Setelah melayani satu, datang lagi pesanan berikut, nyaris tidak ada waktu bagi Sipora untuk duduk atau sekedar melepaskan lelahnya. Kesehariannya, Sipora berjualan di Kampung Maribu, Distrik Sentani Barat, Kabupaten Jayapura. Di sana, ia menyusun barang jualannya pada sebuah kios dengan ukuran 5×2 meter.
Kios itu hampir terisi penuh dengan tumpukan stik sagu, keripik sagu, kue putar sagu, beng-beng sagu dan nastar sagu. Bagi sebagian besar masyarakat Jayapura, sagu adalah makanan pokok, sumber karbohidrat yang dimakan bersama kuah ikan pedas atau sayur.
Namun, di tangan Novita, sagu bertransformasi—keluar dari citra makanan tradisional, dan menjelma menjadi aneka camilan modern yang menggiurkan. Novita bukan sekadar seorang pengusaha, ia adalah seorang pencipta pangan lokal, dari dapur rumahannya yang sederhana, bahan dasar sagu disulap menjadi 1001 kreasi menarik.
Seperti keripik sagu yang renyah dan gurih, stik sagu yang tipis, hingga kue-kue premium seperti nastar sagu dan kue putar sagu yang terkemas apik. Bahkan, inovasinya tak berhenti pada kue kering. Ia juga membuat es krim sagu, cake sagu, hingga terang bulan manis sagu.
Kreasinya ini bukan hanya memanjakan lidah, tapi juga menjadi wajah baru bagi potensi UMKM di Jayapura. Berdasarkan data,Dinas Koperasi dan Kabupaten Jayapura adalah gudang UMKM dengan lebih dari 5.000 unit usaha, tersebar di 139 kampung, 9 distrik dan 5 kelurahan. Walri Masta Papua adalah salah satu bintang yang bersinar di tengah ribuan perjuangan tersebut.
“Setiap hari, kami harus terus produksi, karena permintaan konsumen sangat tinggi, terutama untuk kebutuhan oleh-oleh khas dari Jayapura,” ungkap Novita. Kisah Walri Masta Papua adalah cerminan dari kegigihan seorang perempuan Kampung Tabla Supa. Novita memulai perjalanannya pada tahun 2016.