Sunday, April 28, 2024
26.7 C
Jayapura

Restoratif Justice Justru Sering Tidak Memberikan Keadilan Bagi Korban

Mengikuti Diskusi Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan di Papua

Hingga saat ini kasus kekerasan terhadap perempuan di Papua, masih saja terjadi. Ironisnya penanganan dalam kasus kekerasan terhadap perempuan ini, sering kali tidak memberikan rasa keadilan bagi kaum perempuan sebagai korban. Hal ini yang perlu ditinjau dan dibenahi kembali.

Laporan:Carolus Daot_Jayapura

Masih banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan Papua, baik yang terungkap maupuan tidak, Komnas Perempuan saat ini tengah merumuskan masukan-masukan dari berbagai pihak.

Masukan ini digalang  mulai dari lembaga layanan bagi perempuan korban kekerasan, aparat penegak hukum, lembaga adat dan lembaga keagamaan tentang mekanisme penanganan kekerasan terhadap perempuan,  terutama di luar sistem peradilan seperti keadilan restoratif dan sejenisnya.

   Komnas Perempuan berpandangan bahwa praktik-praktik penanganan kekerasan terhadap perempuan dengan mekanisme-mekanisme tersebut perlu ditinjau lebih lanjut untuk memastikan prinsip-prinsip pemenuhan hak perempuan korban kekerasan atas keadilan, kebenaran, dan pemulihan dapat berlangsung secara tepat dan efektif.

   Selain itu, Komnas Perempuan juga berpandangan bahwa proses penegakan keadilan lewat mekanisme baik formal maupun non formal merupakan bagian dari pemulihan komprehensif yang harus diterima korban guna memastikan kehidupannya berlangsung dengan lebih baik.

Baca Juga :  Penyiksaan yang Dilakukan TNI Penuhi Unsur Pelanggaran HAM

   Karena itu, untuk mendapatkan masukan terkait praktik-praktik tersebut di masing-masing institusi, dengan ini Komnas Perempuan mengundang sejumlah pimpinan insitusi dan awak media untuk diskusi yang digelar di Kantor LP3AP Kelurahan Awiyo distrik Abepura, Rabu (19/4).

   Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani mengatakan  pertemuan tersebut bertujuan untuk mengetahui terkait mekanisme penanganan kekerasan terhadap perempuan korban kekerasan di Papua selama ini.

  Sebab mekanisme ini selalu  didengungkan oleh institusi penegak hukum bahwasannya keadilan restoratif Justice merupakan mekanisme dan arah pembangunanan hukum nasional. Bahkan institusi penegak hukum telah memiliki peraturan terkait dengan pelaksanaan keadilan Restorative Justice ini.

  Tapi yang terjadi, justru dari laporan yang diterima oleh Komnas Perempuan selama ini, justru keadilan Restorative Justice tidak memberikan keadilan perempuan korban kekerasan itu sendiri.

  “Dengan pertemuan, ini kami sangat mengharapkan bisa mendapatkan informasi yang lebih aktual di lapangan, yang tentunya melalui pengalaman yang diperoleh sama teman teman jurnalis,” tuturnya.

Baca Juga :  Proyek Bangunan Sepi, Terpaksa Beralih ke Jasa Gerobak Angkutan Barang

  Andy Yentriyani mengatakan pemantauan ini merupakan bagian dari 5 kewenangan utama Komnas Perempuan, diantaranya melakukan pemantauan dan pencarian fakta maupun pendokumentasian, kajian kajian statergis, merumuskan rekomendasi kebijakan, melalui pemeriksaan lapangan, pendidikan publim menggunakan hasil kajian, dan bekerjasama dengan stakeholder terkait.

  “Pihak yang bekerjasama dengan Komnas Perempuan dalam hal data lapangan, yaitu institusi penegak hukum,” kata Andy Yentriyani.

  Pantuan Cenderawasih Pos, diskusi singat tersebut tampak membahas berbagai permasalahan yang ada di Papua, dalam hal penanganan kekerasan terutama terhadap perempuan. Yang pada prinsipnya dari berbagai media, melihat bahwasaanya penyelesaian permasalan hukum di Papua, selalu mengedepankan hukum adat dibandingkan hukum formal.

  Hal itu kemudian akan menjadi catatan bagi pihak Komnas perempuan untuk dapat disimpulkan. “Pantuan ini akan kita lakukan ke 9 wilayah di Indonesia, nanti dari hasil pemantuan akan disimpulkan,” katanya. (*/tri)

Mengikuti Diskusi Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan di Papua

Hingga saat ini kasus kekerasan terhadap perempuan di Papua, masih saja terjadi. Ironisnya penanganan dalam kasus kekerasan terhadap perempuan ini, sering kali tidak memberikan rasa keadilan bagi kaum perempuan sebagai korban. Hal ini yang perlu ditinjau dan dibenahi kembali.

Laporan:Carolus Daot_Jayapura

Masih banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan Papua, baik yang terungkap maupuan tidak, Komnas Perempuan saat ini tengah merumuskan masukan-masukan dari berbagai pihak.

Masukan ini digalang  mulai dari lembaga layanan bagi perempuan korban kekerasan, aparat penegak hukum, lembaga adat dan lembaga keagamaan tentang mekanisme penanganan kekerasan terhadap perempuan,  terutama di luar sistem peradilan seperti keadilan restoratif dan sejenisnya.

   Komnas Perempuan berpandangan bahwa praktik-praktik penanganan kekerasan terhadap perempuan dengan mekanisme-mekanisme tersebut perlu ditinjau lebih lanjut untuk memastikan prinsip-prinsip pemenuhan hak perempuan korban kekerasan atas keadilan, kebenaran, dan pemulihan dapat berlangsung secara tepat dan efektif.

   Selain itu, Komnas Perempuan juga berpandangan bahwa proses penegakan keadilan lewat mekanisme baik formal maupun non formal merupakan bagian dari pemulihan komprehensif yang harus diterima korban guna memastikan kehidupannya berlangsung dengan lebih baik.

Baca Juga :  Kondisi Alam Sulit,  Untuk Berkantor Saja Butuh Rp 200 ribu-300 Ribu/Hari

   Karena itu, untuk mendapatkan masukan terkait praktik-praktik tersebut di masing-masing institusi, dengan ini Komnas Perempuan mengundang sejumlah pimpinan insitusi dan awak media untuk diskusi yang digelar di Kantor LP3AP Kelurahan Awiyo distrik Abepura, Rabu (19/4).

   Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani mengatakan  pertemuan tersebut bertujuan untuk mengetahui terkait mekanisme penanganan kekerasan terhadap perempuan korban kekerasan di Papua selama ini.

  Sebab mekanisme ini selalu  didengungkan oleh institusi penegak hukum bahwasannya keadilan restoratif Justice merupakan mekanisme dan arah pembangunanan hukum nasional. Bahkan institusi penegak hukum telah memiliki peraturan terkait dengan pelaksanaan keadilan Restorative Justice ini.

  Tapi yang terjadi, justru dari laporan yang diterima oleh Komnas Perempuan selama ini, justru keadilan Restorative Justice tidak memberikan keadilan perempuan korban kekerasan itu sendiri.

  “Dengan pertemuan, ini kami sangat mengharapkan bisa mendapatkan informasi yang lebih aktual di lapangan, yang tentunya melalui pengalaman yang diperoleh sama teman teman jurnalis,” tuturnya.

Baca Juga :  Harus Segera Dibuat Payung Hukum Tupoksi DPRP dan MRP di Tiga DOB

  Andy Yentriyani mengatakan pemantauan ini merupakan bagian dari 5 kewenangan utama Komnas Perempuan, diantaranya melakukan pemantauan dan pencarian fakta maupun pendokumentasian, kajian kajian statergis, merumuskan rekomendasi kebijakan, melalui pemeriksaan lapangan, pendidikan publim menggunakan hasil kajian, dan bekerjasama dengan stakeholder terkait.

  “Pihak yang bekerjasama dengan Komnas Perempuan dalam hal data lapangan, yaitu institusi penegak hukum,” kata Andy Yentriyani.

  Pantuan Cenderawasih Pos, diskusi singat tersebut tampak membahas berbagai permasalahan yang ada di Papua, dalam hal penanganan kekerasan terutama terhadap perempuan. Yang pada prinsipnya dari berbagai media, melihat bahwasaanya penyelesaian permasalan hukum di Papua, selalu mengedepankan hukum adat dibandingkan hukum formal.

  Hal itu kemudian akan menjadi catatan bagi pihak Komnas perempuan untuk dapat disimpulkan. “Pantuan ini akan kita lakukan ke 9 wilayah di Indonesia, nanti dari hasil pemantuan akan disimpulkan,” katanya. (*/tri)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya