Friday, January 24, 2025
25.7 C
Jayapura

Pasien Bisa Diajak Ngobrol Karena Dalam Kondisi Sadar 

Menurut Ketua Perhimpunan Dokter Anastesi Indonesia, Cabang Papua ini, melakukan operasi kompleks seperti ini di Papua tidaklah mudah. Kendala seperti ketersediaan alat, kesiapan darah, dan masalah teknis seperti pemadaman listrik sering menjadi hambatan.  Namun, dengan perencanaan yang matang dan kerja sama tim yang solid, operasi berjalan dengan lancar. Pasien yang dioperasi pada hari itu berhasil melewati prosedur selama 2,5 jam tanpa kendala berarti.

“Komunikasi pasien selama operasi sangat baik, pasien kembali ke ruangan dengan kondisi stabil dan keluarga pasien juga sangat antusias dan bersyukur,” ujarnya. Keberhasilan ini menandai lompatan besar dalam pelayanan kesehatan di Papua, khususnya di bidang anastesi dan bedah saraf. dr Albinus mengungkapkan kebanggaannya. Pasalnya, ini sudah menjadi mimpinya dengan dr.Tommy J Numberi serta dokter-dokter lainnya yang ada di RSUD Jayapura.

Baca Juga :  Moment Promosikan  Pariwisata, Dorong Perputaran Ekonomi Masyarakat Kampung

Namun beberapa kali kendala yang dihadapi, seperti bahan dan alat yang tidak ada terutama obat-obatan. “Rumah sakit ini memag banyak kekurangannya, namun dengan koordinasi sehingga segala sesuatu yang kita butuhkan saat itu bisa dikerjakan,” bebernya. Bagi dr Albinus, metode awake craniotomy bukan hal baru baginya. Selama menempuh pendidikan  ia kerap mengerjakan itu.

“Saat ini saya sedang sekolah dan mengambil Spesialis Anestesi Konsultan Neuroanestesi. Nah, di tempat saya sekolah di Bandung mengerjakan itu. Namun karena Bandung sudah biasa mengerjakannya maka itu hal biasa bagi mereka, ilmu itu kemudian saya terapkan di sini,” bebernya.

Dalam kekurangannya, dokter-dokter Papua bisa menunjukan kemampuannya. Kekurangan bahan dan alat di RSUD Jayapura bukan jadi alasan bagi mereka untuk tidak melakukan gebrakan. “Dalam perbincangan orang-orang tentang nilai negatif RSUD Jayapura, namun kami bisa menciptakan sesuatu yang baru dan menjadi sejarah perkembangan dunia medis terutama di bedah saraf,” kata dr Albinus.

Baca Juga :  Dari 139 Kampung Harus ada Inovasi untuk  Hasilkan Pendapat

Seiring dengan terobosan yang telah dilakukan di rumah sakit milik pemerintah. Ia berharap Pemerindah daerah (Pemda) melihat ini sebagai suatu kemajuan, sehingga ke depannya bisa membantu membiayai putra-putri Papua bersekolah.

“Terus terang sampai hari ini saya tidak dapat dana beasiswa atau bantuan pendidikan dari Pemda. Saya sekolah kedokteran di Bandung, kemudian terapkan ilmu saya disini demi nama baik Pemda dan nama baik Papua,” ucap PNS di RSUD Jayapura ini.

Menurut Ketua Perhimpunan Dokter Anastesi Indonesia, Cabang Papua ini, melakukan operasi kompleks seperti ini di Papua tidaklah mudah. Kendala seperti ketersediaan alat, kesiapan darah, dan masalah teknis seperti pemadaman listrik sering menjadi hambatan.  Namun, dengan perencanaan yang matang dan kerja sama tim yang solid, operasi berjalan dengan lancar. Pasien yang dioperasi pada hari itu berhasil melewati prosedur selama 2,5 jam tanpa kendala berarti.

“Komunikasi pasien selama operasi sangat baik, pasien kembali ke ruangan dengan kondisi stabil dan keluarga pasien juga sangat antusias dan bersyukur,” ujarnya. Keberhasilan ini menandai lompatan besar dalam pelayanan kesehatan di Papua, khususnya di bidang anastesi dan bedah saraf. dr Albinus mengungkapkan kebanggaannya. Pasalnya, ini sudah menjadi mimpinya dengan dr.Tommy J Numberi serta dokter-dokter lainnya yang ada di RSUD Jayapura.

Baca Juga :  Tak Harus Baca Satu Buku Satu Hari, yang Tak Punya Buku Bisa Pinjam Gratis

Namun beberapa kali kendala yang dihadapi, seperti bahan dan alat yang tidak ada terutama obat-obatan. “Rumah sakit ini memag banyak kekurangannya, namun dengan koordinasi sehingga segala sesuatu yang kita butuhkan saat itu bisa dikerjakan,” bebernya. Bagi dr Albinus, metode awake craniotomy bukan hal baru baginya. Selama menempuh pendidikan  ia kerap mengerjakan itu.

“Saat ini saya sedang sekolah dan mengambil Spesialis Anestesi Konsultan Neuroanestesi. Nah, di tempat saya sekolah di Bandung mengerjakan itu. Namun karena Bandung sudah biasa mengerjakannya maka itu hal biasa bagi mereka, ilmu itu kemudian saya terapkan di sini,” bebernya.

Dalam kekurangannya, dokter-dokter Papua bisa menunjukan kemampuannya. Kekurangan bahan dan alat di RSUD Jayapura bukan jadi alasan bagi mereka untuk tidak melakukan gebrakan. “Dalam perbincangan orang-orang tentang nilai negatif RSUD Jayapura, namun kami bisa menciptakan sesuatu yang baru dan menjadi sejarah perkembangan dunia medis terutama di bedah saraf,” kata dr Albinus.

Baca Juga :  Frans Pekey: Pelayanan  di Dinas Terpusat di MPP

Seiring dengan terobosan yang telah dilakukan di rumah sakit milik pemerintah. Ia berharap Pemerindah daerah (Pemda) melihat ini sebagai suatu kemajuan, sehingga ke depannya bisa membantu membiayai putra-putri Papua bersekolah.

“Terus terang sampai hari ini saya tidak dapat dana beasiswa atau bantuan pendidikan dari Pemda. Saya sekolah kedokteran di Bandung, kemudian terapkan ilmu saya disini demi nama baik Pemda dan nama baik Papua,” ucap PNS di RSUD Jayapura ini.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya

/