Jimi menjelaskan bahwa pagelaran seni ini merupakan kolaborasi seni budaya dan lingkungan dan ia bersyukur karena respon publik sangat antusiasi dan positif. “Kami baru bisa menggelar 1 hari karena ini baru pertama dan pasti banyak kekurangan. Ke depan kami tetap membuka ruang bagi siapa saja yang ingin berkolaborasi dan mau bergandengan tangan untuk berbicara penyelamatan hutan sagu dan pengembangan sumber daya masyarakat di kampung,” tambahnya.
Disini juga terlihat jika moment ini dimanfaatkan oleh warga kampung untuk berjualan. Ada yang menjual kerajinan tangan, produk kuliner hingga kopi berbahan campuran pinang. Para pengunjung juga disuguhi puluhan foto dari beberapa fotografer di Sentani yang menceritakan tentang human interest, kehidupan masyarakat yang berdampingan dengan alam dan budaya. “Kami coba ikut berkontribusi, ada foto teman-teman yang memang sudah dicetak kami coba pajang dan ikut memeriahkan,” ujar Engel Wally, salah satu penyumbang produk foto pameran.
Tak hanya itu, ada juga pesan penyelamatan lingkungan yang disampaikan Bank Sampah Khenambai Umbai maupun dari Earth Hour dan juga Rumah Bakau Jayapura. Dari Rumah Bakau menitipkan puluhan papan ajakan untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai karena hingga kini produk plastik masih terus menjadi produk yang memicu pemanasan global. Menariknya disini MC juga terus mengingatkan pengunjung untuk tidak nyampah sebab ada banyak kantong yang disiapkan panitia.
Event ini terlihat lebih tertib dibanding event besar yang menghabiskan anggaran ratusan hingga  miliaran namun minim tong sampah dan semua berakhir dengan banyaknya sampah berserakan dimana-mana. Event juga dimeriahkan dengan tim dari Rapper Epo D’Fenomeno termasuk para Stand Up Indo Jayapura dan Music Anak Comment.
“Kami sangat terbantu dengan kolaborasi teman-teman ini. Mereka bukan kali pertama tapi sudah beberapa kali dan kami mengapresiasi. Mereka hanya sampaikan bahwa karena ini bicara tentang hutan sagu sehingga mereka hadir untuk ikut menyuarakan dan kami sangat menghargai itu,” tambah Jemy.
Meski perdana, pameran tersebut mendapatkan sambutan hangat dari para kelompok-kelompok sanggar seni, hingga para pengunjung yang datang untuk menyaksikan pameran tersebut. Sayangnya pertunjukan ini hanya digelar sehari, dengan waktu yang cukup singkat pula. Dalam pegelaran seni tersebut, mengambil kolaborasi antara sangar seni Robongholo dan masyarakat kampung Sereh. Yang menceritakan tentang bagaimana masyarakat dapat menghargai alam, mencintai dan menghargai pohon sagu demi keberlangsungan hidup kedepan.