Friday, July 18, 2025
26.6 C
Jayapura

Gunakan Pohon Khusus yang Nantinya Disisipkan Roh Leluhur Menjaga Tiap Rumah

Selain itu untuk memilih pohon guna dijadikan patung juga tak bisa dilakukan sembarangan. Hanya pohon-pohon terpilih saja yang digunakan. Dan masyarakat setempat biasanya lebih banyak menggunakan jenis pohon myristica fatua dan horsfeida irja. Lalu untuk bentuk ukiran yang biasa digoreskan oleh guratan pahat ini menggambarkan kekerabatan dan kebersamaan di kalangan Suku Kamoro.

Motif-motif dalam patung mbitoro biasanya berupa ruas tulang belakang (uema), awan putih berarak (uturu tani), ekor kuskus pohon (waken bipi), lidah biawak (oke-mbare), kepala manusia (upau), kepala ular (apako upau), insang ikan (ereka kenemu), tulang ikan (ema), dan tempat api atau perapian (utu-wau).

Sementara dalam ekspresi budaya tradisional juga mengatur tentang tarian, cerita rakyat dan permainan tradisional. Pengetahuan tradisional; di Tanah Papua, orang pribumi telah hidup berabad-abad lamanya karena adanya pengetahuan tradisional. Sampai saat ini, masyarakat yang hidup dalam dekade waktu yang cukup lama telah melampaui banyak pengetahuan tradisional untuk menjalani kehidupannya.

Baca Juga :  Hingga Hari Keempat Pencarian Dua Penumpang Longboat Belum Ditemukan

Patung Mbitoro dan Upacara Adat Karapao yang juga dikenal dengan nama Arapao termasuk Kekayaan Intelektual Komunal. Selain Mbitoro ada juga kekayaan intelektual komunal lainnya yakni upacara adat Karapao dari pesisir pantai Mimika. Upacara Adat Karapao dikenal sebagai upacara adat Suku Kamoro yang menandai peralihan anak laki-laki ke usia dewasa.

Upacara ini merupakan bagian penting dalam warisan budaya suku Kamoro yang melibatkan berbagai ekspresi budaya, termasuk pemotongan bagian bawah busana adat Tauri dan tanggung jawab baru dari ipar lelaki terhadap anak lelaki tersebut. Pesta Adat Arapao Nayaro sendiri merupakan suatu tradisi yang diwarisi secara turun temurun bagi masyarakat suku Kamoro sejak 40 tahun yang lalu.

Baca Juga :  Miliki 250 Ekor Ayam Petelur, Per Hari Bisa Hasilkan 4 hingga 6 Rak Telur

Menurut masyarakat suku Kamoro, tradisi ini dianggap sebagai upacara inisiasi pelepasan anak usia 10 hingga 15 tahun menuju pendewasaan diri, dewasa secara lahir maupun batin. Tradisi ini dilaksanakan masyarakat suku Kamoro setiap lima tahun sekali, dimana setiap anak yang hendak beranjak usia remaja hingga dewasa akan menjalani ritual-ritual tertentu yang dilakukan dalam upacara adat tersebut.

Selain itu untuk memilih pohon guna dijadikan patung juga tak bisa dilakukan sembarangan. Hanya pohon-pohon terpilih saja yang digunakan. Dan masyarakat setempat biasanya lebih banyak menggunakan jenis pohon myristica fatua dan horsfeida irja. Lalu untuk bentuk ukiran yang biasa digoreskan oleh guratan pahat ini menggambarkan kekerabatan dan kebersamaan di kalangan Suku Kamoro.

Motif-motif dalam patung mbitoro biasanya berupa ruas tulang belakang (uema), awan putih berarak (uturu tani), ekor kuskus pohon (waken bipi), lidah biawak (oke-mbare), kepala manusia (upau), kepala ular (apako upau), insang ikan (ereka kenemu), tulang ikan (ema), dan tempat api atau perapian (utu-wau).

Sementara dalam ekspresi budaya tradisional juga mengatur tentang tarian, cerita rakyat dan permainan tradisional. Pengetahuan tradisional; di Tanah Papua, orang pribumi telah hidup berabad-abad lamanya karena adanya pengetahuan tradisional. Sampai saat ini, masyarakat yang hidup dalam dekade waktu yang cukup lama telah melampaui banyak pengetahuan tradisional untuk menjalani kehidupannya.

Baca Juga :  Bukan Hanya Permintaan Maaf, Tapi Pengakuan dan Proses Hukum

Patung Mbitoro dan Upacara Adat Karapao yang juga dikenal dengan nama Arapao termasuk Kekayaan Intelektual Komunal. Selain Mbitoro ada juga kekayaan intelektual komunal lainnya yakni upacara adat Karapao dari pesisir pantai Mimika. Upacara Adat Karapao dikenal sebagai upacara adat Suku Kamoro yang menandai peralihan anak laki-laki ke usia dewasa.

Upacara ini merupakan bagian penting dalam warisan budaya suku Kamoro yang melibatkan berbagai ekspresi budaya, termasuk pemotongan bagian bawah busana adat Tauri dan tanggung jawab baru dari ipar lelaki terhadap anak lelaki tersebut. Pesta Adat Arapao Nayaro sendiri merupakan suatu tradisi yang diwarisi secara turun temurun bagi masyarakat suku Kamoro sejak 40 tahun yang lalu.

Baca Juga :  Keluhkan Kinerja KPK, Warga Nafri Mengadu ke Wali Kota

Menurut masyarakat suku Kamoro, tradisi ini dianggap sebagai upacara inisiasi pelepasan anak usia 10 hingga 15 tahun menuju pendewasaan diri, dewasa secara lahir maupun batin. Tradisi ini dilaksanakan masyarakat suku Kamoro setiap lima tahun sekali, dimana setiap anak yang hendak beranjak usia remaja hingga dewasa akan menjalani ritual-ritual tertentu yang dilakukan dalam upacara adat tersebut.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya

/