Situasi ini tentu memunculkan kekhawatiran terkait keberlangsungan sekolah swasta yang selama ini mengandalkan iuran siswa. Sehingga mereka harus berpikir keras bagaimana kelangsungan sekolah di tengah kebijakan tersebut.
Dirinya juga menuturkan bahwa SMA Gabungan juga memiliki kebijakan bagi para siswa kurang mampu (ekonomi). “Ini hanya butuh komunikasi, bahwa saya punya orang tua punya kebutuhan begini-begini dan dibuktikan dokumen dari lurah bahwa memang masuk kategori tidak mampu. Siapa sih yang tidak punya hati memberikan sekolah gratis kepada anak-anak yang membutuhkan,” ujarnya.
Meski menjadi ancaman, tapi menurut Sandra, ini juga menjadi peluang untuk berkembang dan berpikir untuk menyiapkan inovasi yang menarik untuk memperbaiki pelayanan pendidikan.
“Sekolah kalau tidak mengubah strategi manajemen khususnya sekolah swasta, itu bisa collapse nanti. Harus berpikir baru lagi, menata kembali manajemen agar tetap eksis di tengah tantangan saat ini,” katanya.
Harapannya, dengan langkah-langkah ini, SMA Gabungan dapat kembali menjadi rujukan utama bagi siswa-siswi baru di tahun ajaran mendatang, bukan hanya karena biaya, tapi karena kualitas pendidikan yang ditawarkan.
“Tahun ini penurunan sampai 50 persen, dan kalau tidak berbenah dan mengatur strategi dengan baik dan mengatur pelayanan pendidikan maka diprediksikan menurun 25 persen lagi di tahun depan atau 75 persen,” pungkasnya. (*/tri)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos