Ngobrol Bareng Kabid Propam Polda Papua Kombes Pol Gustav Urbinas
Meski berstatus sebagai aparat penegak hukum, bukan berarti polisi luput dari bentuk pelanggaran. Ada yang melanggar hanya dalam bentuk disiplin, maupun kode etik tapi ada juga yang sifatnya pidana umum. Bidang Propam, salah satunya bertugas dalam penegakan disiplin anggota Polri ini.
Laporan: Abdel Gamel Naser – Jayapura
Setelah diangkat menjadi Kabid Propam Polda Papua, Kombes Pol Gustav Urbinas kini lebih fokus bagaimana mendata dan mengecek bentuk pelanggaran yang dilakukan oknum polisi. Disini bukan berarti berseragam polisi dan paham aturan, maka dipastikan bersih tak pernah berbuat salah. Justru dari penyampaian Gustav, hampir setiap bulan ada saja anggota polisi yang disidang. Sudah barang tentu karena melanggar atau berbuat kesalahan.
Mantan Kapolresta Jayapura Kota ini sendiri menjabat di posisi propam ini sejak 18 Mei 2022 lalu dan baru sekitar 2 bulan. Yang dilakukan adalah melaksanakan penegakan hukum internal yang objektif dan transparan. Ini tujuannya memberikan efek jera kepada anggota Polri sebagai langkah mitigasi dari bentuk pelanggaran agar tidak diikuti anggota lainnya.
Selain itu, agar masyarakat merasa puas jika menjadi pihak yang melapor. Kata Gustav, jika merujuk pada aturannya, baik Perkap maupun Perpol, disitu semua jelas dan tegas, bagaimana dari Kapolri maupun Kadiv Propam memberikan konsekuensi sebuah pelanggaran. Harus tegas dan keras.
“Namun di Papua masih ada toleransi, memberikan kesempatan kepada anggota yang melanggar. Dicek lagi apakah masih bisa dibina atau sebaliknya. Jika masih bisa jadi polisi mungkin tidak perlu dipecat dan itu sudah dilaksanakan oleh pak Kapolda saat ini,” kata Gustav di ruang kerjanya pekan kemarin.
Akan tetapi jika masih dilakukan dan terus berulang, maka pihaknya akan rekomendasikan untuk di PTDH (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat). Sebab akan dianggap tidak mampu memberikan perubahan dan menjaga nama baik institusi.
“Saat ini seperti itu yang terjadi, ada yang diampuni oleh pak Kapolda, namun ada juga yang diberi sanksi tegas. Contoh ada 17 orang yang kemarin diberi sanksi demosi ke daerah dan kami akan lihat, apakah itu diulang atau tidak. Jika masih mengulang, maka diberi sanksi lebih tegas yakni Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH),” jelasnya.
Tak hanya itu, ada juga oknum polisi yang sejak Januari hingga Juli ini yang sudah berulang – ulang kali dipanggil, dicari namun tetap melarikan diri dan tak ada sikap kooperatif sehingga diajukan untuk penetapan PTDH.
“Tujuan kami satu, yakni memberikan kepastian hukum agar mereka juga tidak abu – abu. Status polisi namun tidak pernah dinas. Ini tak boleh terjadi, dan kami catat ada 62 kasus yang didominasi oleh disersi atau biasa disebut pelari jarak jauh. Pergi dan belum pernah kembali,” sindir Gustav.
Dari catatan ini dikatakan ada beberapa yang di-PTDH untuk benar – benar memberi efek jera, pihaknya mengusulkan untuk dilakukan upacara pemberhentian oleh kasatkernya.
“Kami rekap, sudah ada beberapa yang diberhentikan di Polres – polres dan masih ada belasan lainnya. Ada juga yang sudah diampuni, namun tidak menjalankan tugas di daerah barunya dan ini akan dipecat,” tegasnya.
Pihaknya menyatakan ini harus dilakukan secara terbuka keluar, agar masyarakat juga paham bahkan polisi tidak hanya menindak warga sipil, tetapi juga menindak anggotanya dan terkadang jika terbukti melanggar, maka dipastikan sanksinya bisa masuk ke pidana umum.
“Hanya disini tujuannya bukan memperlihatkan keburukan anggota, namun tujuan lebih besar lainnya adalah ada warning dan menyelamatkan ribuan polisi lainnya. Jangan sampai mengikuti jejak indisipliner tersebut,” bebernya.
Ia mengaku bahwa masih banyak yang memilih kabur ke luar daerah dan kata Gustav kebayakan alasan disersi adalah malas kerja, tinggal di rumah atau pergi keluar kota. “Jadi beberapa sample, tapi kami coba riset ternyata tidak ada keuntungan yang signifikan selama di luar, jadi masih lebih bagus ia kerja, gaji dan tunjangan diterima. Sebab jika kabur selama 1 bulan maka sudah pasti gajinya diberhentikan,” wanti Gustav.
Ditanya mengapa banyak anggota melakukan pelanggaran, sementara masih banyak yang ingin menjadi polisi? Menurut Gustav, bisa saja karena motivasi di awalnya salah. Berpikir masuk polisi itu bisa seenaknya, padahal penuh dengan aturan. “Kadang ada yang berpikir seleksi terberat adalah masuk polisi, sebenarnya bukan itu, yang betul adalah mempertahankan diri untuk tetap menjadi polisi yang baik. Mungkin mental tidak kuat, bosan dan tidak nyaman akhirnya berlaku seenaknya,” paparnya.
Padahal kata Gustav, sejatinya lebih enak tetap aktif bekerja. Sebab jika hanya di rumah maka gaji diberhentikan dan tak pegang duit sama sekali. Hanya menganggur, namun dengan status anggota polisi. “Selama saya menjabat sudah 2 kali saya mencari anggota yang hilang dan yang ada kami bina selama 1 bulan dan hukumannya nanti dibijaki oleh Kapolda dan biasa mutasi bersifat demosi selama 5 tahun. Yah setidaknya tidak dipecat,” imbuhnya.
Gustav juga membeberkan bahwa setiap bulan dipastikan pasti ada yang disidang, baik di Polda maupun Polres jajaran. Penyelesaian yang dilakukan tambah Urbinas adalah pihaknya mencoba mendorong dalam 2 bulan ini penyelesaian kasus harus lebih cepat.
“Kalau ditanya pelanggaran yang paling sering adalah disersi maupun asusila dan perzinahan. Misal tidak nikahi anak orang dan kalau tidak dinikahi maka di PTDH. Jadi kami ajukan untuk pernikahan massal dan pangkat yang paling banyak melakukan pelanggaran adalah brigadir kemudian ada juga perwira pertama,” tutup mantan Kapolresta ini. (*/tri)