Friday, March 29, 2024
24.7 C
Jayapura

Banyak Mencetak Generasi Emas,  Namun Kini Bernasib Malang

Melihat Keberadaan dan Aktivitas Kegiatan Belajar Mengajar SMPN 1 Sentani

Lembaga pendidikan SMP Negeri 1 merupakan lembaga pendidikan Menengah Pertama yang  pertama  ada di  Kabupaten Jayapura.  Sekolah ini berdiri sejak tahun 1965 dan hingga 2022 sudah mencapai usianya yang 57 tahun. Namun kini mereka seperti anak ayam kehilangan induknya dan siswa-siswinya harus  belajar menumpang di sekolah lain.

Laporan:  Robert Mboik-Sentani

SMPN N1 Sentani belakangan ini menjadi perbincangan hangat  kalangan publik khususnya di Kabupaten Jayapura. Hal ini tidak lepas dari kisah para penghuni sekolah, guru dan murid yang harus meninggalkan sekolah setelah diperintahkan untuk dikosongkan oleh pihak pemilik ulayat dari Marga Ondi.

Tentu persoalan ini tidak bisa dilihat dari sebelah mata saja. Tidak bisa juga menyalahkan pihak pemilik ulayat atau pemerintah. Namun apapun cerita dari kasus ini kedua belah pihak harus membuka hati,  melihat lebih dalam apa yang menjadi dampak dari kasus ini, sekolah  semestinya tidak boleh menjadi korban dari permasalahan ini.

Menilik lebih jauh tentang keberadaan lembaga pendidikan ini. Sesungguhnya cukup menyayat hati jika dilihat dari kisahnya. Sekolah itu pertama kali dibuka tahun 1965. Di tahun 2022 ini, usaianya sudah mencapai 57 tahun.  Tentu bukan usia yang muda lagi. Di tengah banyaknya kehadiran lembaga pendidikan menengah pertama di Kota Sentani saat ini, sekolah ini tetap saja menjadi pilihan utama masyarakat. Ya, selain kualitas yang tidak diragukan lagi, tentunya biaya pendidikan juga masih sangat terjangkau untuk masyarakat kelas menengah ke bawah.

Baca Juga :  Kenapa Tidak ke Bali? Anda kan Tahu Kerjaan Saya Tambah Banyak...

Terbukti, di tahun ini saja tercatat ada lebih dari 800 siswa-siswi dari kelas 7 sampai 9 memilih melanjutkan pendidikan di sekolah ini.

Sekolah ini juga telah melahirkan generasi emas Papua. Diantaranya, Gubenur Papua dua periode,Lukas Enembe, mantan Kadis Pendidikan  Papua, Cristian Sohilait, Wakil Bupati Jayapura, Giri Wijayanyoro dan masih banyak lagi pejabat teras di Papua jebolan lembaga pendidikan ini. Namun alih-alih berjaya, justru nasibnya kini sangat miris.

Sekolah yang sudah berkiprah mencerdaskan anak bangsa lebih dari setengah abad itu dengan terpaksa harus meninggalkan bangunan sekolah yang berlokasi di persimpangan jalan menuju Bandara Sentani itu pada tanggal 28 Desember 2021. Itu terjadi setelah ada perintah pengosongan yang dilakukan oleh pihak pemilik tanah, tempat sekolah itu berdiri.

“Sejak tanggal 28 Desember 2021, kami harus eksekusi keluar dari SMP 1. Terus terang kami merasa sedih juga karena pendidikan harus dikorbankan,” ungkap Kepala SMPN 1 Sentani, Yokbeth Wally, kepada media ini, Senin (24/1).

Nama besarnya itu kini seolah jatuh, mereka dengan terpaksa harus menumpang disekolah lain. Sudah pasti, kegiatan belajar mengajar dengan cara menumpang ini menjadi beban besar bagi siswa juga guru. Bahkan sebelumnya beberapa siswa curhat, soal pelaksanaan KBM yang tidak maksimal, karena walaupun tetap sekolah mereka tetap saja merasa tertekan hingga tidak fokus belajar.

Baca Juga :  Kasus Cenderung Meningkat, Perlu Penanganan dan Pencegahan yang Lebih Serius

Kini sudah hampir dua pekan mereka melaksanakan kegiatan belajar dengan cara menumpang disekolah lain. Pemerintah semestinya tidak tinggal diam, atau membiarkan persoalan ini terlalu lama. Karena secara psikologis, mental anak-anak yang masih remaja ini pasti terganggu. Belum lagi, mereka semestinya harus tatap muka full time setelah sekian lama tidak belajar akibat pandemi Covid-19. Termasuk kelas 9 yang semestinya sudah harus fokus mempersiapkan diri menjelang ujian akhir,  ada berbagai persiapan yang harus dilalui oleh peserta didik.

“Sangat tidak efektif sekali apa yang seharusnya kami lakukan.  Seperti ada kegiatan kegiatan ekstrakurikuler yang semestinya kami lakukan semua harus pending.  Kami sementara berada di rumah orang itu seperti tidak nyaman.  Harapan kami dalam waktu dekat,  jangan terlalu lama,  pemerintah sudah bisa meng-clear-kan masalah ini,  sehingga kami bisa kembali ke rumah kami sendiri dan bisa melaksanakan segala aktivitas proses belajar mengajar,” ungkapnya. (*)

Melihat Keberadaan dan Aktivitas Kegiatan Belajar Mengajar SMPN 1 Sentani

Lembaga pendidikan SMP Negeri 1 merupakan lembaga pendidikan Menengah Pertama yang  pertama  ada di  Kabupaten Jayapura.  Sekolah ini berdiri sejak tahun 1965 dan hingga 2022 sudah mencapai usianya yang 57 tahun. Namun kini mereka seperti anak ayam kehilangan induknya dan siswa-siswinya harus  belajar menumpang di sekolah lain.

Laporan:  Robert Mboik-Sentani

SMPN N1 Sentani belakangan ini menjadi perbincangan hangat  kalangan publik khususnya di Kabupaten Jayapura. Hal ini tidak lepas dari kisah para penghuni sekolah, guru dan murid yang harus meninggalkan sekolah setelah diperintahkan untuk dikosongkan oleh pihak pemilik ulayat dari Marga Ondi.

Tentu persoalan ini tidak bisa dilihat dari sebelah mata saja. Tidak bisa juga menyalahkan pihak pemilik ulayat atau pemerintah. Namun apapun cerita dari kasus ini kedua belah pihak harus membuka hati,  melihat lebih dalam apa yang menjadi dampak dari kasus ini, sekolah  semestinya tidak boleh menjadi korban dari permasalahan ini.

Menilik lebih jauh tentang keberadaan lembaga pendidikan ini. Sesungguhnya cukup menyayat hati jika dilihat dari kisahnya. Sekolah itu pertama kali dibuka tahun 1965. Di tahun 2022 ini, usaianya sudah mencapai 57 tahun.  Tentu bukan usia yang muda lagi. Di tengah banyaknya kehadiran lembaga pendidikan menengah pertama di Kota Sentani saat ini, sekolah ini tetap saja menjadi pilihan utama masyarakat. Ya, selain kualitas yang tidak diragukan lagi, tentunya biaya pendidikan juga masih sangat terjangkau untuk masyarakat kelas menengah ke bawah.

Baca Juga :  Beri Edukasi Masyarakat, Sanksi Hukum Tidak Hanya Kurungan Badan Saja

Terbukti, di tahun ini saja tercatat ada lebih dari 800 siswa-siswi dari kelas 7 sampai 9 memilih melanjutkan pendidikan di sekolah ini.

Sekolah ini juga telah melahirkan generasi emas Papua. Diantaranya, Gubenur Papua dua periode,Lukas Enembe, mantan Kadis Pendidikan  Papua, Cristian Sohilait, Wakil Bupati Jayapura, Giri Wijayanyoro dan masih banyak lagi pejabat teras di Papua jebolan lembaga pendidikan ini. Namun alih-alih berjaya, justru nasibnya kini sangat miris.

Sekolah yang sudah berkiprah mencerdaskan anak bangsa lebih dari setengah abad itu dengan terpaksa harus meninggalkan bangunan sekolah yang berlokasi di persimpangan jalan menuju Bandara Sentani itu pada tanggal 28 Desember 2021. Itu terjadi setelah ada perintah pengosongan yang dilakukan oleh pihak pemilik tanah, tempat sekolah itu berdiri.

“Sejak tanggal 28 Desember 2021, kami harus eksekusi keluar dari SMP 1. Terus terang kami merasa sedih juga karena pendidikan harus dikorbankan,” ungkap Kepala SMPN 1 Sentani, Yokbeth Wally, kepada media ini, Senin (24/1).

Nama besarnya itu kini seolah jatuh, mereka dengan terpaksa harus menumpang disekolah lain. Sudah pasti, kegiatan belajar mengajar dengan cara menumpang ini menjadi beban besar bagi siswa juga guru. Bahkan sebelumnya beberapa siswa curhat, soal pelaksanaan KBM yang tidak maksimal, karena walaupun tetap sekolah mereka tetap saja merasa tertekan hingga tidak fokus belajar.

Baca Juga :  Jarak Dekat Ada Perahu, kalau Agak Jauh Bisa Sewa Dorkas

Kini sudah hampir dua pekan mereka melaksanakan kegiatan belajar dengan cara menumpang disekolah lain. Pemerintah semestinya tidak tinggal diam, atau membiarkan persoalan ini terlalu lama. Karena secara psikologis, mental anak-anak yang masih remaja ini pasti terganggu. Belum lagi, mereka semestinya harus tatap muka full time setelah sekian lama tidak belajar akibat pandemi Covid-19. Termasuk kelas 9 yang semestinya sudah harus fokus mempersiapkan diri menjelang ujian akhir,  ada berbagai persiapan yang harus dilalui oleh peserta didik.

“Sangat tidak efektif sekali apa yang seharusnya kami lakukan.  Seperti ada kegiatan kegiatan ekstrakurikuler yang semestinya kami lakukan semua harus pending.  Kami sementara berada di rumah orang itu seperti tidak nyaman.  Harapan kami dalam waktu dekat,  jangan terlalu lama,  pemerintah sudah bisa meng-clear-kan masalah ini,  sehingga kami bisa kembali ke rumah kami sendiri dan bisa melaksanakan segala aktivitas proses belajar mengajar,” ungkapnya. (*)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya