Sunday, April 28, 2024
24.7 C
Jayapura

Papua Urutan Ketiga Kasus HIV, Harus Serius Selamatkan Dari yang Tersisa

Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Papua Soal Kondisi Terakhir Penyebaran HIV-AIDS

Selama Pandemi Covid-19, penanganan penyebaran HIV-AIDS terkesan “Kalah” perhatian dengan penanggulangan virus Corona yang menyebar cepat di seluruh dunia. Bertepatan dengan Hari AIDS Sedunia pada 1 Desember lalu, penangangan HIV-AIDS kembali mendapat atensi serius. Lantas seperti apa kondisi penyebaran dan penanganan HIV-AIDS di Papua saat ini?

Laporan: Elfira_Jayapura

Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Papua mencatat, Papua urutan ketiga atau keempat kasus HIV tertinggi tingkat nasional. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Papua tahun 2022. Sejak tahun 1992 hingga 2022, terdapat 50.011 kasus HIV-AIDS di bumi cenderawasih. Jumlah kasus ini terdiri dari 20.0441 HIV positif dan 29.570 AIDS.

Plh Wakil Ketua KPA Provinsi Papua, Meki Wetipo menyampaikan, ketika angka HIV terus meningkat. Dampak baiknya setiap orang harus memiliki kesadaran untuk memeriksakan diri guna mengetahui status HIV.

“Ketika kita memeriksakan diri, dengan begitu menjadi tahu apakah posisi kita aman atau sudah positif HIV. Jika sudah positif, bisa dicarikan penanggulangan dan pencegahannya. Banyak tim medis dan pendamping di setiap pelayanan kesehatan,” kata Meki kepada Cenderawasih Pos.

Menurut Meki, pemberantasan atau pencegahan dan penanggulangan HIV di Papua tidak hanya menjadi tanggungjawab KPA atau Dinas Kesehatan. Melainkan butuh keterlibatan semua dinas terkait terutama kebijakan kepala daerah setempat.

“Kepala daerah harus membuat kebijakan yang serius, karena angka HIV di Papua mencapai 50.011 kasus. Kita di Papua masuk urutan 3 atau 4 besar tingkat nasional terkait kasus HIV,” ungkapnya.

Mengingat ini adalah masalah serius, Meki meminta peranan Kepala Daerah sangat dibutuhkan. Harus berani menganggarkan dana untuk menyelamatkan sisa dari yang tersisa. Sebab kebanyakan yang kena HIV adalah orang Papua.

“Kalau sedikit ini tidak diselamatkan, berarti akan ada cerita seperti yang terjadi di Aborigin Australia dan negara lainnya bahwa orang asli itu pernah ada, tapi karena faktor faktor tertentu mereka hilang. Dan kemungkinan cerita itu bisa terjadi di Papua, jika kepala daerah dan semua stakeholder tidak bekerjasama untuk mengatasi masalah ini,” tuturnya.

Menurut Meki, peranan kepala daerah sangat dibutuhkan dalam mengatasi persoalan HIV. Sehingga itu, dalam Raker nantinya pihak terkait diharapkan terlibat aktif. Sebagaimana program disusun bersama namun setiap kepala daerah mengaggarkan dana sesuai dengan program yang diusulkan.

Selain peranan kepala daerah, Meki juga meminta masyarakat harus punya kesadaran untuk memeriksakan kesehatannya terutama terkait dengan HIV. “Dalam pengamatan dan investigasi di lapangan, kesadaran orang untuk memeriksakan dirinya masih lemah. Hal ini disebabkan oleh stigma dari masyarakat lainnya. Masih banyak orang khususnya teman teman di Papua mengnaggap HIV adalah penyakit kutukan,” ungkapnya.

“Dari hasil investigasi kami, beragam stigma kepada orang dengan HIV membuat mereka terkurun dan malu untuk melangkahkan kaki datang ke pelayanan kesehatan untuk memeriksakan diri,” ucapnya.

Baca Juga :  Minta Segera Penyesuian Tarif, Karyawan Minta Upah Dinaikkan 

Meki mencontohkan, ada seorang warga diketahui terindikasi kena HIV ketika jenazah hendak dimakamkan. Semasa hidup, yang bersangkutan tidak pernah memeriksakan diri lantaran stigma dari orang orang sekitarnya sehingga memilih tinggal di rumah hingga ajal menjemput.

“Dalam pengamatan kami, stigma terhadap orang dengan HIV masih sangat tinggi di Papua,” kata Meki.

Sehingga itu, Meki mengimbau jangan ada lagi stigma terhadap HIV atau ODIV. Sebab, mereka bagian dari kita dan orang dengan HIV memiliki hak yang sama dan mereka tidak akan menyebarkan dengan cara berkomunikasi atau saat makan bersama.

“Kasus HIV di Papua diakibatkan melalui hubungan seksual yang tidak aman, jarum suntik dan air susu ibu,” tegasnya.

Dikatakan, orang yang positif HIV bisa bertahan hidup sepanjang dia mampu mengkomsumsi ARV dan kontrol yang rutin. Status positif sama sekali tidak mengurangi hal hal yang lain untuk berkeluarga, bekerja dan lainnya, perbedaannya hanya terletak di kata positif,” ungkapnya.

Berdasarkan data kasus HIV/AIDS di Papua

Kelompok Umur HIV AIDS

< 1 28 76 1-14 tahun 405 739 15-19 tahun 2.411 3.363 20-24 tahun 5.017 6.865 25-49 tahun 11.685 17.127 > 50 Elfira/Cepos
Plh, Wakil Ketua KPA Provinsi Papua Meki Wetipo

Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Papua Soal Kondisi Terakhir Penyebaran HIV-AIDS

Papua Urutan Ketiga Kasus HIV, Harus Serius Selamatkan Dari yang Tersisa

Selama Pandemi Covid-19, penanganan penyebaran HIV-AIDS terkesan “Kalah” perhatian dengan penanggulangan virus Corona yang menyebar cepat di seluruh dunia. Bertepatan dengan Hari AIDS Sedunia pada 1 Desember lalu, penangangan HIV-AIDS kembali mendapat atensi serius. Lantas seperti apa kondisi penyebaran dan penanganan HIV-AIDS di Papua saat ini?

Laporan: Elfira_Jayapura
Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Papua mencatat, Papua urutan ketiga atau keempat kasus HIV tertinggi tingkat nasional. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Papua tahun 2022. Sejak tahun 1992 hingga 2022, terdapat 50.011 kasus HIV-AIDS di bumi cenderawasih. Jumlah kasus ini terdiri dari 20.0441 HIV positif dan 29.570 AIDS.
Plh Wakil Ketua KPA Provinsi Papua, Meki Wetipo menyampaikan, ketika angka HIV terus meningkat. Dampak baiknya setiap orang harus memiliki kesadaran untuk memeriksakan diri guna mengetahui status HIV.
“Ketika kita memeriksakan diri, dengan begitu menjadi tahu apakah posisi kita aman atau sudah positif HIV. Jika sudah positif, bisa dicarikan penanggulangan dan pencegahannya. Banyak tim medis dan pendamping di setiap pelayanan kesehatan,” kata Meki kepada Cenderawasih Pos.
Menurut Meki, pemberantasan atau pencegahan dan penanggulangan HIV di Papua tidak hanya menjadi tanggungjawab KPA atau Dinas Kesehatan. Melainkan butuh keterlibatan semua dinas terkait terutama kebijakan kepala daerah setempat.
“Kepala daerah harus membuat kebijakan yang serius, karena angka HIV di Papua mencapai 50.011 kasus. Kita di Papua masuk urutan 3 atau 4 besar tingkat nasional terkait kasus HIV,” ungkapnya.
Mengingat ini adalah masalah serius, Meki meminta peranan Kepala Daerah sangat dibutuhkan. Harus berani menganggarkan dana untuk menyelamatkan sisa dari yang tersisa. Sebab kebanyakan yang kena HIV adalah orang Papua.
“Kalau sedikit ini tidak diselamatkan, berarti akan ada cerita seperti yang terjadi di Aborigin Australia dan negara lainnya bahwa orang asli itu pernah ada, tapi karena faktor faktor tertentu mereka hilang. Dan kemungkinan cerita itu bisa terjadi di Papua, jika kepala daerah dan semua stakeholder tidak bekerjasama untuk mengatasi masalah ini,” tuturnya.
Menurut Meki, peranan kepala daerah sangat dibutuhkan dalam mengatasi persoalan HIV. Sehingga itu, dalam Raker nantinya pihak terkait diharapkan terlibat aktif. Sebagaimana program disusun bersama namun setiap kepala daerah mengaggarkan dana sesuai dengan program yang diusulkan.
Selain peranan kepala daerah, Meki juga meminta masyarakat harus punya kesadaran untuk memeriksakan kesehatannya terutama terkait dengan HIV. “Dalam pengamatan dan investigasi di lapangan, kesadaran orang untuk memeriksakan dirinya masih lemah. Hal ini disebabkan oleh stigma dari masyarakat lainnya. Masih banyak orang khususnya teman teman di Papua mengnaggap HIV adalah penyakit kutukan,” ungkapnya.
“Dari hasil investigasi kami, beragam stigma kepada orang dengan HIV membuat mereka terkurun dan malu untuk melangkahkan kaki datang ke pelayanan kesehatan untuk memeriksakan diri,” ucapnya.
Meki mencontohkan, ada seorang warga diketahui terindikasi kena HIV ketika jenazah hendak dimakamkan. Semasa hidup, yang bersangkutan tidak pernah memeriksakan diri lantaran stigma dari orang orang sekitarnya sehingga memilih tinggal di rumah hingga ajal menjemput.
“Dalam pengamatan kami, stigma terhadap orang dengan HIV masih sangat tinggi di Papua,” kata Meki.
Sehingga itu, Meki mengimbau jangan ada lagi stigma terhadap HIV atau ODIV. Sebab, mereka bagian dari kita dan orang dengan HIV memiliki hak yang sama dan mereka tidak akan menyebarkan dengan cara berkomunikasi atau saat makan bersama.
“Kasus HIV di Papua diakibatkan melalui hubungan seksual yang tidak aman, jarum suntik dan air susu ibu,” tegasnya.
Dikatakan, orang yang positif HIV bisa bertahan hidup sepanjang dia mampu mengkomsumsi ARV dan kontrol yang rutin. Status positif sama sekali tidak mengurangi hal hal yang lain untuk berkeluarga, bekerja dan lainnya, perbedaannya hanya terletak di kata positif,” ungkapnya.

Baca Juga :  Dua dari Tujuh Armada Sudah Rusak, Alat Komunikasi juga Terbatas

Berdasarkan data kasus HIV/AIDS di Papua

Kelompok Umur HIV AIDS

< 1 28 76 1-14 tahun 405 739 15-19 tahun 2.411 3.363 20-24 tahun 5.017 6.865 25-49 tahun 11.685 17.127 > 50 604 1.129

#Jenis Kelamin

Sex HIV AIDS

Laki laki 8.740 14.610

Perempuan 11.640 14.931

Tidak diketahui 61 29

604 1.129

#Jenis Kelamin

Sex HIV AIDS

Laki laki 8.740 14.610

Perempuan 11.640 14.931

Tidak diketahui 61 29

Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Papua Soal Kondisi Terakhir Penyebaran HIV-AIDS

Selama Pandemi Covid-19, penanganan penyebaran HIV-AIDS terkesan “Kalah” perhatian dengan penanggulangan virus Corona yang menyebar cepat di seluruh dunia. Bertepatan dengan Hari AIDS Sedunia pada 1 Desember lalu, penangangan HIV-AIDS kembali mendapat atensi serius. Lantas seperti apa kondisi penyebaran dan penanganan HIV-AIDS di Papua saat ini?

Laporan: Elfira_Jayapura

Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Papua mencatat, Papua urutan ketiga atau keempat kasus HIV tertinggi tingkat nasional. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Papua tahun 2022. Sejak tahun 1992 hingga 2022, terdapat 50.011 kasus HIV-AIDS di bumi cenderawasih. Jumlah kasus ini terdiri dari 20.0441 HIV positif dan 29.570 AIDS.

Plh Wakil Ketua KPA Provinsi Papua, Meki Wetipo menyampaikan, ketika angka HIV terus meningkat. Dampak baiknya setiap orang harus memiliki kesadaran untuk memeriksakan diri guna mengetahui status HIV.

“Ketika kita memeriksakan diri, dengan begitu menjadi tahu apakah posisi kita aman atau sudah positif HIV. Jika sudah positif, bisa dicarikan penanggulangan dan pencegahannya. Banyak tim medis dan pendamping di setiap pelayanan kesehatan,” kata Meki kepada Cenderawasih Pos.

Menurut Meki, pemberantasan atau pencegahan dan penanggulangan HIV di Papua tidak hanya menjadi tanggungjawab KPA atau Dinas Kesehatan. Melainkan butuh keterlibatan semua dinas terkait terutama kebijakan kepala daerah setempat.

“Kepala daerah harus membuat kebijakan yang serius, karena angka HIV di Papua mencapai 50.011 kasus. Kita di Papua masuk urutan 3 atau 4 besar tingkat nasional terkait kasus HIV,” ungkapnya.

Mengingat ini adalah masalah serius, Meki meminta peranan Kepala Daerah sangat dibutuhkan. Harus berani menganggarkan dana untuk menyelamatkan sisa dari yang tersisa. Sebab kebanyakan yang kena HIV adalah orang Papua.

“Kalau sedikit ini tidak diselamatkan, berarti akan ada cerita seperti yang terjadi di Aborigin Australia dan negara lainnya bahwa orang asli itu pernah ada, tapi karena faktor faktor tertentu mereka hilang. Dan kemungkinan cerita itu bisa terjadi di Papua, jika kepala daerah dan semua stakeholder tidak bekerjasama untuk mengatasi masalah ini,” tuturnya.

Menurut Meki, peranan kepala daerah sangat dibutuhkan dalam mengatasi persoalan HIV. Sehingga itu, dalam Raker nantinya pihak terkait diharapkan terlibat aktif. Sebagaimana program disusun bersama namun setiap kepala daerah mengaggarkan dana sesuai dengan program yang diusulkan.

Selain peranan kepala daerah, Meki juga meminta masyarakat harus punya kesadaran untuk memeriksakan kesehatannya terutama terkait dengan HIV. “Dalam pengamatan dan investigasi di lapangan, kesadaran orang untuk memeriksakan dirinya masih lemah. Hal ini disebabkan oleh stigma dari masyarakat lainnya. Masih banyak orang khususnya teman teman di Papua mengnaggap HIV adalah penyakit kutukan,” ungkapnya.

“Dari hasil investigasi kami, beragam stigma kepada orang dengan HIV membuat mereka terkurun dan malu untuk melangkahkan kaki datang ke pelayanan kesehatan untuk memeriksakan diri,” ucapnya.

Baca Juga :  Proses Sidang Harus Cepat, Siapkan Tiga Hakim Untuk Sidang Sampai Malam   

Meki mencontohkan, ada seorang warga diketahui terindikasi kena HIV ketika jenazah hendak dimakamkan. Semasa hidup, yang bersangkutan tidak pernah memeriksakan diri lantaran stigma dari orang orang sekitarnya sehingga memilih tinggal di rumah hingga ajal menjemput.

“Dalam pengamatan kami, stigma terhadap orang dengan HIV masih sangat tinggi di Papua,” kata Meki.

Sehingga itu, Meki mengimbau jangan ada lagi stigma terhadap HIV atau ODIV. Sebab, mereka bagian dari kita dan orang dengan HIV memiliki hak yang sama dan mereka tidak akan menyebarkan dengan cara berkomunikasi atau saat makan bersama.

“Kasus HIV di Papua diakibatkan melalui hubungan seksual yang tidak aman, jarum suntik dan air susu ibu,” tegasnya.

Dikatakan, orang yang positif HIV bisa bertahan hidup sepanjang dia mampu mengkomsumsi ARV dan kontrol yang rutin. Status positif sama sekali tidak mengurangi hal hal yang lain untuk berkeluarga, bekerja dan lainnya, perbedaannya hanya terletak di kata positif,” ungkapnya.

Berdasarkan data kasus HIV/AIDS di Papua

Kelompok Umur HIV AIDS

< 1 28 76 1-14 tahun 405 739 15-19 tahun 2.411 3.363 20-24 tahun 5.017 6.865 25-49 tahun 11.685 17.127 > 50 Elfira/Cepos
Plh, Wakil Ketua KPA Provinsi Papua Meki Wetipo

Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Papua Soal Kondisi Terakhir Penyebaran HIV-AIDS

Papua Urutan Ketiga Kasus HIV, Harus Serius Selamatkan Dari yang Tersisa

Selama Pandemi Covid-19, penanganan penyebaran HIV-AIDS terkesan “Kalah” perhatian dengan penanggulangan virus Corona yang menyebar cepat di seluruh dunia. Bertepatan dengan Hari AIDS Sedunia pada 1 Desember lalu, penangangan HIV-AIDS kembali mendapat atensi serius. Lantas seperti apa kondisi penyebaran dan penanganan HIV-AIDS di Papua saat ini?

Laporan: Elfira_Jayapura
Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Papua mencatat, Papua urutan ketiga atau keempat kasus HIV tertinggi tingkat nasional. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Papua tahun 2022. Sejak tahun 1992 hingga 2022, terdapat 50.011 kasus HIV-AIDS di bumi cenderawasih. Jumlah kasus ini terdiri dari 20.0441 HIV positif dan 29.570 AIDS.
Plh Wakil Ketua KPA Provinsi Papua, Meki Wetipo menyampaikan, ketika angka HIV terus meningkat. Dampak baiknya setiap orang harus memiliki kesadaran untuk memeriksakan diri guna mengetahui status HIV.
“Ketika kita memeriksakan diri, dengan begitu menjadi tahu apakah posisi kita aman atau sudah positif HIV. Jika sudah positif, bisa dicarikan penanggulangan dan pencegahannya. Banyak tim medis dan pendamping di setiap pelayanan kesehatan,” kata Meki kepada Cenderawasih Pos.
Menurut Meki, pemberantasan atau pencegahan dan penanggulangan HIV di Papua tidak hanya menjadi tanggungjawab KPA atau Dinas Kesehatan. Melainkan butuh keterlibatan semua dinas terkait terutama kebijakan kepala daerah setempat.
“Kepala daerah harus membuat kebijakan yang serius, karena angka HIV di Papua mencapai 50.011 kasus. Kita di Papua masuk urutan 3 atau 4 besar tingkat nasional terkait kasus HIV,” ungkapnya.
Mengingat ini adalah masalah serius, Meki meminta peranan Kepala Daerah sangat dibutuhkan. Harus berani menganggarkan dana untuk menyelamatkan sisa dari yang tersisa. Sebab kebanyakan yang kena HIV adalah orang Papua.
“Kalau sedikit ini tidak diselamatkan, berarti akan ada cerita seperti yang terjadi di Aborigin Australia dan negara lainnya bahwa orang asli itu pernah ada, tapi karena faktor faktor tertentu mereka hilang. Dan kemungkinan cerita itu bisa terjadi di Papua, jika kepala daerah dan semua stakeholder tidak bekerjasama untuk mengatasi masalah ini,” tuturnya.
Menurut Meki, peranan kepala daerah sangat dibutuhkan dalam mengatasi persoalan HIV. Sehingga itu, dalam Raker nantinya pihak terkait diharapkan terlibat aktif. Sebagaimana program disusun bersama namun setiap kepala daerah mengaggarkan dana sesuai dengan program yang diusulkan.
Selain peranan kepala daerah, Meki juga meminta masyarakat harus punya kesadaran untuk memeriksakan kesehatannya terutama terkait dengan HIV. “Dalam pengamatan dan investigasi di lapangan, kesadaran orang untuk memeriksakan dirinya masih lemah. Hal ini disebabkan oleh stigma dari masyarakat lainnya. Masih banyak orang khususnya teman teman di Papua mengnaggap HIV adalah penyakit kutukan,” ungkapnya.
“Dari hasil investigasi kami, beragam stigma kepada orang dengan HIV membuat mereka terkurun dan malu untuk melangkahkan kaki datang ke pelayanan kesehatan untuk memeriksakan diri,” ucapnya.
Meki mencontohkan, ada seorang warga diketahui terindikasi kena HIV ketika jenazah hendak dimakamkan. Semasa hidup, yang bersangkutan tidak pernah memeriksakan diri lantaran stigma dari orang orang sekitarnya sehingga memilih tinggal di rumah hingga ajal menjemput.
“Dalam pengamatan kami, stigma terhadap orang dengan HIV masih sangat tinggi di Papua,” kata Meki.
Sehingga itu, Meki mengimbau jangan ada lagi stigma terhadap HIV atau ODIV. Sebab, mereka bagian dari kita dan orang dengan HIV memiliki hak yang sama dan mereka tidak akan menyebarkan dengan cara berkomunikasi atau saat makan bersama.
“Kasus HIV di Papua diakibatkan melalui hubungan seksual yang tidak aman, jarum suntik dan air susu ibu,” tegasnya.
Dikatakan, orang yang positif HIV bisa bertahan hidup sepanjang dia mampu mengkomsumsi ARV dan kontrol yang rutin. Status positif sama sekali tidak mengurangi hal hal yang lain untuk berkeluarga, bekerja dan lainnya, perbedaannya hanya terletak di kata positif,” ungkapnya.

Baca Juga :  Minta Segera Penyesuian Tarif, Karyawan Minta Upah Dinaikkan 

Berdasarkan data kasus HIV/AIDS di Papua

Kelompok Umur HIV AIDS

< 1 28 76 1-14 tahun 405 739 15-19 tahun 2.411 3.363 20-24 tahun 5.017 6.865 25-49 tahun 11.685 17.127 > 50 604 1.129

#Jenis Kelamin

Sex HIV AIDS

Laki laki 8.740 14.610

Perempuan 11.640 14.931

Tidak diketahui 61 29

604 1.129

#Jenis Kelamin

Sex HIV AIDS

Laki laki 8.740 14.610

Perempuan 11.640 14.931

Tidak diketahui 61 29

Berita Terbaru

Artikel Lainnya