Friday, October 25, 2024
22.7 C
Jayapura

Butuh Anggaran Capai Ratusan Juta, Segera Ganti Pakaian dan Selimuti

Di hari yang sama, korban HT yang hendak turun dari puncak merasa nyeri dada selanjutnya tidak sadarkan diri (diduga terkena Altitude sickness-red). Pendaki lainnya langsung melakukan pertolongan pertama, namun sayangnya nyawa korban tidak terselamatkan. Saat itulah korban meninggal dunia.Berdasarkan laporan yang diterima Polsek Tembagapura, korban meninggal karena sesak nafas akibat cuaca buruk dan badai salju.

Pada 30 September 2024 pagi, tim evakuasi dipimpin oleh Wakapolsek Tembagapura Ipda Eksan Laane berangkat untuk mengevakuasi jenazah korban. Evakuasi ini berlangsung dengan melibatkan sekitar 20 personel gabungan yang terdiri dari Personel Polsek Tembagapura, Unit IRG, Tim Evakuasi dari Travel Roevelu dan Security SRM PT Freeport Indinesia highland.

Kemudian, pada Oktober 2024, seorang pendaki berkebangsaan Tionghoa juga meregang nyawa saat melakukan pendakian di Puncak Cartenz. Otoritas keamanan menyatakan, pendaki berinisial LDF dilaporkan meninggal dunia di Yellow Valley, Puncak Cartenz, Rabu 16 Oktober 2024 akibat kesalahan saat memasang peralatan panjat untuk menuruni tebing, ia terjatuh dan mengalami patah tulang pada bagian bahu dan dada bagian kiri sehingga tidak sadarkan diri dan dinyatakan meninggal dunia.

Menanggapi hal ini, seorang pendaki asal Mimika, Irfan menilai, sebagai salah satu gunung yang masuk seven summits dunia, Puncak Cartenz memilik tingkat kesulitan dan keunikan tersendiri. Bagi Irfan, setiap pendaki tentu punya tingkat kepuasan tersendiri saat melakukan misi pendakian. Ada pendaki yang hanya sampai di basecamp sudah merasa cukup dalam perjalanannya menyusuri tanah, bebatuan dan bahkan tumpukan salju, ada juga pendaki yang benar-benar harus bisa menggapai puncak guna menuntaskan misi pendakiannya.

Baca Juga :  Minta Pelayanan Terus Ditingkatkan dan Kurangi Antrean Pada Momen Tertentu

Bagi Irfan, Puncak Cartenz sangat tidak mudah untuk ditaklukkan oleh siapapun. Untuk sampai ke puncak, butuh semangat yang gigih, serta pengalaman memanjat yang mumpuni serta menguasai teknik memanjat yang baik. Sebab, rintangan yang harus dilalui seorang pendaki dalam menaklukkan Cartenz Pyramid sangat tidaklah mudah ketika sudah menjejaki kaki di medan pendakian.

Ada beberapa jalur yang bisa ditempuh untuk naik ke Puncak Cartenz. Diantaranya adalah jalur pendakian dari Ilaga dan Sugapa yang bisa ditempuh dalam waktu 16 hari kurang lebih (naik dan turun). Cartenz Pyramid juga bisa ditempuh menggunakan helikopter dengan waktu kurang lebih 25 menit untuk sampai ke basecamp Yellowvaley.

Selain memiliki beberapa jalur untuk bisa ditempuh menuju Puncak Cartenz, biaya yang dikeluarkan seorang pendaki dalam satu kali ekspedisi tidak sedikit. Seorang pendaki harus menguras tabungannya hingga ratusan milliar dalam satu kali ekspedisi pendakian.

Baca Juga :  Sunyi Sepi Tanpa Berpenghuni, Masyarakat Kiwirok Ingin Kembali

Irfan menjelaskan, naik dengan sistem ekspedisi banyak hal yang tentunya harus dipersiapkan dengan matang, mulai dari perlengkapan hingga kesehatan. Hal ini dikarenakan medan yang nantinya dilalui memiliki tingkat kesulitan yang beragam, bahkan dapat berakibat fatal bagi seorang pendaki, terlebih bagi orang Indonesia yang biasanya mengalami hipotermia atau penurunan suhu tubuh secara drastis yang berpotensi berbahaya.

Penyebab yang paling umum adalah berada di lingkungan bersuhu dingin dalam waktu yang lama, atau aktivitas ekstrim dan altitude sickness atau penyakit ketinggian.

“Jadi bukan trip gunung yang dikira-kira orang ini kita mau naik gunung yang seperti di Jawa, karena dengan ketinggian 4200 mdpl itu di Indonesia udah yang paling tertinggi jadi sistemnya kalau menurut saya udah ekspedisi, jadi kelengkapannya seperti gearnya udah yang harus berkualitas, karena medannya untuk naik ke dinding cartenz itu kan kalau normal itu kan kalau sehat dan normal itu 12 sampai 14 jam itu (pulang-pergi),” kata Irfan saat dihubungi Cenderawasih Pos, Senin (21/10/2024).

Di hari yang sama, korban HT yang hendak turun dari puncak merasa nyeri dada selanjutnya tidak sadarkan diri (diduga terkena Altitude sickness-red). Pendaki lainnya langsung melakukan pertolongan pertama, namun sayangnya nyawa korban tidak terselamatkan. Saat itulah korban meninggal dunia.Berdasarkan laporan yang diterima Polsek Tembagapura, korban meninggal karena sesak nafas akibat cuaca buruk dan badai salju.

Pada 30 September 2024 pagi, tim evakuasi dipimpin oleh Wakapolsek Tembagapura Ipda Eksan Laane berangkat untuk mengevakuasi jenazah korban. Evakuasi ini berlangsung dengan melibatkan sekitar 20 personel gabungan yang terdiri dari Personel Polsek Tembagapura, Unit IRG, Tim Evakuasi dari Travel Roevelu dan Security SRM PT Freeport Indinesia highland.

Kemudian, pada Oktober 2024, seorang pendaki berkebangsaan Tionghoa juga meregang nyawa saat melakukan pendakian di Puncak Cartenz. Otoritas keamanan menyatakan, pendaki berinisial LDF dilaporkan meninggal dunia di Yellow Valley, Puncak Cartenz, Rabu 16 Oktober 2024 akibat kesalahan saat memasang peralatan panjat untuk menuruni tebing, ia terjatuh dan mengalami patah tulang pada bagian bahu dan dada bagian kiri sehingga tidak sadarkan diri dan dinyatakan meninggal dunia.

Menanggapi hal ini, seorang pendaki asal Mimika, Irfan menilai, sebagai salah satu gunung yang masuk seven summits dunia, Puncak Cartenz memilik tingkat kesulitan dan keunikan tersendiri. Bagi Irfan, setiap pendaki tentu punya tingkat kepuasan tersendiri saat melakukan misi pendakian. Ada pendaki yang hanya sampai di basecamp sudah merasa cukup dalam perjalanannya menyusuri tanah, bebatuan dan bahkan tumpukan salju, ada juga pendaki yang benar-benar harus bisa menggapai puncak guna menuntaskan misi pendakiannya.

Baca Juga :  Mata Hati Tertutup Kabut Kepentingan Kekuasaan, Muaranya Politik Amoral

Bagi Irfan, Puncak Cartenz sangat tidak mudah untuk ditaklukkan oleh siapapun. Untuk sampai ke puncak, butuh semangat yang gigih, serta pengalaman memanjat yang mumpuni serta menguasai teknik memanjat yang baik. Sebab, rintangan yang harus dilalui seorang pendaki dalam menaklukkan Cartenz Pyramid sangat tidaklah mudah ketika sudah menjejaki kaki di medan pendakian.

Ada beberapa jalur yang bisa ditempuh untuk naik ke Puncak Cartenz. Diantaranya adalah jalur pendakian dari Ilaga dan Sugapa yang bisa ditempuh dalam waktu 16 hari kurang lebih (naik dan turun). Cartenz Pyramid juga bisa ditempuh menggunakan helikopter dengan waktu kurang lebih 25 menit untuk sampai ke basecamp Yellowvaley.

Selain memiliki beberapa jalur untuk bisa ditempuh menuju Puncak Cartenz, biaya yang dikeluarkan seorang pendaki dalam satu kali ekspedisi tidak sedikit. Seorang pendaki harus menguras tabungannya hingga ratusan milliar dalam satu kali ekspedisi pendakian.

Baca Juga :  Polres Keerom Imbau Pengguna Jalan Lewat Stiker

Irfan menjelaskan, naik dengan sistem ekspedisi banyak hal yang tentunya harus dipersiapkan dengan matang, mulai dari perlengkapan hingga kesehatan. Hal ini dikarenakan medan yang nantinya dilalui memiliki tingkat kesulitan yang beragam, bahkan dapat berakibat fatal bagi seorang pendaki, terlebih bagi orang Indonesia yang biasanya mengalami hipotermia atau penurunan suhu tubuh secara drastis yang berpotensi berbahaya.

Penyebab yang paling umum adalah berada di lingkungan bersuhu dingin dalam waktu yang lama, atau aktivitas ekstrim dan altitude sickness atau penyakit ketinggian.

“Jadi bukan trip gunung yang dikira-kira orang ini kita mau naik gunung yang seperti di Jawa, karena dengan ketinggian 4200 mdpl itu di Indonesia udah yang paling tertinggi jadi sistemnya kalau menurut saya udah ekspedisi, jadi kelengkapannya seperti gearnya udah yang harus berkualitas, karena medannya untuk naik ke dinding cartenz itu kan kalau normal itu kan kalau sehat dan normal itu 12 sampai 14 jam itu (pulang-pergi),” kata Irfan saat dihubungi Cenderawasih Pos, Senin (21/10/2024).

Berita Terbaru

Artikel Lainnya