan tanaman lain. Jika aksi merapikan taman itu berdekatan dengan waktu kunjungan Megawati, Made sering ditanya tentang tanaman yang dipotongnya. ’’Beliau akan tanya, ’Mengapa kok ditebang?’ Biasanya, saya itu nebang kalau memang sudah lembap. Tapi, beliau nggak suka lihat tanaman ditebang,’’ katanya.

Baca Juga :  Kekurangan Guru Mata Pelajaran Umum, Masih Butuh Dukungan Sarpras

Made menyatakan, Megawati tidak pernah berpindah tempat duduk. Sejak awal berkunjung ke warungnya, spot yang Megawati tempati selalu sama. Tepatnya di meja tengah. Kursi yang Megawati duduki adalah yang paling ujung, tepat di sebelah taman. ’’Di sini terus, nggak pernah pindah,’’ tegas Made.

Karena mencantumkan ikan bakar pada nama warungnya, Made selalu menyediakan ikan-ikan segar sebagai bahan baku. Seafood, menurut dia, akan selalu enak jika yang diolah adalah ikan segar. Fresh. Karena itu, dia selalu berangkat ke Pasar Jimbaran setiap pagi. Di pasar itulah dia memborong ikan sebagai bahan baku warung. ’’Pasar ini yang paling lengkap dan besar,’’ ungkapnya.

Ikan bakar olahan Made juga cantik. Penampilannya malah nyaris tidak seperti ikan yang baru saja dibakar. Sebab, sekujur tubuh ikan atau cumi atau udang yang dibakar Made tetap mulus, tidak gosong. Ikan, udang, dan cuminya masih segar meski terlihat matang. Itulah yang oleh Made disebut karya seni.

Made sengaja menciptakan hidangan serbabakar yang tetap cantik. Selain bahan baku yang segar, dia sangat memperhatikan cara mengolah hidangannya. Pada 1990-an atau sekitar empat tahun sebelum Warung Ikan Bakar Pak Made berdiri, dia bertemu dengan pelukis terkenal di Ubud. Mereka berbincang tentang banyak hal, termasuk soal mahakarya.

’’Masalah ikan itu sama persis seperti melukis,’’ ujar Made. Dari pelukis itu, dia belajar tentang kesungguhan. Kepada Made, sang pelukis menuturkan bahwa lukisan yang bagus adalah lukisan yang pelukis tidak melakukan kesalahan sejak goresan kuas pertamanya di atas kanvas. ’’Misalnya, menggambar ayam, ya. Dari bikin paruh sampai tubuhnya, sampai semuanya jadi, nggak ada salah gores sedikit pun. Itu adalah lukisan yang bagus,’’ jelas Made merangkum penjelasan sang pelukis.

Kesungguhan dalam berkarya itulah yang akan membuahkan hasil maksimal dan memuaskan. Prinsip itu juga Made terapkan pada teknik pembakaran ikan. Made menyampaikan, jika ikannya gosong, pengolahan hidangan sudah salah. Hasilnya tidak bakal maksimal. ’’Kalau di lukisan, berarti bukan lukisan yang baik. Karena itulah, membakar ikan itu juga seperti seniman yang sedang melukis mahakaryanya,’’ tandas Made. (*/c14/hep/JPG)

Warung Ikan Bakar Pak Made, Batubulan, Langganan Presiden Ke-4 RI Megawati (15)

Mengolah ikan menjadi hidangan ibarat membuat karya seni. I Made Kyana, pemilik Warung Ikan Bakar Pak Made, meracik bumbu dan memasak bahan dengan penuh cinta. Tidak boleh salah sejak langkah pertama. Presiden Ke-4 RI Megawati Soekarnoputri pun menjadi langganannya.

MARIYAMA DINA, Gianyar

WARUNG Ikan Bakar Pak Made selalu menjadi pembuka dan penutup lawatan kepresidenan Megawati di Bali. Begitu pesawat mendarat, agenda pertama satu-satunya presiden perempuan Indonesia itu adalah menyantap boga bahari. Tujuannya jelas, warung milik Made di Jalan Pudak, Terminal Batubulan, Gianyar.

Biasanya, sehari sebelumnya, staf kepresidenan mengontak Made untuk bersiap menyambut kedatangan Megawati. ’’Pak Made, besok ibu datang. Tolong siap,’’ kata Made menirukan omongan ajudan Megawati. Dalam kunjungan reguler, Megawati juga pasti akan singgah lagi di Warung Ikan Bakar Pak Made menjelang pulang ke Jakarta.

Sebelum pandemi merebak, Megawati bisa mampir ke warung yang dilengkapi area semi-outdoor tersebut sekali dalam sebulan. Tanpa absen. Dan, putri Sang Proklamator itu selalu makan langsung di tempat. ’’Bahkan, kalau memang lagi ada urusan di sini cukup lama, beliau bisa dua kali ke sini dalam sebulan,’’ ujarnya kepada Jawa Pos yang menjumpainya di warung pada 14 Desember lalu.

Apa menu kesukaan Megawati? ’’Udang bakar,’’ ungkap Made. Udang bakar untuk Megawati disajikan bersama nasi merah dan dua macam sambal. Yakni, sambal matah dan sambal terasi. Nah, sambal terasi untuk Megawati ini spesial. ’’Yang bisa buat cuman ibu saya. Dan, memang baru dibuat saat ibu (Megawati, Red) minta,’’ jelasnya.

Udang bakar untuk Megawati juga dilengkapi ikan bakar dan ayam. Di warungnya, Made memiliki menu khusus berisi beberapa jenis hasil laut yang dibakar. ’’Nyebutnya ikan campur,’’ terang Made soal menu istimewa tersebut.

Dalam satu porsi ikan campur, ada seekor ikan, beberapa ekor udang, dan sejumlah irisan badan cumi-cumi. Semuanya dibakar. ’’Tapi, karena Bu Mega nggak suka cumi, biasanya kami ganti dengan ayam,’’ papar Made.

Untuk menyempurnakan sajian udang bakar lengkap dengan ikan dan ayam itu, ada sayur gonde khas Tabanan dan kacang goreng. ’’Sayur sama kacang goreng ini selalu ada. Nggak boleh ketinggalan,’’ tegas Made.

Bagaimana ceritanya Megawati bisa tertambat pada udang bakar olahan Made? Semuanya berawal dari Istana Kepresidenan Tampaksiring di Bali. Dulu Made pernah bertanggung jawab atas menu jamuan di Tampaksiring. Dia pun membawa berbagai jenis ikan yang kemudian disajikannya dengan konsep bakar-bakaran.

Baca Juga :  Kekurangan Guru Mata Pelajaran Umum, Masih Butuh Dukungan Sarpras

’’Karena sering, mungkin ibu bertanya asal ikan-ikan bakar yang jadi jamuan itu. Akhirnya, beliau ke sini, ke Batubulan,’’ kata Made. Pria 60 tahun itu masih ingat benar, Megawati berkunjung ke warungnya pada 2006. Dalam kunjungan pertama itu, dia didampingi Puan Maharani. ’’Saya ingat, waktu habis makan itu, Puan langsung telepon bapaknya, menginformasikan warung ini,’’ ujar Made.

Pasca kedatangan Megawati dan Puan itu, kunjungan ke warungnya meningkat. Dan, orang-orang yang baru kali pertama makan di sana juga menceritakan pengalaman tersebut kepada orang lain melalui telepon. Sama dengan yang Puan lakukan pada 2006. ’’Banyak orang Jakarta yang habis makan langsung telepon orang-orang terdekatnya, ngasih tahu soal warung saya ini,’’ ungkapnya.

Warung Ikan Bakar Pak Made terletak di tepi jalan raya. Dari luar, warungnya terlihat kecil. Namun, ada lahan yang luas di dalamnya. Begitu memasuki warung, pohon-pohon yang meneduhi taman kecil nan asri menyambut mereka yang datang. Bagian paling belakang sengaja dibuat semi-outdoor. Di sekelilingnya ada deretan tanaman hijau yang melengkapi kolam kecil pada salah satu sudutnya. Dari area semi-outdoor itu terdengar jelas gemericik air kolam.

Taman kecil dan deretan tanaman serta pepohonan teduh itu, menurut Made, juga memikat Megawati. ’’Bu Mega itu suka tanaman. Yang kecil-kecil di sini suka dibawanya pulang juga,’’ katanya.

Megawati memang tidak segan bertanya tentang tanaman di sana kepada Made. Jika tertarik, Megawati sering kali meminta izin untuk membawanya ke Jakarta. Salah satu yang pernah dibawa Megawati adalah tanaman bernama ekor lutung. ’’Dulu pernah juga pohon cabai. Waktu cabai sedang mahal-mahalnya, ibu tanya kok saya bisa nanam cabai sampai warna merah-merah gitu,’’ terang Made.

Perhatian Megawati terhadap taman dan tanaman di warungnya itu membuat Made kian semangat berkebun. Made suka merapikan taman dengan memotong beberapa pohon atau tanaman yang mengganggu pertumbuhan tanaman lain. Jika aksi merapikan taman itu berdekatan dengan waktu kunjungan Megawati, Made sering ditanya tentang tanaman yang dipotongnya. ’’Beliau akan tanya, ’Mengapa kok ditebang?’ Biasanya, saya itu nebang kalau memang sudah lembap. Tapi, beliau nggak suka lihat tanaman ditebang,’’ katanya.

Baca Juga :  Buka Isoter Hingga Aktifkan Satgas Oksigenasi

Made menyatakan, Megawati tidak pernah berpindah tempat duduk. Sejak awal berkunjung ke warungnya, spot yang Megawati tempati selalu sama. Tepatnya di meja tengah. Kursi yang Megawati duduki adalah yang paling ujung, tepat di sebelah taman. ’’Di sini terus, nggak pernah pindah,’’ tegas Made.

Karena mencantumkan ikan bakar pada nama warungnya, Made selalu menyediakan ikan-ikan segar sebagai bahan baku. Seafood, menurut dia, akan selalu enak jika yang diolah adalah ikan segar. Fresh. Karena itu, dia selalu berangkat ke Pasar Jimbaran setiap pagi. Di pasar itulah dia memborong ikan sebagai bahan baku warung. ’’Pasar ini yang paling lengkap dan besar,’’ ungkapnya.

Ikan bakar olahan Made juga cantik. Penampilannya malah nyaris tidak seperti ikan yang baru saja dibakar. Sebab, sekujur tubuh ikan atau cumi atau udang yang dibakar Made tetap mulus, tidak gosong. Ikan, udang, dan cuminya masih segar meski terlihat matang. Itulah yang oleh Made disebut karya seni.

Made sengaja menciptakan hidangan serbabakar yang tetap cantik. Selain bahan baku yang segar, dia sangat memperhatikan cara mengolah hidangannya. Pada 1990-an atau sekitar empat tahun sebelum Warung Ikan Bakar Pak Made berdiri, dia bertemu dengan pelukis terkenal di Ubud. Mereka berbincang tentang banyak hal, termasuk soal mahakarya.

’’Masalah ikan itu sama persis seperti melukis,’’ ujar Made. Dari pelukis itu, dia belajar tentang kesungguhan. Kepada Made, sang pelukis menuturkan bahwa lukisan yang bagus adalah lukisan yang pelukis tidak melakukan kesalahan sejak goresan kuas pertamanya di atas kanvas. ’’Misalnya, menggambar ayam, ya. Dari bikin paruh sampai tubuhnya, sampai semuanya jadi, nggak ada salah gores sedikit pun. Itu adalah lukisan yang bagus,’’ jelas Made merangkum penjelasan sang pelukis.

Kesungguhan dalam berkarya itulah yang akan membuahkan hasil maksimal dan memuaskan. Prinsip itu juga Made terapkan pada teknik pembakaran ikan. Made menyampaikan, jika ikannya gosong, pengolahan hidangan sudah salah. Hasilnya tidak bakal maksimal. ’’Kalau di lukisan, berarti bukan lukisan yang baik. Karena itulah, membakar ikan itu juga seperti seniman yang sedang melukis mahakaryanya,’’ tandas Made. (*/c14/hep/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya