Sunday, April 28, 2024
27.7 C
Jayapura

Banyak Warga Belum Paham Hukum, Tidak Semua Persoalan Harus ke Pengadilan

Ngobrol Bareng Irjend Pol (Purn) Petrus Wayne, Mantan Kapolda yang Kini Jadi Pengacara

Jam terbangnya sebagai aparat penegak hukum tak lagi diragukan. Setelah melepas seragam korps Polri, Irjend Pol (Purn) Petrus  Wayne masih berkecimpung dalam dunia hukum. Ia kini menjadi pengacara.

Laporan : Abdel Gamel Naser – Jayapura

Pada proses sidang terbuka Pengadilan Tinggi Jayapura dalam rangka pengambilan sumpah advokat wilayah hukum pengadilan tinggi Jayapura pada 5 April lalu di Pengadilan Tinggi Jayapura ada salah satu wajah peserta yang dilantik terlihat cukup familiar. Setelah didekati dan diajak ngobrol singkat, iapun membuka masker putihnya dan ternyata benar.

   Sosok yang diajak berbicara adalah Irjend Pol (Purn) Petrus Wayne yang tak lain adalah mantan Kapolda Papua Barat. Ia bergabung dengan Perhakhi atau Perkumpulan Penasihat dan Konsultan Hukum Indonesia, sebuah organisasi penasihat hukum yang dipimpin oleh Dr Elza Syarief SH, M.Hum.

   Ia merasa setelah lepas dari jabatan polisi, masih ada hal yang perlu dilakukan yaitu bagaimana membantu memberikan pemahaman terkait hukum. Dengan latar belakang polisi jika ilmu yang dimiliki tidak dibagikan maka ilmu tersebut hanya sia – sia.

   Diakui, tak sedikit yang belum paham soal hukum yang ada saat ini. Alhasil  tak sedikit yang akhirnya bersinggungan dengan hukum dan harus menerima konsekwensi hukum. Petrus menyebut bahwa pihaknya masih berkecimpung dalam dunia hukum baik tujuan maupun fungsi dan peran. Ini akan terus berhadapan dan bersentuhan  langsung dengan tindakan perbuatan manusia.

  Kata Petrus, bangsa Indonesia merupakan negara berlandaskan hukum sehingga ada tanggungjawab moril untuk ikut mengambil peran. “Peran misalnya menegakkan keadilan, memberikan kepastian hukum dan orang yang tidak paham hukum akhirnya menjadi mengerti kemudian menjawab segala permasalahan social yang berkaitan dengan masalah hukum,” kata Petrus belum lama ini.

  Tugasnya kini tidak lagi menindak dan memproses para pelaku kejahatan karena satu tugas penasehat hukum adalah bagaimana memberikan pemahaman tentang hukum sehingga warga negara Indonesia paham akan hukum. Jika ini dipahami maka dengan sendirinya orang akan memahami mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak harus dilakukan.

  “Ini yang sangat penting. Begitu juga masyarakat  yang selalu berhadapan dengan hukum saya pikir tidak semua paham akan hukum. Karenanya peran kita adalah memberikan penjelasan dan pemahaman sehingga, korban atau pelaku sama – sama mengerti,” tambahnya.

Baca Juga :  Festival yang Unik, Berjanji Akan Kembali Tahun Depan

   Petrus menegaskan bahwa setiap warga negara wajib dilindungi undang – undang karena memiliki persamaan hak di muka hukum.

    Pembelaan lanjut pria yang pensiun dengan pangkat dua bintang ini adalah hak mutlak oleh seseorang lawyer untuk memberikan pendampingan dan proses tersebut tidak  harus beracara di pengadilan tetapi bisa juga di luar pengadilan juga  itu bisa dilakukan.

  “Jadi lawyer bisa membantu  menyelesaikan masalah dengan memberikan penjelasan dari aspek hukum. Orang yang perlu diberikan pemahaman harus dibantu. Ini dalam rangka edukasi hukum dan siapapun berhak dilakukan pembelaan,” bebernya.

Ditanya soal potret atau wajah hukum di Papua Petrus yang masih menjadi dosen di Akpol Semarang ini tak mau menjawab secara umum namun menurutnya di Indonesia masih kental dengan budaya dan banyak orang belum paham soal budaya di dalam negeri. Sementara di Papua juga sangat beragam. Ini yang perlu diperhatian sehingga tidak langsung dibabat rata tetapi bagaimana keberadaan hukum juga melihat aspek norma dan kebiasaan yang berjalan di tengah masyarakat berbudaya.

Kata pria yang pensiun tahun 2021 ini dalam menyelesaikan masalah tidak harus di dalam peradilan sebab saat ini ada proses mediasi maupun restorative justice. Seorang advokat boleh melakukan mediasi dengan catatan kasusnya tercatat di pengadilan. Dan ini menurutnya menjadi satu pola penyelesaian masalah di tengah masyarakat yang kini sedang berkembang.

“Mengapa di kepolisian, kejaksaan dan pengadilan perkara ini menumpuk, saya pikir itu tak lepas dari banyaknya masalah dan harus menunggu banyak tahapan untuk penuntasan. Padahal penyelesaian hukum bisa dilakukan tanpa harus  masuk ke pengadilan melainkan bisa lewat mediasi maupun restorative justice dan ini bisa dilakukan oleh seorang advokat atau penasehat hukum sebab kami ini terdaftar di pengadilan dan memiliki sket bisa menyelesaikan masalah di luar pengadilan,” paparnya.

Proses itu bisa berjalan dengan cara mempertemukan pihak yang bersengketa dengan catatan masih berada dalam koridor hukum. Itu menjadi salah satu pola penyelesaian masalah di bawah pengadilan pada dalam kasus tertentu. “Jadi dengan status pengacara ini saya pikir kami sudah bisa mengajar soal hukum juga, mendidik siapa saja untuk memberikan pemahaman yang sama,” imbuhnya.

Baca Juga :  Frits:  Aibon Kogeya Dibalik Peristiwa Beoga

Catatan lainnya adalah dalam komunikasi hukum tak boleh ada penekanan sebab ada persamaan hak di muka hukum dan di pengadilan. “Ingat, tak boleh ada penekanan,” tutupnya. Irjen Pol (Purn) Drs Petrus Waine, SH, M.Hum sendiri lahir di Puweta, Distrik Kamuu Selatan, Kabupaten Dogiyai, Papua pada 5 Juli 1962. Jenderal polisi berusia 60 tahun ini adalah seorang purnawirawan Polri yang menjabat sebagai Widyaiswara Kepolisian Utama Tingkat I Sespim Lemdiklat Polri.

Jenderal Waine adalah lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1989 dengan segudang pengalaman dalam bidang reserse. Ia menyelesaikan studi pada Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) tahun 1995. Kemudian lanjut di Sekolah Staf Pimpinan (Sespim) Lemdiklat Polri tahun 2003 dan Sekolah Staf dan Pimpinan Tinggi (Sespimti) Polri tahun 2012.

Jenderal Waine memiliki pengalaman pengabdian panjang mulai dari tanah Pasundan. Ia pernah menjabat Wakil Kepala Kepolisian Sektor Cimahi, Polres Bandung, Polda Jabar tahun 1991. Kemudian Kasat Serse Polres Indramayu, Polda Jabar tahun 1991, Kanit Reserse Ekonomi Kepolisian Wilayah (Polwil) Cirebon, Polda Jabar tahun 1993, dan Dankitar Akpol tahun 1997.

Jenderal Waine juga pernah menjabat Kasubag Tipiter Polda Jawa Tengah tahun 2000, Kabag Serse Polwil Surakarta, Polda Jateng, Kepala Kepolisian Resor (Polres) Fakfak, Polda Papua tahun 2003, Kapolres Manokwari, Polda Papua tahun 2005, Wakil Direktur Reserse dan Kriminal Polda Papua tahun 2007, dan Kabid Binkum Polda Papua tahun 2008.

Ia kemudian menjabat Direktur Reskrim Polda Papua tahun 2009, Direskrimum Polda Papua tahun 2011, Direskrimsus Polda Sulawesi Selatan tahun 2012, Irwasda Polda Papua tahun 2014, dan Wakil Kepala Kepolisian Daerah Papua Barat tahun 2015. Kemudian tahun 2017, ia menjadi Widyaiswara Kepolisian Utama Tingkat II Sespim Lemdiklat Polri lalu Widyaiswara Kepolisian Utama Tingkat I Sespim Lemdiklat Polri tahun 2020.

   Jenderal Wayne menikah dengan Yuliana Eko Wahyu Sugianti dan dikaruniani tiga orang anak, dr Theresia Meisky Patricia Waine, Sp.M, Maria G Petty Ika C Waine, dan Agustinus Ronald Tri Cahya Waine. (*/tri)

Ngobrol Bareng Irjend Pol (Purn) Petrus Wayne, Mantan Kapolda yang Kini Jadi Pengacara

Jam terbangnya sebagai aparat penegak hukum tak lagi diragukan. Setelah melepas seragam korps Polri, Irjend Pol (Purn) Petrus  Wayne masih berkecimpung dalam dunia hukum. Ia kini menjadi pengacara.

Laporan : Abdel Gamel Naser – Jayapura

Pada proses sidang terbuka Pengadilan Tinggi Jayapura dalam rangka pengambilan sumpah advokat wilayah hukum pengadilan tinggi Jayapura pada 5 April lalu di Pengadilan Tinggi Jayapura ada salah satu wajah peserta yang dilantik terlihat cukup familiar. Setelah didekati dan diajak ngobrol singkat, iapun membuka masker putihnya dan ternyata benar.

   Sosok yang diajak berbicara adalah Irjend Pol (Purn) Petrus Wayne yang tak lain adalah mantan Kapolda Papua Barat. Ia bergabung dengan Perhakhi atau Perkumpulan Penasihat dan Konsultan Hukum Indonesia, sebuah organisasi penasihat hukum yang dipimpin oleh Dr Elza Syarief SH, M.Hum.

   Ia merasa setelah lepas dari jabatan polisi, masih ada hal yang perlu dilakukan yaitu bagaimana membantu memberikan pemahaman terkait hukum. Dengan latar belakang polisi jika ilmu yang dimiliki tidak dibagikan maka ilmu tersebut hanya sia – sia.

   Diakui, tak sedikit yang belum paham soal hukum yang ada saat ini. Alhasil  tak sedikit yang akhirnya bersinggungan dengan hukum dan harus menerima konsekwensi hukum. Petrus menyebut bahwa pihaknya masih berkecimpung dalam dunia hukum baik tujuan maupun fungsi dan peran. Ini akan terus berhadapan dan bersentuhan  langsung dengan tindakan perbuatan manusia.

  Kata Petrus, bangsa Indonesia merupakan negara berlandaskan hukum sehingga ada tanggungjawab moril untuk ikut mengambil peran. “Peran misalnya menegakkan keadilan, memberikan kepastian hukum dan orang yang tidak paham hukum akhirnya menjadi mengerti kemudian menjawab segala permasalahan social yang berkaitan dengan masalah hukum,” kata Petrus belum lama ini.

  Tugasnya kini tidak lagi menindak dan memproses para pelaku kejahatan karena satu tugas penasehat hukum adalah bagaimana memberikan pemahaman tentang hukum sehingga warga negara Indonesia paham akan hukum. Jika ini dipahami maka dengan sendirinya orang akan memahami mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak harus dilakukan.

  “Ini yang sangat penting. Begitu juga masyarakat  yang selalu berhadapan dengan hukum saya pikir tidak semua paham akan hukum. Karenanya peran kita adalah memberikan penjelasan dan pemahaman sehingga, korban atau pelaku sama – sama mengerti,” tambahnya.

Baca Juga :  Baru Tiga Bulan Nabung, Awalnya Dikira Penipuan

   Petrus menegaskan bahwa setiap warga negara wajib dilindungi undang – undang karena memiliki persamaan hak di muka hukum.

    Pembelaan lanjut pria yang pensiun dengan pangkat dua bintang ini adalah hak mutlak oleh seseorang lawyer untuk memberikan pendampingan dan proses tersebut tidak  harus beracara di pengadilan tetapi bisa juga di luar pengadilan juga  itu bisa dilakukan.

  “Jadi lawyer bisa membantu  menyelesaikan masalah dengan memberikan penjelasan dari aspek hukum. Orang yang perlu diberikan pemahaman harus dibantu. Ini dalam rangka edukasi hukum dan siapapun berhak dilakukan pembelaan,” bebernya.

Ditanya soal potret atau wajah hukum di Papua Petrus yang masih menjadi dosen di Akpol Semarang ini tak mau menjawab secara umum namun menurutnya di Indonesia masih kental dengan budaya dan banyak orang belum paham soal budaya di dalam negeri. Sementara di Papua juga sangat beragam. Ini yang perlu diperhatian sehingga tidak langsung dibabat rata tetapi bagaimana keberadaan hukum juga melihat aspek norma dan kebiasaan yang berjalan di tengah masyarakat berbudaya.

Kata pria yang pensiun tahun 2021 ini dalam menyelesaikan masalah tidak harus di dalam peradilan sebab saat ini ada proses mediasi maupun restorative justice. Seorang advokat boleh melakukan mediasi dengan catatan kasusnya tercatat di pengadilan. Dan ini menurutnya menjadi satu pola penyelesaian masalah di tengah masyarakat yang kini sedang berkembang.

“Mengapa di kepolisian, kejaksaan dan pengadilan perkara ini menumpuk, saya pikir itu tak lepas dari banyaknya masalah dan harus menunggu banyak tahapan untuk penuntasan. Padahal penyelesaian hukum bisa dilakukan tanpa harus  masuk ke pengadilan melainkan bisa lewat mediasi maupun restorative justice dan ini bisa dilakukan oleh seorang advokat atau penasehat hukum sebab kami ini terdaftar di pengadilan dan memiliki sket bisa menyelesaikan masalah di luar pengadilan,” paparnya.

Proses itu bisa berjalan dengan cara mempertemukan pihak yang bersengketa dengan catatan masih berada dalam koridor hukum. Itu menjadi salah satu pola penyelesaian masalah di bawah pengadilan pada dalam kasus tertentu. “Jadi dengan status pengacara ini saya pikir kami sudah bisa mengajar soal hukum juga, mendidik siapa saja untuk memberikan pemahaman yang sama,” imbuhnya.

Baca Juga :  Pemrov Siap Tindak Lanjuti Rekomendasi dari BPK RI

Catatan lainnya adalah dalam komunikasi hukum tak boleh ada penekanan sebab ada persamaan hak di muka hukum dan di pengadilan. “Ingat, tak boleh ada penekanan,” tutupnya. Irjen Pol (Purn) Drs Petrus Waine, SH, M.Hum sendiri lahir di Puweta, Distrik Kamuu Selatan, Kabupaten Dogiyai, Papua pada 5 Juli 1962. Jenderal polisi berusia 60 tahun ini adalah seorang purnawirawan Polri yang menjabat sebagai Widyaiswara Kepolisian Utama Tingkat I Sespim Lemdiklat Polri.

Jenderal Waine adalah lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1989 dengan segudang pengalaman dalam bidang reserse. Ia menyelesaikan studi pada Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) tahun 1995. Kemudian lanjut di Sekolah Staf Pimpinan (Sespim) Lemdiklat Polri tahun 2003 dan Sekolah Staf dan Pimpinan Tinggi (Sespimti) Polri tahun 2012.

Jenderal Waine memiliki pengalaman pengabdian panjang mulai dari tanah Pasundan. Ia pernah menjabat Wakil Kepala Kepolisian Sektor Cimahi, Polres Bandung, Polda Jabar tahun 1991. Kemudian Kasat Serse Polres Indramayu, Polda Jabar tahun 1991, Kanit Reserse Ekonomi Kepolisian Wilayah (Polwil) Cirebon, Polda Jabar tahun 1993, dan Dankitar Akpol tahun 1997.

Jenderal Waine juga pernah menjabat Kasubag Tipiter Polda Jawa Tengah tahun 2000, Kabag Serse Polwil Surakarta, Polda Jateng, Kepala Kepolisian Resor (Polres) Fakfak, Polda Papua tahun 2003, Kapolres Manokwari, Polda Papua tahun 2005, Wakil Direktur Reserse dan Kriminal Polda Papua tahun 2007, dan Kabid Binkum Polda Papua tahun 2008.

Ia kemudian menjabat Direktur Reskrim Polda Papua tahun 2009, Direskrimum Polda Papua tahun 2011, Direskrimsus Polda Sulawesi Selatan tahun 2012, Irwasda Polda Papua tahun 2014, dan Wakil Kepala Kepolisian Daerah Papua Barat tahun 2015. Kemudian tahun 2017, ia menjadi Widyaiswara Kepolisian Utama Tingkat II Sespim Lemdiklat Polri lalu Widyaiswara Kepolisian Utama Tingkat I Sespim Lemdiklat Polri tahun 2020.

   Jenderal Wayne menikah dengan Yuliana Eko Wahyu Sugianti dan dikaruniani tiga orang anak, dr Theresia Meisky Patricia Waine, Sp.M, Maria G Petty Ika C Waine, dan Agustinus Ronald Tri Cahya Waine. (*/tri)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya