Tuesday, October 21, 2025
25.7 C
Jayapura

Obat Kecemasan Masyarakat Pesisir yang Dihantui Gempabumi Berpotensi Tsunami

Salah satu warga, Ahmad, mengaku kegiatan ini sangat membantu mengurangi rasa cemas yang selama ini dirasakan warga. “Daerah kita inikan dataran semua, jadi kalau gempa itu pasti ada kecemasan, takut tsunami. Tapi dengan kegiatan seperti ini, kita jadi tahu apa yang harus dilakukan, bagaimana cara evakuasi yang benar, dan kemana arah penyelamatan diri,” ujarnya kepada Cenderawasih Pos usai kegiatan.

Ahmad juga berharap pemerintah dapat menambah penanda jalur evakuasi dan memasang sirene peringatan dini di wilayah Holtekamp. “Kalau bisa, di sini ada sirene seperti di daerah lain, supaya kalau ada potensi tsunami atau kenaikan air laut, warga bisa cepat tahu dan bergerak menyelamatkan diri,” tambahnya.

Baca Juga :  Meriam Spiritus Jadi Atensi Khusus Kapolresta   

Sementara itu, Wakil Wali Kota Jayapura, Rustan Saru, yang turut hadir membuka kegiatan, menegaskan bahwa pengetahuan mitigasi bencana merupakan kebutuhan mendesak bagi masyarakat pesisir. Masyarakat perlu memiliki kesadaran kolektif untuk tanggap dan siap menghadapi berbagai kemungkinan bencana.

“Kita hidup di wilayah yang rawan bencana, jadi harus paham dan siap. Kegiatan seperti ini sangat penting untuk membangun budaya siaga di tengah masyarakat,” tegasnya.

Rustan menambahkan, Pemerintah Kota Jayapura akan terus berkolaborasi dengan BMKG dan instansi terkait untuk memperluas jangkauan edukasi mitigasi bencana, tidak hanya di Holtekamp, tetapi juga di wilayah pesisir lainnya seperti Skouw, Tobati, Enggros, dan Koya.

“Tujuannya agar masyarakat di seluruh pesisir Jayapura memiliki kesiapan yang sama dalam menghadapi risiko bencana,” ujarnya.

Baca Juga :  Tiap Hari Terjadi KDRT, Tapi Korban Enggan Lapor

SLG Gempabumi dan Tsunami merupakan bentuk konkret komitmen BMKG dalam membangun masyarakat tangguh bencana. Program ini memiliki tiga sasaran utama: pertama, meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya mitigasi bencana; kedua, membangun budaya tanggap dan evakuasi mandiri dan ketiga, memperkuat koordinasi dan komunikasi antar-stakeholder di daerah rawan bencana.

Salah satu warga, Ahmad, mengaku kegiatan ini sangat membantu mengurangi rasa cemas yang selama ini dirasakan warga. “Daerah kita inikan dataran semua, jadi kalau gempa itu pasti ada kecemasan, takut tsunami. Tapi dengan kegiatan seperti ini, kita jadi tahu apa yang harus dilakukan, bagaimana cara evakuasi yang benar, dan kemana arah penyelamatan diri,” ujarnya kepada Cenderawasih Pos usai kegiatan.

Ahmad juga berharap pemerintah dapat menambah penanda jalur evakuasi dan memasang sirene peringatan dini di wilayah Holtekamp. “Kalau bisa, di sini ada sirene seperti di daerah lain, supaya kalau ada potensi tsunami atau kenaikan air laut, warga bisa cepat tahu dan bergerak menyelamatkan diri,” tambahnya.

Baca Juga :  Masih Rancu Seputar Perwal Atau Pergub

Sementara itu, Wakil Wali Kota Jayapura, Rustan Saru, yang turut hadir membuka kegiatan, menegaskan bahwa pengetahuan mitigasi bencana merupakan kebutuhan mendesak bagi masyarakat pesisir. Masyarakat perlu memiliki kesadaran kolektif untuk tanggap dan siap menghadapi berbagai kemungkinan bencana.

“Kita hidup di wilayah yang rawan bencana, jadi harus paham dan siap. Kegiatan seperti ini sangat penting untuk membangun budaya siaga di tengah masyarakat,” tegasnya.

Rustan menambahkan, Pemerintah Kota Jayapura akan terus berkolaborasi dengan BMKG dan instansi terkait untuk memperluas jangkauan edukasi mitigasi bencana, tidak hanya di Holtekamp, tetapi juga di wilayah pesisir lainnya seperti Skouw, Tobati, Enggros, dan Koya.

“Tujuannya agar masyarakat di seluruh pesisir Jayapura memiliki kesiapan yang sama dalam menghadapi risiko bencana,” ujarnya.

Baca Juga :  Hasil Kuisioner Ternyata Banyak Remaja Pernah Nonton Konten Pornografi

SLG Gempabumi dan Tsunami merupakan bentuk konkret komitmen BMKG dalam membangun masyarakat tangguh bencana. Program ini memiliki tiga sasaran utama: pertama, meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya mitigasi bencana; kedua, membangun budaya tanggap dan evakuasi mandiri dan ketiga, memperkuat koordinasi dan komunikasi antar-stakeholder di daerah rawan bencana.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya

/