Selain itu pada ayat 4, penjelasannya sangat jelas rekrutment partai politik wajib meminta pertimbangan kepada Majelis Rakyat Papua (MRP). Sebab MRP dibentuk untuk merepresentasi suara orang asli Papua dalam memperjuangkan hak-haknya termasuk hak-hak politik. Sehingga hal itu harusnya menjadi dasar perekrutmen kader partai oleh partai pengusung.
“Jika persoalanya seperti yang terjadi saat ini dimana banyak putra-putri Papua yang kemudian tidak berhasil, maka patut dipertanyakan apakah partai politiknya sudah melaksanakan perintah UU Otsus atau belum,” tandasnya.
Apalagi mereka melihat perkembangan pleno suara di Kota Jayapura. Dimana mereka menduga oknum penyelenggara. mempermainkan hasil pemilu. Sehingga merekapun khawatir, jika hal ini dibiarkan, maka nasib caleg OAP Port Numbay pada pileg kali ini akan tersingkir.
“Kami menduga, politik kali ini bukan ditentukan suara masyarakat, tapi karena uang, akhirnya anak anak Port Numbay tidak mendapatkan suara, karena kalau soal uang, kami orang Papua tidak punya itu,” tandasnya.
Hal inilah yang kemudian menjadi atensi mereka bersuara yang begitu lantang, sebab, khawatir Caleg OAP pada pileg ini, akan tersingkir, karena kepentingan oknum tertentu. Ada banyak temuan di lapangan, dimana suara caleg kita dari Port Numbay, dari TPS tinggi, tapi begitu pleno di Kota, tiba-tiba hilang, inikan semakin kuat dugaan kami kalau Pemilu ini ditentukan karena siapa yang punya uang,” bebernya.
Oleh sebab itu mereka harapkan agar penyelenggara merespon tuntutan mereka. Dengan memperhatikan caleg OAP Port Numbay. “Ada beberapa nama yang kami usulkan ke KPU, kami harap usulan itu direspon dengan baik,” harapnya.
Sementara itu Yanteo Makanuay, anggota DPW PPAT menilai Pemilu di Kota Jayapura menyimpang dari aturan yang ada. Dimana mereka menduga penyelenggara tidak profesional, dalam hal memplenokan suara pemilu.
“Kami melihatnya pemilu di Kota Jayapura saat ini money politic lebih cenderung daripada yang sebenarnya,” kata Yan.
Hal ini berdampak pada ruang bagi orang Port Numbay untuk menduduki kursi legislatif semakin tersingkir. “Jujur, kami sebagai anak negeri matahari terbit sedih melihat pemilu kita saat ini, karena uang bisa mengatur segalanya,” tuturnya.