Tuesday, September 30, 2025
23.1 C
Jayapura

Nikel, Batu Bara hingga Emas Tersebar, Tambang Rakyat Bakal Dipungut Retribusi

“Tahun 2026 mendatang, pemerintah mulai melakukan penarikan retribusi terhadap tambang rakyat dan batuan (galian C) di Papua,” kata Beni, saat ditemui Cenderawasih Pos, di ruang kerjanya, Senin (22/9).

Menurutnya, pemetaan tambang rakyat dan batuan telah ditetapkan dalam peta. Dalam data geologi, terpeta tentang kawasan tambang rakyat, tambang nasional hingga galian c.
Dari sembilan kabupaten/kota di Provinsi Papua, tambang rakyat berada di Kabupaten Jayapura, Keerom, Sarmi, Waropen dan Kabupaten Biak. Lima daerah ini, memiliki tambang rakyat yang jenisnya adalah emas, batu bara, nikel dan pasir besi. “Hanya saja, mereka belum memberikan PAD bagi pemerintah,” ucapnya.

Selain belum memberikan kontribusi PAD, minimnya pengawasan terhadap tambang rakyat. Beni mengaku, anggaran jadi salah satu penyebabnya. Dalam setahun, hanya sekali mereka melakukan pengawasan.

Baca Juga :  Perketat keamanan Warga, Walikota Minta Perkuat Poskamling

Ia mengaku, sudah menyampaikan hal ini kepada DPRP. Oleh sebab itu, dirinya berharap DPRP bisa bertindak dan bisa menyampaikan ke eksekutif saat sidang, untuk memperhatikan pengawasan tambang rakyat maupun tambang nasional.

“Sudah ada beberapa perusahaan yang sudah membayar, alangkah baiknya perusahaan ini segera melakukan produksi. Sebab, jika mereka sudah melakukan produksi, maka Papua bisa menjadi Freeport kedua,” ungkapnya.

Namun sejauh ini kata Beni, potensi tambang di Papua sebatas eksplorasi, belum produksi. Alasannya karena belum memiliki izin usaha pertambangan (IUP). “PLTA Mamberamo yang sudah menahun tidak aktif. Ini bisa difungsikan kembali agar bisa menghasilkan PAD bagi Papua,” katanya.

Sementara itu, mengantisipasi konflik yang terjadi di lokasi pertambangan. Beni mengingatkan para pihak untuk selalu melibatkan masyarakat pemilik hak ulayat, termasuk membangun koordinasi.

Baca Juga :  Listrik dan Air Jadi Kendala Utama, Tarif Pondok Tidak Tetap

“Konflik yang kerap terjadi di lokasi tembang disebabkan tidak adanya pelibatan pemilik hak ulayat dan masyarakat Papua. Maka itu, libatkan masyarakat dalam pengelolaan tambang rakyat maupu tambang nasional yang ada di Papua. Ini untuk menghindari gejolak maupun bentrok yang terjadi di lapangan,” pungkasnya. (*/tri)

 

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

“Tahun 2026 mendatang, pemerintah mulai melakukan penarikan retribusi terhadap tambang rakyat dan batuan (galian C) di Papua,” kata Beni, saat ditemui Cenderawasih Pos, di ruang kerjanya, Senin (22/9).

Menurutnya, pemetaan tambang rakyat dan batuan telah ditetapkan dalam peta. Dalam data geologi, terpeta tentang kawasan tambang rakyat, tambang nasional hingga galian c.
Dari sembilan kabupaten/kota di Provinsi Papua, tambang rakyat berada di Kabupaten Jayapura, Keerom, Sarmi, Waropen dan Kabupaten Biak. Lima daerah ini, memiliki tambang rakyat yang jenisnya adalah emas, batu bara, nikel dan pasir besi. “Hanya saja, mereka belum memberikan PAD bagi pemerintah,” ucapnya.

Selain belum memberikan kontribusi PAD, minimnya pengawasan terhadap tambang rakyat. Beni mengaku, anggaran jadi salah satu penyebabnya. Dalam setahun, hanya sekali mereka melakukan pengawasan.

Baca Juga :  Jadi Ajang Lomba Bagi Penikmat Durian, Berharap Bisa Digelar Rutin

Ia mengaku, sudah menyampaikan hal ini kepada DPRP. Oleh sebab itu, dirinya berharap DPRP bisa bertindak dan bisa menyampaikan ke eksekutif saat sidang, untuk memperhatikan pengawasan tambang rakyat maupun tambang nasional.

“Sudah ada beberapa perusahaan yang sudah membayar, alangkah baiknya perusahaan ini segera melakukan produksi. Sebab, jika mereka sudah melakukan produksi, maka Papua bisa menjadi Freeport kedua,” ungkapnya.

Namun sejauh ini kata Beni, potensi tambang di Papua sebatas eksplorasi, belum produksi. Alasannya karena belum memiliki izin usaha pertambangan (IUP). “PLTA Mamberamo yang sudah menahun tidak aktif. Ini bisa difungsikan kembali agar bisa menghasilkan PAD bagi Papua,” katanya.

Sementara itu, mengantisipasi konflik yang terjadi di lokasi pertambangan. Beni mengingatkan para pihak untuk selalu melibatkan masyarakat pemilik hak ulayat, termasuk membangun koordinasi.

Baca Juga :  Jika Semua Pihak di Uncen Tidak Berdusta, maka BLU Akan Terwujud

“Konflik yang kerap terjadi di lokasi tembang disebabkan tidak adanya pelibatan pemilik hak ulayat dan masyarakat Papua. Maka itu, libatkan masyarakat dalam pengelolaan tambang rakyat maupu tambang nasional yang ada di Papua. Ini untuk menghindari gejolak maupun bentrok yang terjadi di lapangan,” pungkasnya. (*/tri)

 

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Berita Terbaru

Artikel Lainnya