Saturday, April 27, 2024
25.7 C
Jayapura

Paham Café Paling Laris dan Paham Café yang Jorok

Melihat Aktifitas Para Pencari Ampas Kopi Limbah yang Mengumpulkan Kopi Café

Ada sebuah aktifitas unik yang dilakukan anak – anak muda dari Dok VIII di malam hari. Kelompok kecil ini biasa menyambangi café ke café untuk mengambil limbah kopi. Banyak manfaat ternyata.

Laporan: Abdel Gamel Naser_Jayapura

Pertumbuhan usaha café di Jayapura hingga kini makin tak terbendung. Hampir di setiap sudut dan lorong pasti ada warung kopi. Mulai dari kelas kaki lima yang hanya Rp 10 ribu/gelas hingga kelas elit, yang menyajikan  hingga Rp 60 ribu/gelas.

   Berbagai konsep café juga disajikan, mulai dari bangku kayu hingga sofa bludru. Hanya saja dari banyaknya warung kopi maupun café di Jayapura, ternyata setiap malamnya pasti menyisakan limbah yang dibuang begitu saja.

Salah satunya adalah ampas kopi. Setiap kali habis diminum banyak ampas kopi yang dibuang begitu saja, padahal jika mau dilihat ada sejumlah manfaat yang masih bisa diberikan dari ampas kopi ini. Nah sekelompok anak muda di Dok VIII rupanya cukup memahami hal tersebut sehingga setiap malam selalu saja ada hunting dari café ke café mengumpulkan sisa – sisa (ampas) kopi.

  “Biasa anak – anak (teman) mulai jalan jam – jam 10 di saat café tutup. Disitu mereka sudah petakan café mana saja yang bisa dimintai ampas kopinya,” kata Charles Toto (Chato) dari Papua Junggle Chef melalui ponselnya, Kamis (18/8).

  Chato  merupakan sosok yang memulai kegiatan mengumpulkan ampas kopi ini dan mulai diikuti rekan – rekannya di sekitar tempat tinggalnya di Dok VIII Jayapura Utara. Diakui  awalnya masih banyak yang bingung sebenarnya untuk apa ampas kopi dikumpul. Sebab selama ini kebiasannya adalah sehabis diminum selalu ditinggalkan begitu saja di dalam gelas kemudian dibuang. Namun setelah mengetahui manfaat dan tujuannya, kata Chato, tak hanya teman – temannya saja yang mulai giat mencari ampas kopi, tetapi pemilik atau pengelola café juga mulai terbiasa tidak langsung membuang melainkan menyimpan untuk anak – anak muda tersebut.

Baca Juga :  Geluti Hutan Mangrove, Bersaing dengan Empat Kandidat Pria

   Chato menjelaskan bahwa awalnya ia hanya iseng-iseng saja mengumpulkan untuk selanjutnya dikeringkan di dalam solar dome dryer dimana di dalam tempat ini berbagai jenis limbah atau barang yang akan diolah bisa dikeringkan lebih maksimal.

   “Jadi awalnya hanya iseng lalu kami coba jemur untuk melihat apakah ada manfaatnya dan ternyata beberapa teman menyampaikan bahwa ampas kopi bisa dimanfaatkan jadi  sebaiknya tidak dibuang dan disini kami mulai mencoba,” kata Chato.

Aktifitas “mulung” ampas kopi ini sendiri sudah dilakukan  sejak awal tahun 2022 kemarin dan masih berjalan hingga kini. “Para pemilik café juga banyak yang tanya ini (ampas kopi)  untuk apa dan kami jelaskan fungsinya,” sambungnya.

  Dikatakan untuk ampas kopi yang sudah kering bisa digunakan  untuk scrub wajah, scrub kaki, pengurang bengkak pada mata, penghalus bibir, pengusir nyamuk maupun serangga hingga menghilangkan bau tak sedap di wastafel maupun di kulkas, juga bisa untuk menghalus furniture dan digunakan untuk pel lantai.

“Sebagian sudah kami praktekkan dan sesuai dengan apa yang kami sebutkan tadi. Kalau di rumah banyak nyamuk coba saja jemur ampas yang kering kemudian dimasukkan ke dalam kaleng dan dibakar. Nyamuk  tidak suka dengan aroma kopi yang dibakar,” bebernya.

   Selain itu bisa juga untuk kulit, karena kopi sekalipun bentuknya ampas tapi masih memiliki kandungan anti oksidan. Ampas ini juga bisa digunakan untuk menghaluskan kulit dimana memerlukan pemijatan secara perlahan di wajah dan leher kemudian didiamkan selama lima menit. Setelah itu dibilas dengan air hangat untuk hasil kulit yang cerah dan lembut.

“Jadi ampas kopi ini kami ambil dari  café – café mulai dari Entrop sampai di Dok 2, lalu kami sortir kemudian dikeringkan dalam Solar Dome Dryer atau rumah pengering. Setelah kering kami kemudian mengemas perkilo,” sambung Chato. “Tapi ampas kopi yang masih basah juga bisa dijadikan pupuk kompos,” imbuhnya.

Baca Juga :  Masuk Dipandu Petugas KPPS, Tangan Diarahkan ke Surat Suara

   Untuk aktifitas mengumpulkan ampas kopi ini dikatakan setiap malam ia dan rekan – rekannya bisa mengumpulkan hampir 10 Kg ampas kopi basah.  “Sampai sekarang teman – teman  masih jalan mengumpulkan ampas kopi dan dari proses penjemuran kini sudah ada hampir 700 kilo ampas kopi kering,” jelasnya.

  Yang sudah dalam kondisi kering ini dikatakan masih sebatas dibagikan kepada warga di kompleks Dok VIII untuk digunakan sebisanya. “Teman – teman paling banyak  menjadikan sebagai obat nyamuk dan kompos, karena kami tidak mungkin menghaluskan bibir,” selorohnya.

  Menariknya dari aktifitas ini, kata Chato, ia dan teman – temannya bisa mengetahui warung atau café mana yang jorok dan café mana yang bersih. Tak hanya itu, mereka juga bisa mengetahui café mana yang paling banyak dikunjungi dan café mana yang paling sepi.

  “Iya inikan bisa dilihat dari jumlah ampas kopi tiap malamnya,  ada yang sampai 2 Kg setiap malam tapi ada juga yang tidak sampai setengah kilo,” imbuhnya. Catatan ini  lantas kata Chato pernah digunakan untuk menegur pemilik café.

“Jadi kalau ampas kopinya bercampur dengan tisu maupun puntung rokok itu terlihat bahwa pengelolanya tidak bisa memilah dan asal mencampur sampah. Ini terlihat jorok,” katanya. Chato sendiri pernah menyampaikan langsung ke pengelola café bahwa cafe tersebut terbilang kotor. “Jadi kami tegur dengan bukti bahwa ampas kopinya dibuang begitu saja dan dicampur di tempat sampah. Kami sampaikan ke pemiliknya mengatakan bahwa cafenya jorok dan ternyata itu menjadi masukan berharga dan besok – besok ada perubahan soal pemilahan sampahnya,”imbuhnya. (*/tri)

Melihat Aktifitas Para Pencari Ampas Kopi Limbah yang Mengumpulkan Kopi Café

Ada sebuah aktifitas unik yang dilakukan anak – anak muda dari Dok VIII di malam hari. Kelompok kecil ini biasa menyambangi café ke café untuk mengambil limbah kopi. Banyak manfaat ternyata.

Laporan: Abdel Gamel Naser_Jayapura

Pertumbuhan usaha café di Jayapura hingga kini makin tak terbendung. Hampir di setiap sudut dan lorong pasti ada warung kopi. Mulai dari kelas kaki lima yang hanya Rp 10 ribu/gelas hingga kelas elit, yang menyajikan  hingga Rp 60 ribu/gelas.

   Berbagai konsep café juga disajikan, mulai dari bangku kayu hingga sofa bludru. Hanya saja dari banyaknya warung kopi maupun café di Jayapura, ternyata setiap malamnya pasti menyisakan limbah yang dibuang begitu saja.

Salah satunya adalah ampas kopi. Setiap kali habis diminum banyak ampas kopi yang dibuang begitu saja, padahal jika mau dilihat ada sejumlah manfaat yang masih bisa diberikan dari ampas kopi ini. Nah sekelompok anak muda di Dok VIII rupanya cukup memahami hal tersebut sehingga setiap malam selalu saja ada hunting dari café ke café mengumpulkan sisa – sisa (ampas) kopi.

  “Biasa anak – anak (teman) mulai jalan jam – jam 10 di saat café tutup. Disitu mereka sudah petakan café mana saja yang bisa dimintai ampas kopinya,” kata Charles Toto (Chato) dari Papua Junggle Chef melalui ponselnya, Kamis (18/8).

  Chato  merupakan sosok yang memulai kegiatan mengumpulkan ampas kopi ini dan mulai diikuti rekan – rekannya di sekitar tempat tinggalnya di Dok VIII Jayapura Utara. Diakui  awalnya masih banyak yang bingung sebenarnya untuk apa ampas kopi dikumpul. Sebab selama ini kebiasannya adalah sehabis diminum selalu ditinggalkan begitu saja di dalam gelas kemudian dibuang. Namun setelah mengetahui manfaat dan tujuannya, kata Chato, tak hanya teman – temannya saja yang mulai giat mencari ampas kopi, tetapi pemilik atau pengelola café juga mulai terbiasa tidak langsung membuang melainkan menyimpan untuk anak – anak muda tersebut.

Baca Juga :  Bayi Nangis Kenapa? Nggak Nyaman atau Lapar, Hewan Juga Begitu 

   Chato menjelaskan bahwa awalnya ia hanya iseng-iseng saja mengumpulkan untuk selanjutnya dikeringkan di dalam solar dome dryer dimana di dalam tempat ini berbagai jenis limbah atau barang yang akan diolah bisa dikeringkan lebih maksimal.

   “Jadi awalnya hanya iseng lalu kami coba jemur untuk melihat apakah ada manfaatnya dan ternyata beberapa teman menyampaikan bahwa ampas kopi bisa dimanfaatkan jadi  sebaiknya tidak dibuang dan disini kami mulai mencoba,” kata Chato.

Aktifitas “mulung” ampas kopi ini sendiri sudah dilakukan  sejak awal tahun 2022 kemarin dan masih berjalan hingga kini. “Para pemilik café juga banyak yang tanya ini (ampas kopi)  untuk apa dan kami jelaskan fungsinya,” sambungnya.

  Dikatakan untuk ampas kopi yang sudah kering bisa digunakan  untuk scrub wajah, scrub kaki, pengurang bengkak pada mata, penghalus bibir, pengusir nyamuk maupun serangga hingga menghilangkan bau tak sedap di wastafel maupun di kulkas, juga bisa untuk menghalus furniture dan digunakan untuk pel lantai.

“Sebagian sudah kami praktekkan dan sesuai dengan apa yang kami sebutkan tadi. Kalau di rumah banyak nyamuk coba saja jemur ampas yang kering kemudian dimasukkan ke dalam kaleng dan dibakar. Nyamuk  tidak suka dengan aroma kopi yang dibakar,” bebernya.

   Selain itu bisa juga untuk kulit, karena kopi sekalipun bentuknya ampas tapi masih memiliki kandungan anti oksidan. Ampas ini juga bisa digunakan untuk menghaluskan kulit dimana memerlukan pemijatan secara perlahan di wajah dan leher kemudian didiamkan selama lima menit. Setelah itu dibilas dengan air hangat untuk hasil kulit yang cerah dan lembut.

“Jadi ampas kopi ini kami ambil dari  café – café mulai dari Entrop sampai di Dok 2, lalu kami sortir kemudian dikeringkan dalam Solar Dome Dryer atau rumah pengering. Setelah kering kami kemudian mengemas perkilo,” sambung Chato. “Tapi ampas kopi yang masih basah juga bisa dijadikan pupuk kompos,” imbuhnya.

Baca Juga :  Terbiar Kosong Jadi Tempat Miras, Minta Pemprov Bantu Untuk Perbaiki Kerusakan 

   Untuk aktifitas mengumpulkan ampas kopi ini dikatakan setiap malam ia dan rekan – rekannya bisa mengumpulkan hampir 10 Kg ampas kopi basah.  “Sampai sekarang teman – teman  masih jalan mengumpulkan ampas kopi dan dari proses penjemuran kini sudah ada hampir 700 kilo ampas kopi kering,” jelasnya.

  Yang sudah dalam kondisi kering ini dikatakan masih sebatas dibagikan kepada warga di kompleks Dok VIII untuk digunakan sebisanya. “Teman – teman paling banyak  menjadikan sebagai obat nyamuk dan kompos, karena kami tidak mungkin menghaluskan bibir,” selorohnya.

  Menariknya dari aktifitas ini, kata Chato, ia dan teman – temannya bisa mengetahui warung atau café mana yang jorok dan café mana yang bersih. Tak hanya itu, mereka juga bisa mengetahui café mana yang paling banyak dikunjungi dan café mana yang paling sepi.

  “Iya inikan bisa dilihat dari jumlah ampas kopi tiap malamnya,  ada yang sampai 2 Kg setiap malam tapi ada juga yang tidak sampai setengah kilo,” imbuhnya. Catatan ini  lantas kata Chato pernah digunakan untuk menegur pemilik café.

“Jadi kalau ampas kopinya bercampur dengan tisu maupun puntung rokok itu terlihat bahwa pengelolanya tidak bisa memilah dan asal mencampur sampah. Ini terlihat jorok,” katanya. Chato sendiri pernah menyampaikan langsung ke pengelola café bahwa cafe tersebut terbilang kotor. “Jadi kami tegur dengan bukti bahwa ampas kopinya dibuang begitu saja dan dicampur di tempat sampah. Kami sampaikan ke pemiliknya mengatakan bahwa cafenya jorok dan ternyata itu menjadi masukan berharga dan besok – besok ada perubahan soal pemilahan sampahnya,”imbuhnya. (*/tri)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya