Saturday, April 27, 2024
30.7 C
Jayapura

Kondisi Alam Sulit,  Untuk Berkantor Saja Butuh Rp 200 ribu-300 Ribu/Hari

Sejumlah pegawai dan anak-anak sekolah yang hendak menyeberang dari Kasonaveja menuju ke Burmeso, untuk mengikuti upacara HUT ke-78 RI yang dipusatkan di pasar Mama-Mama Papua di Burmeso. (FOTO: Agung/Cepos)

Mengunjungi Mamberamo Raya, Negeri Seribu Misteri Sejuta Harapan (Bagian I)

Bertepatan dengan momen peringatan 17 Agustusan, saya  berkesempatan mendapat tugas liputan di Kabupaten Mamberamo Raya.  Di tengah eforia perayaan Kemerdekaan ini, menarik untuk melihat kondisi daerah Mamberamo Raya, sejauh mana daerah dan masyarakat di wilayah ini “merasakan merdeka” di HUT ke-78 Republik Indonesia.

Laporan: Agung Tri Handono_Kasonaveja

Selasa (15/8) lalu,  berbekal selembar tiket Kapal Cantika  Lestari 77, Cenderawasih Pos berangkat dari Kantor Graha Pena di jalan Balai Kota menuju ke Pelabuhan Jayapura. Meski sudah hampir 22 tahun lebih di Papua, namun tugas liputan ke Mamberamo Raya ini memang baru yang pertama.

   Dengan membawa tas ransel berisi beberapa lembar pakaian dan tas dan kamera perlengkapan liputan, langsung berangkat. Belum ada gambaran, kondisi di sana seperti apa, tinggal dimana dan berapa lama. Yang penting berangkat dan sampai di tempat tujuan dengan aman.

  Sinar matahari mulai menyengat di Pelabuhan Jayapura, meski jam baru menunjukkan pukul 09.30 WIT. Aktifitas Pelabuhan Jayapura terlihat tidak begitu ramai, seperti halnya ketika ada kapal Pelni sandar di pelabuhan ini.

  Tanpa pinggir panjang, saya langsung ikut  berdesak-desakan dengan penumpang lainnya, masuk ke dalam kapal yang dekat dengan pintu masuk pelabuhan. Lega rasanya, bisa masuk dan mendapat tempat untuk menaruh barang dan istirahat dalam perjalanan, meski agak sedikit pengap dan gerah dengan keringat. Beberapa saat berada dalam kapal, suasana kapal perintis, terasa sedikit aneh. Pasalnya, dalam tiket tertera tempat tidur di dek II. Tapi di kapal ini sepertinya  semua baku rebut tempat sembarangan.

   “Maaf, kaka mau turun di mana?” ujar satu penumpang di sebelah.

“Mau ke Kasonaveja, Mamberamo Raya, Kaka,” jawabku.

“O iya?..Kapal ini hanya masuk di Teba saja, ini tidak ke Kaso, tapi lanjut ke Serui…” sahutnya.

“Ah, iyo kah….??”

    Dengan sedikit panik dan tergopoh-gopoh, langsung saja tas pakaian dan tas kamera, saya angkat bawa keluar kapal. Dan betul saja, ternyata Kapal Cantika 77 sandar, tepat  di belakang KM Sabut Nusantara yang tadi saya masuki. “Haa.. lega, untung tidak  jadi terbawa kapal  ke Serui,” batinku.

  Belakangan Cenderawasih Pos baru tahu, sebagian penumpang tujuan Mamberamo Raya  memang kandang sengaja numpang di KM Sabuk Nusantara, yang biayanya jauh lebih murah, kalau tidak salah hanya Rp 15 ribu/penumpang. Mereka akan turun di dermaga Teba di muara Sungai Mamberamo.

Selanjutnya menunggu untuk pindah  KM Cantika 77 yang harga tiketnya Rp 300 ribu dari Jayapura untuk penumpang dek, dan sekitar Rp 1,5 juta untuk kamar. Dimana masyarakat di sepanjang sungai Mamberamo Raya ini digratiskan jika numpang KM  Cantika 77 yang ada kerjasama dengan Pemkab Mamberamo Raya.

  Masuk di KM Cantika 77, penumpang sudah penuh dan berdesak-desakan. Beberapa calon penumpang terlihat baru antre membeli tiket di dek bagian belakang. Kapal yang biasanya berangkat ke Kasonaveja Mamberamo Raya tiap hari Rabu, kali ini sengaja maju satu hari, menjadi Selasa.

Alasannya, supaya banyak pegawai atau pejabat Mamberamo Raya yang tinggal di Jayapura bisa ikut kapal untuk mengikuti upacara HUT  RI di Burmeso, Kabupaten Mamberamo Raya.

   Kapal berangkat pukul 11.00 WIT, terlambat satu jam dari  info jadwal yang beredar sebelumnya. Sepanjang perjalanan, cuaca di laut bersahabat, teduh, nyaris tidak ada ombak yang terasa. Aman, tidak perlu harus mual mabuk perjalanan.

Baca Juga :  Laka Laut, Dua Penumpang Hilang

Menjelang pukul 02.00 WIT dini hari, kapal baru sandar di Kampung Teba di muara sungai Mamberamo. Sebagian turun untuk mencari makan, sebagian memilih tetap tidur di atas kasur spon/busa yang ada di kapal.

  Selepas subuh, Rabu (16/8), kapal melanjutkan perjalanan menyusuri Sungai Mamberamo yang terlihat keruh, seperti warna minuman hangat kopi susu. Kapal harus melaju berkelak-kelok mengikuti alur sungai Mamberamo. Sesekali penumpang kaget, terdengar suara ‘’Duakkk”. Kapal menabrak batang kayu besar yang hanyut, meski nahkoda sudah berupaya menghindari.

  Persinggahan berikutnya di Babusa. Tidak ada dermaga khusus yang layak untuk sandar, hanya tepian tebing sungai tempat kapal merapat ke darat  sekitar pukul 11.30 WIT. Penumpang kapal langsung ramai-ramai turun, sementara masyarakat terlihat ramai berjualan pasar di bangunan pasar yang ada.

Masyarakat Kambung Babusa  Distrik Mamberamo Hilir Kabupaten Mamberamo Raya saat berjualan di pasar, ketika KM  Cantika Lestari 77 sandar di Babusa. (FOTO: Agung/Cepos)

Rasa lapar, gara-gara semalam sedikit makan, karena  nasi kurang masak betul,  mendorong saya cepat-cepat  turun mencari makan pagi rangkap makan siang.

Sasaran pertama, minum air kelapa muda, berikutnya baru cari makan. Menariknya, hampir semua warga yang berdagang di pasar menghidangkan makanan dengan laut Mujahir, ada juga ikan mas, ada yang dibakar,  mujahir asar, tapi kebanyakan mujahir goreng.  Ikan mujahir di sini memang terkenal besar-besar. Disajikan dengan sayur kangkung dan sambal saos, harganya dijual Rp 50 ribu/piring.

   Selain ikan yang sudah dimasak, ada yang dijual mentah/segar harga Rp 50 ribu/ikat isi 4 ekor besar-besar.  Kira-kira hampir 3 kg/ikat. Menurut sejumlah penumpang yang biasa naik turun, Jayaura-Kasonaveja, biasanya saat kapal kembali ke Jayapura banyak yang memborong ikan, baik ditempatkan dalam wadah cold box, maupun titip di freezer kapal.

   Sekira 30 menit di Kampung Babusa, kapal Cantika kembali melanjutkan perjalanan. Sekitar hampir dua jam, kapal tiba dan singgah di Trimuris. Sama seperti kampung sebelumnya, tidak ada dermaga. Kapal hanya sandar di tebing sungai, selanjutnya penumpang turun lewat jembatan/tangga untuk  menyeberang ke darat.

   Begitu tangga keluar, sejumlah pedagang berhambur  turun dari kapal dan menggelar dagangan di pinggir jalan. Interaksi jual beli terlihat ramai. Banyak warga setempat berbelanja berbagai kebutuhan bahan pokok. Sementara penumpang banyak turun, untuk sekedar mencari minuman segar.

   Setengah jam sandar, kapal kembali melaju melawan arus dengan tujuan terakhir  Kasonaveja. Hujan deras seolah-olah menyambut kedatangan Kapal Cantika dan para penumpang di dalamnya.  Kabarnya, setiap kali KM Cantika masuk kasonaveja, selalu disambut dengan hujan deras.

  Saat kapal hendak sandar, di tebing sungai di Kasonaveja, terlihat sejumlah speedboat berebut untuk menempel di buritan kapal. Motoris dengan skill-nya berusaha menempel di kapal yang masih bergerak. Mereka mencari penumpang yang hendak lanjut ke Burmeso.

  Setiap kapal masuk di daerah Mamberamo Raya ini, memang terlihat sekali ada aktifitas perekonomian masyarakat. Baik pedagang kapal yang menjual berbagai kebutuhan, termasuk masyarakat lokal sendiri ada yang berjualan hasil bumi, hasil laut, seperti kerang, ikan asin dan lainnya.

    Kapal merapat di Kasonaveja sudah menjelang senja. Suasana menyambut HUT RI memang tidak begitu terasa seperti di Kota Jayapura. Meski tinggal satu hari lagi peringatan HUT RI, namun hanya beberapa warga yang sadar untuk memasang bendera maupun umbul-umbul untuk memeriahkan HUT RI.

Baca Juga :  12 Pintu Hilang, Dari 204 Meja Kursi Kini Tersisa 15 Meja Kursi

   Malam itu, Cenderawasih menginap di Balai Wartawan di Kasonaveja, bersama wartawan William Awek yang menjemput di tempat kapal sandar. Menjelang malam lampu baru menyala. Ngantuk seperti tak bisa ditahan, usai kenyang makan malam dengan opor ayam kampung malam itu.

   Kamis (17/8) pagi, meski sudah pukul 06.00 WIT, namun matahari masih tertutup mendung. Embun basah dan tetesan air sisa hujan semalam masih telihat di dedaunan. Peringatan HUT ke -78 RI dipusatkan di Burmeso. Tepatnya, di lapangan tengah Pasar Mama-mama Papua yang baru dibangun. Kasonaveja adalah ibukota kabupaten Mamberamo Raya sejak awal terbentuknya kabupaten ini, dengan Bupati Alm. Demianus Kyeu Kyeuw.

  Dalam perkembangannya, ibu kota Kabupaten berpindah ke Burmeso. Dari Kasonaveja harus menyeberang. Kalau dari dermaga ujung lurus menyeberang ke Burmeso biaya transportasi speed boat Rp 50 ribu.  Kalau dari dermaga/tempat penyeberangan lain, motoris kadang minta sampai Rp 100 ribu, apalagi kalau malam.

   Belum lagi jalan darat, harus naik ojek ke kantor. Besarnya berbeda-beda, karena lokasi Kantor Pemkab Mamberamo ini tersebar. Yang paling dekat Rp 30 ribu, kantor DPRD 70 ribu, kantor Bupati yang paling ujung bisa sampai Rp 100 ribu untuk ojek sekali antar. Praktis, biaya transportasi pegawai atau masyarakat yang masih tinggal di Kasonaveja ini sangat tinggi, bila hendak berkantor di Burmeso. Bisa makan biaya transportasi Rp 200 ribu-300 ribu pulang pergi sehari, belum lagi biaya makan.

  Beberapa OPD, memang memiliki speedboat untuk antar jemput. Termasuk kendaraan dinas yang bisa ditumpangi pegawai. Untung kalau ada speedboat dinas milik OPD, berarti masih bisa ada sarana transportasi yang ditumpangi gratis. Kalau tidak, ya harus bayar ojek, yang biayanya sesuai dengan jarak tempuh. Setelah sampai di Burmeso, harus leften  kendaraan dinas, alternatif lain dengan naik ojek. Beberapa orang menyikapi dengan menaruh motor di Burmeso, meski tinggal di Kasonaveja. “Kalau mau hemat disini harus punya dua motor, di Kaso satu, di Burmeso satu,”ujar teman.

   Mahalnya biaya transportasi ini, mungkin yang menjadi salah satu penyebab, kenapa pegawai atau pun pejabat enggan tiap hari berangkat di kantor, atau malah lebih banyak memilih  tinggal di Jayapura bersama anak istri. Namun begitu, di tengah kesulitan yang dihadapi,  Pemkab Mamberamo mampu meraih peringkat tiga BKN Award 2023, terkait pembinaan dan kedisplinan pegawai.

   Sekira pukul 09.30 WIT,  lapangan upacara di Komplek Pasar Mama-mama Papua sudah dipadati peserta upacara, baik dari TNI-Polri, pegawai, maupun anak-anak sekolah SD hingga SMA/SMK. Peringatan detik-detik proklamasi dan pengibaran bendera merah putih yang dipimpin langsung Bupati Dr (HC) John Tabo, SE, MBA ini  berlangsung khidmat.

    Usai upacara berbagai kegiatan juga digelar, mulai dari peresmian Pasar Mama-Mama Papua, penyerahan SK pengawai negeri, SK pelantikan penjabat, dan hadiah berbagai lomba dalam rangka HUT RI. Masyarakat juga turut bergembira di Hari kemerdekaan ini dengan mengikuti lomba panjat pinang, dan juga joget bersama di tengah lapangan. Semua pejabat dan peserta upacara, termasuk anak-anak sekolah berjoget riang bersama.

   Hingga upacara penurunan bendera pada sore harinya, yang dipimpin oleh Wakil Bupati Ever Mudumi, juga berlangsung lancar. Usai penurunan bendera, luapan kegembiraan berlanjut. Meski tidak seramai pada upacara pengibaran bendera, namun semua yang terlihat dalam kegiatan upacara HUT RI ini kembali joget bersama. Serasa merdeka dari segala beban dan masalah hidup. (bersambung)

Sejumlah pegawai dan anak-anak sekolah yang hendak menyeberang dari Kasonaveja menuju ke Burmeso, untuk mengikuti upacara HUT ke-78 RI yang dipusatkan di pasar Mama-Mama Papua di Burmeso. (FOTO: Agung/Cepos)

Mengunjungi Mamberamo Raya, Negeri Seribu Misteri Sejuta Harapan (Bagian I)

Bertepatan dengan momen peringatan 17 Agustusan, saya  berkesempatan mendapat tugas liputan di Kabupaten Mamberamo Raya.  Di tengah eforia perayaan Kemerdekaan ini, menarik untuk melihat kondisi daerah Mamberamo Raya, sejauh mana daerah dan masyarakat di wilayah ini “merasakan merdeka” di HUT ke-78 Republik Indonesia.

Laporan: Agung Tri Handono_Kasonaveja

Selasa (15/8) lalu,  berbekal selembar tiket Kapal Cantika  Lestari 77, Cenderawasih Pos berangkat dari Kantor Graha Pena di jalan Balai Kota menuju ke Pelabuhan Jayapura. Meski sudah hampir 22 tahun lebih di Papua, namun tugas liputan ke Mamberamo Raya ini memang baru yang pertama.

   Dengan membawa tas ransel berisi beberapa lembar pakaian dan tas dan kamera perlengkapan liputan, langsung berangkat. Belum ada gambaran, kondisi di sana seperti apa, tinggal dimana dan berapa lama. Yang penting berangkat dan sampai di tempat tujuan dengan aman.

  Sinar matahari mulai menyengat di Pelabuhan Jayapura, meski jam baru menunjukkan pukul 09.30 WIT. Aktifitas Pelabuhan Jayapura terlihat tidak begitu ramai, seperti halnya ketika ada kapal Pelni sandar di pelabuhan ini.

  Tanpa pinggir panjang, saya langsung ikut  berdesak-desakan dengan penumpang lainnya, masuk ke dalam kapal yang dekat dengan pintu masuk pelabuhan. Lega rasanya, bisa masuk dan mendapat tempat untuk menaruh barang dan istirahat dalam perjalanan, meski agak sedikit pengap dan gerah dengan keringat. Beberapa saat berada dalam kapal, suasana kapal perintis, terasa sedikit aneh. Pasalnya, dalam tiket tertera tempat tidur di dek II. Tapi di kapal ini sepertinya  semua baku rebut tempat sembarangan.

   “Maaf, kaka mau turun di mana?” ujar satu penumpang di sebelah.

“Mau ke Kasonaveja, Mamberamo Raya, Kaka,” jawabku.

“O iya?..Kapal ini hanya masuk di Teba saja, ini tidak ke Kaso, tapi lanjut ke Serui…” sahutnya.

“Ah, iyo kah….??”

    Dengan sedikit panik dan tergopoh-gopoh, langsung saja tas pakaian dan tas kamera, saya angkat bawa keluar kapal. Dan betul saja, ternyata Kapal Cantika 77 sandar, tepat  di belakang KM Sabut Nusantara yang tadi saya masuki. “Haa.. lega, untung tidak  jadi terbawa kapal  ke Serui,” batinku.

  Belakangan Cenderawasih Pos baru tahu, sebagian penumpang tujuan Mamberamo Raya  memang kandang sengaja numpang di KM Sabuk Nusantara, yang biayanya jauh lebih murah, kalau tidak salah hanya Rp 15 ribu/penumpang. Mereka akan turun di dermaga Teba di muara Sungai Mamberamo.

Selanjutnya menunggu untuk pindah  KM Cantika 77 yang harga tiketnya Rp 300 ribu dari Jayapura untuk penumpang dek, dan sekitar Rp 1,5 juta untuk kamar. Dimana masyarakat di sepanjang sungai Mamberamo Raya ini digratiskan jika numpang KM  Cantika 77 yang ada kerjasama dengan Pemkab Mamberamo Raya.

  Masuk di KM Cantika 77, penumpang sudah penuh dan berdesak-desakan. Beberapa calon penumpang terlihat baru antre membeli tiket di dek bagian belakang. Kapal yang biasanya berangkat ke Kasonaveja Mamberamo Raya tiap hari Rabu, kali ini sengaja maju satu hari, menjadi Selasa.

Alasannya, supaya banyak pegawai atau pejabat Mamberamo Raya yang tinggal di Jayapura bisa ikut kapal untuk mengikuti upacara HUT  RI di Burmeso, Kabupaten Mamberamo Raya.

   Kapal berangkat pukul 11.00 WIT, terlambat satu jam dari  info jadwal yang beredar sebelumnya. Sepanjang perjalanan, cuaca di laut bersahabat, teduh, nyaris tidak ada ombak yang terasa. Aman, tidak perlu harus mual mabuk perjalanan.

Baca Juga :  Dugaan Korupsi 1, 9 M Pembanguan Dermaga

Menjelang pukul 02.00 WIT dini hari, kapal baru sandar di Kampung Teba di muara sungai Mamberamo. Sebagian turun untuk mencari makan, sebagian memilih tetap tidur di atas kasur spon/busa yang ada di kapal.

  Selepas subuh, Rabu (16/8), kapal melanjutkan perjalanan menyusuri Sungai Mamberamo yang terlihat keruh, seperti warna minuman hangat kopi susu. Kapal harus melaju berkelak-kelok mengikuti alur sungai Mamberamo. Sesekali penumpang kaget, terdengar suara ‘’Duakkk”. Kapal menabrak batang kayu besar yang hanyut, meski nahkoda sudah berupaya menghindari.

  Persinggahan berikutnya di Babusa. Tidak ada dermaga khusus yang layak untuk sandar, hanya tepian tebing sungai tempat kapal merapat ke darat  sekitar pukul 11.30 WIT. Penumpang kapal langsung ramai-ramai turun, sementara masyarakat terlihat ramai berjualan pasar di bangunan pasar yang ada.

Masyarakat Kambung Babusa  Distrik Mamberamo Hilir Kabupaten Mamberamo Raya saat berjualan di pasar, ketika KM  Cantika Lestari 77 sandar di Babusa. (FOTO: Agung/Cepos)

Rasa lapar, gara-gara semalam sedikit makan, karena  nasi kurang masak betul,  mendorong saya cepat-cepat  turun mencari makan pagi rangkap makan siang.

Sasaran pertama, minum air kelapa muda, berikutnya baru cari makan. Menariknya, hampir semua warga yang berdagang di pasar menghidangkan makanan dengan laut Mujahir, ada juga ikan mas, ada yang dibakar,  mujahir asar, tapi kebanyakan mujahir goreng.  Ikan mujahir di sini memang terkenal besar-besar. Disajikan dengan sayur kangkung dan sambal saos, harganya dijual Rp 50 ribu/piring.

   Selain ikan yang sudah dimasak, ada yang dijual mentah/segar harga Rp 50 ribu/ikat isi 4 ekor besar-besar.  Kira-kira hampir 3 kg/ikat. Menurut sejumlah penumpang yang biasa naik turun, Jayaura-Kasonaveja, biasanya saat kapal kembali ke Jayapura banyak yang memborong ikan, baik ditempatkan dalam wadah cold box, maupun titip di freezer kapal.

   Sekira 30 menit di Kampung Babusa, kapal Cantika kembali melanjutkan perjalanan. Sekitar hampir dua jam, kapal tiba dan singgah di Trimuris. Sama seperti kampung sebelumnya, tidak ada dermaga. Kapal hanya sandar di tebing sungai, selanjutnya penumpang turun lewat jembatan/tangga untuk  menyeberang ke darat.

   Begitu tangga keluar, sejumlah pedagang berhambur  turun dari kapal dan menggelar dagangan di pinggir jalan. Interaksi jual beli terlihat ramai. Banyak warga setempat berbelanja berbagai kebutuhan bahan pokok. Sementara penumpang banyak turun, untuk sekedar mencari minuman segar.

   Setengah jam sandar, kapal kembali melaju melawan arus dengan tujuan terakhir  Kasonaveja. Hujan deras seolah-olah menyambut kedatangan Kapal Cantika dan para penumpang di dalamnya.  Kabarnya, setiap kali KM Cantika masuk kasonaveja, selalu disambut dengan hujan deras.

  Saat kapal hendak sandar, di tebing sungai di Kasonaveja, terlihat sejumlah speedboat berebut untuk menempel di buritan kapal. Motoris dengan skill-nya berusaha menempel di kapal yang masih bergerak. Mereka mencari penumpang yang hendak lanjut ke Burmeso.

  Setiap kapal masuk di daerah Mamberamo Raya ini, memang terlihat sekali ada aktifitas perekonomian masyarakat. Baik pedagang kapal yang menjual berbagai kebutuhan, termasuk masyarakat lokal sendiri ada yang berjualan hasil bumi, hasil laut, seperti kerang, ikan asin dan lainnya.

    Kapal merapat di Kasonaveja sudah menjelang senja. Suasana menyambut HUT RI memang tidak begitu terasa seperti di Kota Jayapura. Meski tinggal satu hari lagi peringatan HUT RI, namun hanya beberapa warga yang sadar untuk memasang bendera maupun umbul-umbul untuk memeriahkan HUT RI.

Baca Juga :  Jadi Uskup Bukan Suatu Kebetulan Tetapi Bukti Atas Mujizat Tuhan

   Malam itu, Cenderawasih menginap di Balai Wartawan di Kasonaveja, bersama wartawan William Awek yang menjemput di tempat kapal sandar. Menjelang malam lampu baru menyala. Ngantuk seperti tak bisa ditahan, usai kenyang makan malam dengan opor ayam kampung malam itu.

   Kamis (17/8) pagi, meski sudah pukul 06.00 WIT, namun matahari masih tertutup mendung. Embun basah dan tetesan air sisa hujan semalam masih telihat di dedaunan. Peringatan HUT ke -78 RI dipusatkan di Burmeso. Tepatnya, di lapangan tengah Pasar Mama-mama Papua yang baru dibangun. Kasonaveja adalah ibukota kabupaten Mamberamo Raya sejak awal terbentuknya kabupaten ini, dengan Bupati Alm. Demianus Kyeu Kyeuw.

  Dalam perkembangannya, ibu kota Kabupaten berpindah ke Burmeso. Dari Kasonaveja harus menyeberang. Kalau dari dermaga ujung lurus menyeberang ke Burmeso biaya transportasi speed boat Rp 50 ribu.  Kalau dari dermaga/tempat penyeberangan lain, motoris kadang minta sampai Rp 100 ribu, apalagi kalau malam.

   Belum lagi jalan darat, harus naik ojek ke kantor. Besarnya berbeda-beda, karena lokasi Kantor Pemkab Mamberamo ini tersebar. Yang paling dekat Rp 30 ribu, kantor DPRD 70 ribu, kantor Bupati yang paling ujung bisa sampai Rp 100 ribu untuk ojek sekali antar. Praktis, biaya transportasi pegawai atau masyarakat yang masih tinggal di Kasonaveja ini sangat tinggi, bila hendak berkantor di Burmeso. Bisa makan biaya transportasi Rp 200 ribu-300 ribu pulang pergi sehari, belum lagi biaya makan.

  Beberapa OPD, memang memiliki speedboat untuk antar jemput. Termasuk kendaraan dinas yang bisa ditumpangi pegawai. Untung kalau ada speedboat dinas milik OPD, berarti masih bisa ada sarana transportasi yang ditumpangi gratis. Kalau tidak, ya harus bayar ojek, yang biayanya sesuai dengan jarak tempuh. Setelah sampai di Burmeso, harus leften  kendaraan dinas, alternatif lain dengan naik ojek. Beberapa orang menyikapi dengan menaruh motor di Burmeso, meski tinggal di Kasonaveja. “Kalau mau hemat disini harus punya dua motor, di Kaso satu, di Burmeso satu,”ujar teman.

   Mahalnya biaya transportasi ini, mungkin yang menjadi salah satu penyebab, kenapa pegawai atau pun pejabat enggan tiap hari berangkat di kantor, atau malah lebih banyak memilih  tinggal di Jayapura bersama anak istri. Namun begitu, di tengah kesulitan yang dihadapi,  Pemkab Mamberamo mampu meraih peringkat tiga BKN Award 2023, terkait pembinaan dan kedisplinan pegawai.

   Sekira pukul 09.30 WIT,  lapangan upacara di Komplek Pasar Mama-mama Papua sudah dipadati peserta upacara, baik dari TNI-Polri, pegawai, maupun anak-anak sekolah SD hingga SMA/SMK. Peringatan detik-detik proklamasi dan pengibaran bendera merah putih yang dipimpin langsung Bupati Dr (HC) John Tabo, SE, MBA ini  berlangsung khidmat.

    Usai upacara berbagai kegiatan juga digelar, mulai dari peresmian Pasar Mama-Mama Papua, penyerahan SK pengawai negeri, SK pelantikan penjabat, dan hadiah berbagai lomba dalam rangka HUT RI. Masyarakat juga turut bergembira di Hari kemerdekaan ini dengan mengikuti lomba panjat pinang, dan juga joget bersama di tengah lapangan. Semua pejabat dan peserta upacara, termasuk anak-anak sekolah berjoget riang bersama.

   Hingga upacara penurunan bendera pada sore harinya, yang dipimpin oleh Wakil Bupati Ever Mudumi, juga berlangsung lancar. Usai penurunan bendera, luapan kegembiraan berlanjut. Meski tidak seramai pada upacara pengibaran bendera, namun semua yang terlihat dalam kegiatan upacara HUT RI ini kembali joget bersama. Serasa merdeka dari segala beban dan masalah hidup. (bersambung)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya